e-Commerce

India Berencana Batasi 'Gerak' Toko Online Asing, RI Kapan?

Bernhart Farras, CNBC Indonesia
26 February 2019 12:10
India Berencana Batasi 'Gerak' Toko Online Asing, RI Kapan?
Foto: Perdana Menteri India Narendra Modi mendengarkan Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman ketika ia berbicara selama pertemuan mereka di Rumah Hyderabad di New Delhi, India, 20 Februari 2019. REUTERS / Adnan Abidi
Jakarta, CNBC Indonesia - India telah merancang aturan baru untuk e-commerce (toko online) dalam rangka melindungi perusahaan domestik. Calon aturan ini berpotensi membatasi operasi perusahaan asing di negara dengan jumlah penduduk terbesar kedua di dunia tersebut.

Pemerintah India tampaknya akan mengikuti cara China yang berhasil memelihara perusahaan domestik dan menciptakan raksasa teknologi seperti Baidu, Alibaba, dan Tencent. China menerapkan pembatasan operasi untuk perusahaan teknologi asing.


Draft yang dipublikasikan Sabtu (23/2/2019), menyerukan agar data disimpan secara lokal dan menyiapkan lebih banyak pusat data serta server pertanian di dalam negara. Aturan ini tidak hanya akan memberikan dorongan untuk bisnis cloud di India tetapi akan mengarah pada penciptaan lapangan kerja lokal, menurut para pembuat kebijakan dalam dokumen itu, seperti dikutip dari CNBC International, Selasa (26/2/2019). 

Perusahaan asing diberi waktu 3 tahun untuk mempersiapkan atau membangun infrastruktur yang mereka butuhkan untuk mematuhi peraturan, yang dapat menambah biaya operasi mereka.

"Data India harus digunakan untuk pembangunan negara ini," tulis draft tersebut. "Warga dan perusahaan India harus mendapatkan manfaat ekonomi dari monetisasi data."

Perusahaan e-commerce asing juga harus menjadi entitas bisnis terdaftar di India agar dapat menjual barang di India, sesuai dengan rancangan peraturan. Dokumen setebal 41 halaman itu juga membahas masalah-masalah seperti penjualan barang palsu dan perlindungan konsumen. Perusahaan telah diundang untuk memberikan masukan dan pandangan rancangan kebijakan hingga 9 Maret.

Di India, perkembangan e-commerce masih dalam tahap awal bila dibandingkan dengan sektor ritel konvensional. Namun nilai pasarkan diperkirakan akan menembus US$200 miliar (Rp 2.800 triliun) pada tahun 2026 dari di bawah US$39 miliar pada tahun 2017. Kenaikan signifikan ini terutama didorong peningkatan pendapatan dan lonjakan pengguna internet, menurut sebuah lembaga riset Brand Equity Foundation.

Potensi pasar e-commerce India ini telah mengundang Amazon untuk masuk dan berinvestasi sebesar US$5 miliar dan Walmart mencaplok e-commerce lokal Flipkart seharga US$16 miliar. 

Namun pada Desember 2018, India memberlakukan batasan baru bagi investasi langsung oleh investor asing ke sektor e-commerce. Hal ini memaksa Amazon dan Flipkart yang dikuasai Walmart untuk merestrukturisasi operasi bisnis mereka demi mematuhi hukum.

"Kami sedang mempelajari rancangan kebijakan dan kami akan memberikan masukan selama periode tinjauan publik," kata juru bicara Amazon India kepada CNBC International. Flipkart tidak segera menanggapi permintaan komentar melalui email.

Saksikan video tentang roadmap e-commerce Indonsia di bawah ini:

[Gambas:Video CNBC]

Sebagian besar masyarakat India mengakases internet melalui smartphone. Negara ini telah menjadi target perusahaan teknologi global untuk memperoleh pengguna baru layanan mereka dan mengumpulkan data demografis tentang perilaku online serta kebiasaan belanja.

