
Asing Keluar Rp 1,75 T Sepekan, Ternyata Ini Penyebabnya
Houtmand P Saragih, CNBC Indonesia
08 April 2020 18:15

Jakarta, CNBC Indonesia - Investor asing terus keluar (net sell) dari pasar saham domestik dalam sepekan ini atau 5 hari perdagangan terakhir.
Pada perdagangan hari ini, Rabu (8/4/2020), asing keluar dari pasar saham domestik Rp 329,22 miliar, dari seluruh pasar, yang membuat Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terkoreksi 3,18% ke level 4.626,70.
Dalam sepekan terakhir, total dana asing yang keluar dari bursa saham Indonesia mencapai Rp 1,75 triliun. Jika dihitung selama tahun berjalan, total dana asing yang keluar dari pasar saham domestik mencapai Rp 12,15 triliun.
Dalam beberapa hari ini, ada faktor hal yang menjadi pemicu keluarnya modal asing dari pasar saham domestik. Data ekonomi terbaru memang kurang mendukung untuk membuat asing bisa bertahan di pasar saham domestik.
Bank Indonesia (BI) melaporkan penjualan ritel pada Februari 2020 terkontraksi (tumbuh negatif) -0,8% secara year-on-year (YoY). Lebih dalam ketimbang kontraksi bulan sebelumnya yaitu -0,3% YoY.
Bahkan pada Maret 2020, BI memperkirakan kontraksi penjualan ritel lebih parah lagi yaitu -5,4%. Jika itu terjadi, maka akan menjadi yang terendah sejak September 2011.
Sebelumnya, BI mengumumkan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) periode Maret 2020 sebesar 113,8. Konsumen masih pede, karena nilai indeks di atas 100.
Namun optimisme konsumen terus dalam tren penurunan. Bahkan pencapaian Maret 2020 adalah yang terendah sejak September 2016.
Artinya, dunia usaha dan konsumen sudah 'kompak', sudah klop. Namun bukan klop dalam hal positif, tetapi kompak melemah.
Ditambah lagi ada rilis data cadangan devisa (cadev) yang pada akhir Maret sebesar US$ 121 miliar. Turun US$ 9,4 miliar dibandingkan bulan sebelumnya.
Cadangan devisa US$ 121 miliar adalah yang terendah sejak Mei tahun lalu. Koreksi US$ 9,4 miliar dalam menjadi yang terdalam sejak September 2011.
Penurunan cadangan devisa, apalagi kalau signifikan, bisa menjadi sentimen negatif bagi investor. Pelaku pasar akan berpandangan 'peluru' untuk menjaga rupiah semakin tipis, sehingga menurunkan kepercayaan terhadap aset-aset berbasis mata uang tersebut.
Tiga data ini menggambarkan bahwa prospek ekonomi Indonesia lumayan gloomy. Oleh karena itu, IHSG dan rupiah masih rawan tertekan selama situasi belum membaik.
Selain itu, investor asing juga tampaknya menarik dana dari pasar saham untuk ditempatkan di pasar obligasi yang hari ini menguat.
Data Refinitiv menunjukkan apresiasi harga surat utang negara (SUN) tercermin dari satu seri acuan (benchmark). Seri tersebut adalah FR0082 bertenor 10 tahun, sedangkan FR081 bertenor 5 tahun, FR0080 bertenor 15 tahun, dan FR0083 bertenor 20 tahun mengalami pelemahan.
Seri acuan yang menguat hari ini adalah FR0082 yang bertenor 10 tahun dengan penurunan yield 3,70 basis poin (bps) menjadi 8,14%. Besaran 100 bps setara dengan 1%.
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menegaskan bahwa minat investor asing terhadap instrumen investasi di Indonesia termasuk obligasi negara sebetulnya masih tinggi, kendati secara tahun berjalan atau year to date (ytd) hingga 30 Maret lalu masih terjadi aliran modal keluar mencapai Rp 145 triliun.
"Minat investasi [asing] ke Indonesia masih tinggi, meski demikian year to date terjadi net outflow, ytd naik dari saham dan obligasi, outflow Rp 145 triliun, terdiri dari Rp 131,1 triliun dan saham sekitar Rp 9,9 triliun," kata Perry, dalam update perkembangan ekonomi RI, lewat video conference, Selasa (31/3/2020).
Dia mengatakan minat investor asing yang tinggi itu tercermin dari lelang Surat Berharga Negara (SBN) yang dimenangkan pemerintah hingga Rp 22,2 triliun, di atas target sebesar Rp 15 triliun.
(hps/tas) Next Article Asing Keluar Rp 1,8 T, IHSG Terpuruk Hampir 2%
Pada perdagangan hari ini, Rabu (8/4/2020), asing keluar dari pasar saham domestik Rp 329,22 miliar, dari seluruh pasar, yang membuat Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terkoreksi 3,18% ke level 4.626,70.
Dalam sepekan terakhir, total dana asing yang keluar dari bursa saham Indonesia mencapai Rp 1,75 triliun. Jika dihitung selama tahun berjalan, total dana asing yang keluar dari pasar saham domestik mencapai Rp 12,15 triliun.
Bank Indonesia (BI) melaporkan penjualan ritel pada Februari 2020 terkontraksi (tumbuh negatif) -0,8% secara year-on-year (YoY). Lebih dalam ketimbang kontraksi bulan sebelumnya yaitu -0,3% YoY.
Bahkan pada Maret 2020, BI memperkirakan kontraksi penjualan ritel lebih parah lagi yaitu -5,4%. Jika itu terjadi, maka akan menjadi yang terendah sejak September 2011.
Sebelumnya, BI mengumumkan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) periode Maret 2020 sebesar 113,8. Konsumen masih pede, karena nilai indeks di atas 100.
Namun optimisme konsumen terus dalam tren penurunan. Bahkan pencapaian Maret 2020 adalah yang terendah sejak September 2016.
Artinya, dunia usaha dan konsumen sudah 'kompak', sudah klop. Namun bukan klop dalam hal positif, tetapi kompak melemah.
Ditambah lagi ada rilis data cadangan devisa (cadev) yang pada akhir Maret sebesar US$ 121 miliar. Turun US$ 9,4 miliar dibandingkan bulan sebelumnya.
Cadangan devisa US$ 121 miliar adalah yang terendah sejak Mei tahun lalu. Koreksi US$ 9,4 miliar dalam menjadi yang terdalam sejak September 2011.
Penurunan cadangan devisa, apalagi kalau signifikan, bisa menjadi sentimen negatif bagi investor. Pelaku pasar akan berpandangan 'peluru' untuk menjaga rupiah semakin tipis, sehingga menurunkan kepercayaan terhadap aset-aset berbasis mata uang tersebut.
Tiga data ini menggambarkan bahwa prospek ekonomi Indonesia lumayan gloomy. Oleh karena itu, IHSG dan rupiah masih rawan tertekan selama situasi belum membaik.
Selain itu, investor asing juga tampaknya menarik dana dari pasar saham untuk ditempatkan di pasar obligasi yang hari ini menguat.
Data Refinitiv menunjukkan apresiasi harga surat utang negara (SUN) tercermin dari satu seri acuan (benchmark). Seri tersebut adalah FR0082 bertenor 10 tahun, sedangkan FR081 bertenor 5 tahun, FR0080 bertenor 15 tahun, dan FR0083 bertenor 20 tahun mengalami pelemahan.
Seri acuan yang menguat hari ini adalah FR0082 yang bertenor 10 tahun dengan penurunan yield 3,70 basis poin (bps) menjadi 8,14%. Besaran 100 bps setara dengan 1%.
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menegaskan bahwa minat investor asing terhadap instrumen investasi di Indonesia termasuk obligasi negara sebetulnya masih tinggi, kendati secara tahun berjalan atau year to date (ytd) hingga 30 Maret lalu masih terjadi aliran modal keluar mencapai Rp 145 triliun.
"Minat investasi [asing] ke Indonesia masih tinggi, meski demikian year to date terjadi net outflow, ytd naik dari saham dan obligasi, outflow Rp 145 triliun, terdiri dari Rp 131,1 triliun dan saham sekitar Rp 9,9 triliun," kata Perry, dalam update perkembangan ekonomi RI, lewat video conference, Selasa (31/3/2020).
Dia mengatakan minat investor asing yang tinggi itu tercermin dari lelang Surat Berharga Negara (SBN) yang dimenangkan pemerintah hingga Rp 22,2 triliun, di atas target sebesar Rp 15 triliun.
(hps/tas) Next Article Asing Keluar Rp 1,8 T, IHSG Terpuruk Hampir 2%
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular