Tiket Pesawat, Mahalnya Harga Avtur & Mereka yang Jadi Korban

Rehia Sebayang & Anastasia Arvirianty, CNBC Indonesia
16 February 2019 11:55
Tiket Pesawat, Mahalnya Harga Avtur & Mereka yang Jadi Korban
Foto: Infografis/Proyek Bandara Raksasa/Edward Ricardo
Jakarta, CNBC Indonesia - Mahalnya harga avtur sebagai bahan bakar pesawat ditengarai menjadi penyebab meroketnya harga tiket pesawat belakangan ini. Salah satunya disebabkan monopoli harga avtur oleh PT Pertamina (Persero).

Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira Adhinegara mengatakan, avtur menyumbang 24% dari total biaya maskapai domestik, artinya jika ada kenaikan avtur, dampaknya sangat signifikan. 


Tiket Pesawat, Mahalnya Harga Avtur & Mereka yang Jadi KorbanFoto: CNBC Indonesia TV

"Kalau digali lebih dalam ternyata akar masalahnya ada di distribusi avtur yang belum efisien. Pertamina dan pemerintah terlambat membangun infrastruktur penyaluran avtur ke bandara di luar Jawa," kata Bhima, kepada CNBC Indonesia, Selasa (12/2/2019).

Sebagai gambaran, bahan bakar avtur jenis Jet A di Bandara Soekarno Hatta dijual Rp 8.210 per liter. Sementara di Bandara Kualanamu, Medan dijual Rp 9.320 per liter. INDEF menilai, selisihnya terlalu lebar mencapai 13,5% mengacu data Pertamina 12 Februari 2019.

"Padahal prinsipnya harga avtur sama dengan harga BBM jenis nonsubsidi, sama di semua wilayah Indonesia," tuturnya.

Untuk membandingkan, harga avtur Jet A rata-rata di Asia Pasifik dibanderol sebesar 77 dolar AS per barel atau setara Rp 6.850 per liter dengan asumsi kurs Rp 14.000 per dolar AS. Disparitas harga yang terlalu lebar membuat maskapai menanggung ongkos yang terlalu mahal.

Saksikan video tentang industri perhotelan yang terjepit karena harga avtur mahal di bawah ini:

[Gambas:Video CNBC]



Industri yang terkena dampak dari mahalnya harga avtur yang dijual di Indonesia adalah industri penerbangan. Dampaknya sudah terasa bagi konsumen dengan kenaikan harga tiket.

Dikatakan, sejauh ini, bahan bakar memang menjadi variabel terbesar dalam pembiayaan bisnis penerbangan. Komposisi kebutuhan bahan bakar bisa berkisar antara 40% hingga 50%. 

Asosiasi Perusahaan Penerbangan Nasional Indonesia (Indonesia National Air Carriers Association/INACA) pun mengaku telah menyampaikan, agar Pertamina bisa menurunkan harga avtur di Jakarta, sekaligus meminta agar pemerintah turun tangan untuk mengatasi persoalan mahalnya harga tiket.

Direktur Utama Citilink Juliandra Nurtjahjo mengatakan harga avtur sangat memengaruhi kinerja Citilink. Sepanjang tahun 2017, rata-rata harga bahan bakar US$ 55,1, sedangkan tahun 2018 melonjak menjadi US$ 65,4. "Kenaikan US$ 1 akan menambah cost sebesar US$ 4,7 juta," ujarnya.

Beban kinerja Citilink bertambah lantaran pelemahan kurs rupiah. Setiap penurunan Rp 100, maka pendapatan perseroan sekitar US$ 5,3 juta per tahun. "Sehingga di 2018 kita menghitung ternyata tambahan biaya, ditambah biaya bandar udara, menambah hingga US$ 102 juta," kata Juliandra.



Menurut Ketua Asosiasi Perusahaan Perjalanan Indonesia (ASITA) Hasyianna Ashadi, harga tiket pesawat yang naik akibat harga avtur yang mahal, ditambah lagi penerapan aturan bagasi berbayar, membuat travel agen kesulitan melakukan penjualan. Penjualan tiket pesawat dari travel agen pun menurun 40%.

"Karena maskapai naikkan harga, kita sebagai kepanjangan tangan mereka, travel agent susah jualnya, banyak tamu nanya harga; kenapa naiknya tinggi, belum lagi bagasi berbayar. Dalam dua bulan ini, travel agent kesulitan menjual tiket. Tamu-tamu jauh berkurang," ujar Hasyianna dalam wawancara via telepon dengan tim CNBC Indonesia, Rabu (13/2/2019).

"Signifikan sekali [penurunan], terutama low season, biasanya-kan banyak perjalanan bisnis atau yang ada kepentingan, semuanya jadi menunda, ada juga yang berganti moda transportasi. Penjualan berkurang sampai 40%," sambungnya.

Hasyianna mengungkapkan, pihaknya telah beberapa kali bernegosiasi dengan pihak maskapai, sampai membahas persoalan ini dengan Kemenhub, meskipun baru secara informal. Namun, hingga saat ini belum menemukan solusi konkret yang menguntungkan seluruh pihak.



Wakil Ketua Asosiasi Perusahaan Jasa Pengiriman Ekspres Pos dan Logistik Indonesia (Asperindo) mengatakan berdasarkan dari beberapa anggota Asperindo ada penurunan jumlah shipment-nya itu 30-40% karena dampak dari naiknya tarif kargo maskapai penerbangan. Maskapai menaikkan tarif kargo karena harga avtur yang mahal. Kenaikan tarif kargo direspons dengan kenaikan tarif ongkos kirim.

Itu sebagian besar adalah e-commerce yang pemerintah selalu menggaung-gaungkan e-commerce adalah masa depan kita. Paket luar biasa besar pasarnya, tetapi jangan lupa juga ada industri rumah tangga yang bukan e-commerce yang terdampak, seperti kuliner-kuliner dari daerah-daerah itu terdampak," ujarnya kepada CNBC Indonesia.

"Kemudian komoditas khusus yang perishable misalnya sayuran, buah-buahan, itu juga terkena semua karena mereka tidak mungkin mengalihkan ke angkutan darat karena kalau terlalu lama (bisa) busuk. Ini yang kemudian berdampak kepada temen-temen kami di daerah."



Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Hariyadi Sukamdani mengatakan kenaikan tarif tiket pesawat mengakibatkan anjloknya okupansi hotel hingga 40%. 

"Saat kami Rapimnas dan Rakernas teman-teman daerah sudah menyampaikan (hunian) dropnya antara 20-40%. Mereka menyampaikan bahwa kegiatan ekonomi juga mulai terganggu," ujarnya kepada CNBC Indonesia, 15 Februari 2019.

Selain Perhotelan, toko oleh-oleh yang dikelola UMKM juga sudah terkena dampaknya dalam bentuk penurunan pendapatan.

"Jadi kalau untuk pariwisata itu, harga tiket terjangkau adalah kata kunci suksesnya pariwisata. Jadi kalau usulan kami pertama memang Pertamina tidak boleh memonopoli [avtur ]terus-terusan," jelasnya.

kedua rekomendasi kami, bebaskan pesawat regional masuk ke Indonesia. Artinya pesawat- pesawat seperti Jet Star, seperti pesawat SQ dan sebagainya boleh dikasi rute domestik.
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular