
Newsletter
Sambil Pantau Corona, Jangan Lupa Ada Rapat Arab-Rusia
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
09 April 2020 05:26

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia bergerak variatif pada perdagangan kemarin. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan nilai tukar rupiah melemah, tetapi harga obligasi pemerintah cenderung menguat.
Kemarin, IHSG ditutup melemah signifikan 3,15%. Hampir seluruh indeks saham utama Asia terkoreksi, tetapi tidak ada yang sedalam IHSG.
Berikut posisi penutupan indeks saham utama pada perdagangan kemarin:
Sementara nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) melemah 0,16% ke Rp 16.150/US$ kala penutupan pasar spot. Rupiah start dengan depresiasi 0,31%, kemudian sempat semakin melemah dan dolar AS menembus kisaran Rp 16.200. Namun rupiah berhasil menipiskan pelemahan dan ditutup di bawah level tersebut, meski masih di jalur merah.
Akan tetapi situasi yang agak berbeda terlihat di pasar obligasi pemerintah alias Surat Berharga Negara (SBN). Imbal hasil (yield) SBN seri acuan tenor 10 tahun turun 3,9 basis poin (bps). Penurunan yield menunjukkan harga instrumen ini sedang naik.
Berikut perkembangan yield SBN berbagai tenor:
Data ekonomi terbaru memang kurang mendukung keperkasaan rupiah. Bank Indonesia (BI) melaporkan penjualan ritel pada Februari 2020 tekontraksi (tumbuh negatif) -0,8% secara year-on-year (YoY). Lebih dalam ketimbang kontraksi bulan sebelumnya yaitu -0,3% YoY.
Bahkan pada Maret 2020, BI memperkirakan kontraksi penjualan ritel lebih parah lagi yaitu -5,4%. Jika itu terjadi, maka akan menjadi yang terendah sejak September 2011.
Sebelumnya, BI mengumumkan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) periode Maret 2020 sebesar 113,8. Konsumen masih pede, karena nilai indeks di atas 100. Namun optimisme konsumen terus dalam tren penurunan. Bahkan pencapaian Maret 2020 adalah yang terendah sejak September 2016.
Artinya, dunia usaha dan konsumen sudah 'kompak', sudah klop. Namun bukan klop dalam hal positif, tetapi kompak melemah.
Ditambah lagi kemarin rilis data cadangan devisa yang pada akhir Maret sebesar US$ 121 miliar. Turun US$ 9,4 miliar dibandingkan bulan sebelumnya.
Cadangan devisa US$ 121 miliar adalah yang terendah sejak Mei tahun lalu. Koreksi US$ 9,4 miliar dalam menjadi yang terdalam sejak September 2011.
Penurunan cadangan devisa, apalagi kalau signifikan, bisa menjadi sentimen negatif. Pelaku pasar akan berpandangan 'peluru' untuk menjaga rupiah semakin tipis, sehingga menurunkan kepercayaan terhadap aset-aset berbasis mata uang tersebut.
Tiga data ini menggambarkan bahwa prospek ekonomi Indonesia lumayan gloomy. Oleh karena itu, IHSG dan rupiah masih rawan tertekan.
Kemarin, IHSG ditutup melemah signifikan 3,15%. Hampir seluruh indeks saham utama Asia terkoreksi, tetapi tidak ada yang sedalam IHSG.
Berikut posisi penutupan indeks saham utama pada perdagangan kemarin:
Sementara nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) melemah 0,16% ke Rp 16.150/US$ kala penutupan pasar spot. Rupiah start dengan depresiasi 0,31%, kemudian sempat semakin melemah dan dolar AS menembus kisaran Rp 16.200. Namun rupiah berhasil menipiskan pelemahan dan ditutup di bawah level tersebut, meski masih di jalur merah.
Akan tetapi situasi yang agak berbeda terlihat di pasar obligasi pemerintah alias Surat Berharga Negara (SBN). Imbal hasil (yield) SBN seri acuan tenor 10 tahun turun 3,9 basis poin (bps). Penurunan yield menunjukkan harga instrumen ini sedang naik.
Berikut perkembangan yield SBN berbagai tenor:
Data ekonomi terbaru memang kurang mendukung keperkasaan rupiah. Bank Indonesia (BI) melaporkan penjualan ritel pada Februari 2020 tekontraksi (tumbuh negatif) -0,8% secara year-on-year (YoY). Lebih dalam ketimbang kontraksi bulan sebelumnya yaitu -0,3% YoY.
Bahkan pada Maret 2020, BI memperkirakan kontraksi penjualan ritel lebih parah lagi yaitu -5,4%. Jika itu terjadi, maka akan menjadi yang terendah sejak September 2011.
Sebelumnya, BI mengumumkan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) periode Maret 2020 sebesar 113,8. Konsumen masih pede, karena nilai indeks di atas 100. Namun optimisme konsumen terus dalam tren penurunan. Bahkan pencapaian Maret 2020 adalah yang terendah sejak September 2016.
Artinya, dunia usaha dan konsumen sudah 'kompak', sudah klop. Namun bukan klop dalam hal positif, tetapi kompak melemah.
Ditambah lagi kemarin rilis data cadangan devisa yang pada akhir Maret sebesar US$ 121 miliar. Turun US$ 9,4 miliar dibandingkan bulan sebelumnya.
Cadangan devisa US$ 121 miliar adalah yang terendah sejak Mei tahun lalu. Koreksi US$ 9,4 miliar dalam menjadi yang terdalam sejak September 2011.
Penurunan cadangan devisa, apalagi kalau signifikan, bisa menjadi sentimen negatif. Pelaku pasar akan berpandangan 'peluru' untuk menjaga rupiah semakin tipis, sehingga menurunkan kepercayaan terhadap aset-aset berbasis mata uang tersebut.
Tiga data ini menggambarkan bahwa prospek ekonomi Indonesia lumayan gloomy. Oleh karena itu, IHSG dan rupiah masih rawan tertekan.
Next Page
Corona Mereka, Wall Street Bersuka-cita
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular