Kemarin, IHSG ditutup melemah 1,37%. Rantai penguatan IHSG selama delapan hari beruntun akhirnya putus juga.
Namun IHSG tidak sendirian, bahkan beberapa indeks daham Asia lainnya ada yang melemah lebih dalam. Misalnya Hang Seng (Hong Kong) dan Sensex (India) yang melemah lebih dari 2%.
Selama menguat delapan hari beruntun, IHSG sudah melonjak 5,06%. Jadi wajar kalau investor ingin mencairkan keuntungan, karena hasil yang didapat tentu sudah lumayan.
Selain itu, IHSG dkk di Asia kena imbas koreksi Wall Street yang terjadi sebelumnya. Apa boleh buat, mood investor memang sedang kurang bagus.
Minimnya pesaing membuat rupiah lebih leluasa. Hasilnya, apresiasi 0,14% sudah cukup untuk membawa rupiah menjadi mata uang terbaik Asia.
Sentimen positif yang menaungi rupiah adalah rilis data perdagangan internasional. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan, nilai ekspor pada September 2020 adalah US$ 14,01 miliar sementara impor US$ 11,57 miliar. Ini membuat neraca perdagangan membukukan surplus US$ 2,44 miliar.
Setiap bulan sepanjang kuartal III-2020. Neraca perdagangan selalu surplus. Bahkan surplusnya bukan kaleng-kaleng, mencapai US$ 8,01 miliar.
Neraca perdagangan yang surplus tebal membuat Bank Indonesia (BI) memperkirakan transaksi berjalan bisa surplus pada periode Juli-September 2020. Jika terwujud,maka akan menjadi surplus pertama sejak 2011.
Artinya, pasokan valas di perekonomian domestik sudah tidak lagi mengandalkan investasi portofolio di sektor keuangan (hot money). Ketersediaan devisa ditopang oleh aktivitas ekspor-impor barang dan jasa, yang lebih berjangka panjang dan tidak mudah keluar-masuk seperti si uang panas.
Ditopang oleh pasokan devisa yang stabil, fondasi penahan rupiah akan lebih kokoh. Rupiah menjadi relatif lebih aman dari guncangan eksternal.
Dari Wall Street, tiga indeks utama ditutup melemah. Dow Jones Industrial Average (DJIA) turun 0,07%, S&P 500 terkoreksi 0,15%, dan Nasdaq Composite berkurang 0,47%.
Pelaku pasar di New York cemas melihat data ketenagakerjaan terbaru di Negeri Paman Sam. Klaim tunjangan pengangguran pada pekan yang berakhir 10 Oktober tercatat 898.000, naik dibandingkan pekan sebelumnya yaitu 845.000. Juga lebih tinggi ketimbang konsensus pasar yang dihimpun Reuters dengan perkiraan 825.000.
Data ekonomi lain juga membuat investor kecewa. Angka pembacaan awal indeks kondisi bisnis keluaran Bank Sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) cabang New York periode Oktober 2020 adalah sebesar 32,8. Turun dibandingkan bulan sebelumnya yakni 40,3.
"Memasuki musim gugur, sepertinya sulit untuk mencari sentimen positif. Sebab, perekonomian kekurangan stimulus," tegas Christopher Grisanti, Chief Equity Strategist di MAI Capital Management yang berbasis di Cleveland, seperti dikutip dari Reuters.
Ya, pembahasan stimulus fiskal antara pemerintah dengan Kongres memang masih buntu. Gedung Putih mengajukan proposal stimulus bernilai US$ 1,8 triliun, tetapi kubu oposisi Partai Demokrat ingin di US$ 2,2 triliun. Bahkan kubu Partai Republik pendukung pemerintah juga belum memberi lampu hijau, karena memandang beban utang akan semakin berat jika nilai stimulus terlampau besar.
Kemarin, Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin sampai agak putus harapan. Eks executive vice president Goldman Sachs ini berujar bahwa paket stimulus sepertinya sulit untuk disahkan sebelum pemilihan presiden (pilpres) yang akan dihelat 3 November mendatang. Maklum, perbedaan dan kepentingan politik memang lebih mencolok pada masa-masa seperti ini.
Akan tetapi, sebetulnya ada kabar gembira. Presiden Donald Trump mengungkapkan pemerintahannya siap untuk menambah nilai stimulus fiskal.
"Kita suka stimulus, kita butuh stimulus, dan kami rasa kita harus punya stimulus. Saya sudah menginstruksikan kepada Menteri Keuangan untuk menawarkan lebih dari US$ 1,8 triliun, tetapi sampai saat ini saya belum mendengar hasilnya. Saya berharap Partai Republik setuju dengan stimulus yang lebih besar," papar Trump dalam wawancara dengan Fox Business Network, sebagaimana dikutip dari Reuters.
Namun pernyataan Trump tidak banyak membantu. Rasanya pasar sudah kadung jengah dengan janji-janji, tarik-ulur, negosiasi politik yang rumit dan berbelit-belit. Pasar menunggu aksi konkret, dan sebelum itu terjamin maka aura negatif masih akan terus membayangi.
Untuk perdagangan hari ini, investor patut menyimak sejumlah sentimen yang bisa menjadi penggerak pasar. Pertama tentu perkembangan di Wall Street yang kurang menggembirakan. Koreksi di New York bisa membuat mental pelaku pasar di Asia kalah sebelum bertanding, ini juga bisa terjadi di Indonesia.
Kedua, pernyataan terbaru Trump soal komitmen Gedung Putih soal stimulus fiskal mungkin tidak membuat Wall Street bergairah. Namun seiring waktu, investor tentu akan mencerna kabar ini dengan lebih matang dan bisa jadi menimbulkan optimisme di pasar keuangan Asia.
Saat ekonomi porak-poranda akibat pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19), dunia usaha dan rumah tangga sulit untuk diharapkan. Negara harus hadir, dan pemerintah melalui stimulus fiskal menjadi motor utama penggerak pertumbuhan ekonomi.
Kehadiran stimulus fiskal di AS tidak hanya dinantikan oleh rakyat Negeri Adidaya, tetapi juga seluruh dunia. Soalnya, AS adalah negara konsumen terbesar dunia.
Ketika stimulus fiskal mampu mendongrak permintaan di AS, maka seluruh dunia akan ikut menikmati hasilnya. Ekspor berbagai negara ke AS akan meningkat, tidak terkecuali Indonesia.
Pernyataan Trump boleh saja tidak berdampak signifikan di Wall Street. Namun ada harapan itu bisa menjadi 'doping' bagi pasar keuangan Asia.
Sentimen ketiga, perkembangan pandemi virus corona tentu sangat layak untuk diwaspadai. Lampu sorot sedang mengarah ke Eropa.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat, jumlah pasien positif corona di Benua Biru per 15 Oktober adalah 7.406.193 orang. Bertambah 131.726 orang (1,81%) dibandingkan posisi hari sebelumnya.
Tambahan 131.726 orang pasien baru dalam sehari adalah rekor tertinggi sejak virus yang bermula dari Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Republik Rakyat China itu mewabah di Eropa. Sedangkan pertumbuhan 1,81% menjadi yang tercepat sejak 10 Oktober.
Dalam 14 hari terakhir (2-15 Oktober), rata-rata jumlah pasien baru bertambah 103.159 orang setiap harinya. Naik tajam dibandingkan 14 hari sebelumnya yakni 65.482 orang per hari.
Perkembangan ini membuat sejumlah negara di Eropa kembali mengetatkan pembatasan sosial (social distancing). Bahkan pemerintah Prancis sudah memberlakukan kondisi darurat nasional.
"Tidak perlu dipertanyakan lagi, saat ini kita sedang memasuki awal gelombang serangan kedua (second wave outbreak). Untuk menghentikan laju penularan, semua bergantung kepada kita sendiri. Semakin lama kita menunggu tanpa keputusan, maka dampaknya akan semakin nyata bagi kesehatan dan perekonomian," tegas Angela Merkel, Kanselir Jerman, seperti dikutip dari Reuters.
Di Polandia, pemerintah meminta warga untuk sebisa mungkin #dirumahaja. Pemerintah juga menutup berbagai tempat yang rawan penyebaran virus corona seperti kolam renang, pusat kebugaran, dan sebagainya. Maklum, kemarin kasus corona di negara tersebut melonjak 24% dalam sehari yang menjadi rekor tertinggi.
"Anjuran utama kami adalah tetap tinggal di rumah. Jika Anda bisa bekerja di rumah, maka lakukanlah," tegas Mateusz Morawiecki, Perdana Menteri Polandia, sebagaimana diberitakan Reuters.
Selain itu, pemerintah Polandia juga mengeluarkan sejumlah aturan baru. Di daerah zona kuning, pesta keluarga boleh digelar tetapi pesertanya maksimal 20 orang dan tidak boleh berdansa. Sementara restoran wajib tutup pukul 21:00.
Sedangkan di wilayah zona merah, termasuk ibu kota Warsawa, kumpul-kumpul di luar ruangan hanya boleh dihadiri paling banyak 10 orang. Siswa sekolah dasar dan menengah pertama masih boleh belajar tatap muka di sekolah, tetapi murid sekolah menengah atas harus belajar jarak jauh.
Lalu di Republik Ceska, pemerintah melarang restoran, bar, dan klub malam untuk menerima pengunjung yang makan-minum di tempat. Seluruh pelajar (kecuali siswa pra-sekolah) juga wajib menjalani proses belajar-mengajar jarak jauh.
Pemerintah pun membatasi pertemuan di luar ruangan maksimal beranggotakan enam orang. Mengonsumsi minuman beralkohol di tempat publik tidak diizinkan, sementara pemesanan untuk dibawa pulang (takeaway) di restoran hanya boleh maksimal sampai pukul 20:00.
Menyeberang ke Inggris, pemerintahan Perdana Menteri Boris Johnson menaikkan status ibu kota London dari wilayah berisiko sedang menjadi tinggi. Artinya, tidak boleh berkumpul dengan orang-orang dari rumah tangga yang berbeda di dalam ruangan (rumah, restoran, dan sebagainya). Warga juga sebisa mungkin jangan keluar kota, kecuali untuk bekerja, sekolah, merawat orang sakit, dan urusan penting lainnya.
"Situasi akan memburuk sebelum jadi lebih baik. Saya yakin langit cerah akan datang, laut pun akan lebih tenang. Sampai saat itu datang, kita harus berjuang bersama," kata Matt Hancock, Menteri Kesehatan Inggris, seperti dikutip dari Reuters.
Meski tidak seketat Maret-Mei, tetapi tren karantina wilayah (lockdown) kembali merebak di Eropa. Bukan tidak mungkin kawasan lain akan menerapkan hal serupa jika kasus corona terus melonjak.
Oleh karena itu, prospek pemulihan ekonomi dunia sangat tidak pasti. Sebelum virus corona bisa dienyahkan, baik itu dengan vaksin, obat, atau metode pengobatan apa pun, maka sulit berharap hidup bisa normal seperti dulu lagi.
Perkembangan ini bisa membuat investor menerapkan social distancing dari aset-aset berisiko. Kalau ini terjadi, maka IHSG dan rupiah menjadi sangat rawan terkoreksi.
Sentimen keempat, investor patut mencermati perkembangan nilai tukar dolar AS. Pada pukul 02:15 WIB, Dollar Index (yang mengukur posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) menguat 0,51%.
Ketidakpastian soal stimulus fiskal dan tren lockdown akibat gelombang serangan kedua virus corona membuat investor sepertinya memilih bermain aman. Bagaimana pun juga, dolar AS adalah aset aman (safe haven) yang menjadi pilihan investor saat situasi sedang tidak menentu.
"Pembatasan dalam rangka meredam penyebaran virus corona di Eropa membuat optimisme memudar. Ditambah lagi ekonomi AS akan memasuki 'musim dingin' tanpa kehadiran stimulus fiskal," tuils Win Than dan Ilan Solot, Currency Strategist di BBH Global Currency Strategy, dalam risetnya.
Kemarin rupiah masih bisa selamat karena sentimen surplus neraca perdagangan dan transaksi berjalan. Namun jika sentimen ini sudah hilang, maka mata uang Ibu Pertiwi sepertinya harus pasrah menghadapi 'amukan' dolar AS.
Berikut sejumlah agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini:
- Rilis data tingkat pengangguran Korea Selatan periode September 2020 (06:00 WIB).
- Rilis Laporan Survei Perbankan BI periode kuartal III-2020 (10:00 WIB).
- Rilis data perdagangan internasional Zona Euro periode Agustus 2020 (16:00 WIB).
- Rilis data inflasi Zona Euro periode September 2020 (16:00 WIB).
- Rilis data penjualan ritel AS periode September 2020 (19:30 WIB).
Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:
Indikator | Tingkat |
Pertumbuhan ekonomi (kuartal II-2020 YoY) | -5,32% |
Inflasi (September 2020 YoY) | 1,42% |
BI 7 Day Reverse Repo Rate (Oktober 2020) | 4% |
Defisit anggaran (APBN 2020) | -6,34% PDB |
Transaksi berjalan (kuartal II-2020) | -1,18% PDB |
Neraca pembayaran (kuartal II-2020) | US$ 9,24 miliar |
Cadangan devisa (September 2020) | US$ 135,15 miliar |
Untuk mendapatkan informasi seputar data pasar, silakan klik di sini.
TIM RISET CNBC INDONESIA