Pembuat kebijakan mengatakan dalam draf bahwa tanpa akses big data yang dihasilkan di India, bisnis lokal tidak akan dapat menciptakan produk digital bernilai tambah. Perusahaan teknologi dalam negeri, kata mereka, akan "hanya memproses pekerjaan data outsourcing."

Saat ini, hanya segelintir perusahaan yang dapat mendominasi ekonomi digital dengan mengeksploitasi keunggulan penggerak pertama dalam masyarakat berbasis data, kata mereka.

"Dengan tidak memberlakukan pembatasan pada aliran data lintas batas, India sendiri akan menutup pintu bagi penciptaan produk digital bernilai tinggi di negara ini," kata rancangan tersebut.

Orang terkaya di India Mukesh Ambani, yang juga ketua dan direktur pelaksana konglomerat lokal Reliance Industries, telah menjadi pendukung vokal untuk menyimpan data secara lokal, dan bukannya menempatkannya di tangan orang asing.

Draft tersebut menguraikan rencana kerangka hukum dan teknologi yang akan memberikan dasar untuk membatasi aliran data lintas batas yang dihasilkan di dalam negeri. Itu akan memungkinkan pihak berwenang India untuk meminta akses ke data itu bahkan jika itu disimpan di luar negeri. New Delhi juga berpotensi menolak akses pemerintah lain ke informasi yang sama.

Menjelang pemilihan parlemen penting tahun ini, India meningkatkan pembatasannya pada cara raksasa teknologi global beroperasi di negara itu, termasuk Facebook.

Bulan lalu, sekretaris Departemen Telekomunikasi India mengatakan kepada perusahaan baru lokal dalam pertemuan tertutup bahwa pemerintah akan segera memperkenalkan apa yang disebut kebijakan "juara nasional". Ini ditujukan untuk mempromosikan keberhasilan perusahaan domestik, laporan Wall Street Journal.


  Indonesia juga sedang menggodok aturan main untuk e-commerce. Indonesia sedang mempersiapkan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Transaksi Perdagangan Melalui Sistem Elektronik atau lazim disebut RPP E-Commerce.

Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri (PDN) Kementerian Perdagangan Tjahja Widayanti menjelaskan, pemerintah tetap memprioritaskan produk dalam negeri untuk dijual di dalam online marketplace tersebut. 


Kendati demikian, dia belum bisa memberikan gambaran seperti apa keberpihakan itu akan tertuang dalam regulasi. Dirinya bahkan menolak memastikan keberpihakan terhadap produk lokal dalam perdagangan daring akan diwujudkan dalam bentuk kewajiban menjual produk lokal dalam jumlah atau presentase tertentu.


"RPP E-Commerce kan belum final, masih dibahas, tapi intinya di dalam situ kita memprioritaskan produk dalam negeri. Kita tidak boleh berkata berapa persen kewajiban itu [...] kita tidak ingin menyalahi aturan-aturan yang ada. Memang saat ini masih sedikit, lebih banyak dari luar. Tapi upaya kita ke sana," kata Tjahja dalam media briefing di kantornya, Rabu (20/2/2019).

Soal data, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) sedang mematangkan revisi Peraturan Pemerintah No 82 tahun 2012 tentang penyelenggaran Sistem dan Transaksi Elektronik (PSTE). Dalam revisi ini pemerintah akan membolehkan sebagaian data pengguna Indonesia di taruh di data center di luar negeri. Padahal aturan yang berlaku sekarang data center wajib ada di Indonesia.

Dirjen Aplikasi Informatika (Aptika) Kemenkominfo Semuel Abrijani Pangerapan mengatakan dalam revisi aturan baru ini, pemerintah mengklasifikasi data mana saja yang harus berada di Indonesia. Data strategis yang menyangkut kepentingan Indonesia harus membentuk data center di tanah air.

"Untuk data lainnya boleh tidak memiliki data center di Indonesia asal sesuai dengan aturan yang dibuat oleh regulator. Aturan ini tidak hanya berlaku pada startup tetapi juga pada sektor lain seperti perbankan," ujar Semuel kepada CNBC Indonesia, Senin (22/10/2018).



Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular