Ledakan PHK di RI: 6 Juta Orang Mendadak Jadi Pengangguran

Muhammad Choirul Anwar, CNBC Indonesia
15 October 2020 13:48
Ketua KADIN Rosan P Roeslani di acara APINDO bersama KADIN dan HIPMI  menggelar acara Business Gathering bertema
Foto: Ketua KADIN Rosan P Roeslani di acara APINDO bersama KADIN dan HIPMI menggelar acara Business Gathering bertema "Outlook Perekonomian dan Fiscal Policy 2020". (CNBC Indonesia/Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Rosan P. Roeslani buka suara mengenai pro-kontra UU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja (Ciptaker). Menurutnya, regulasi ini punya keberpihakan yang tinggi terhadap para pekerja, terutama tenaga informal.

Dia menegaskan bahwa poin utama dari aturan ini adalah upaya membuka lapangan kerja. Pasalnya, jumlah lapangan kerja dan para pekerja makin tak seimbang.

"Saat Covid-19 ini yang nganggur saja sekarang kurang lebih hampir 7 juta orang. Di tambah dengan adanya Covid-19 ini yang dirumahkan dan yang di PHK bertambah 5-6 juta orang. Belum lagi angkatan baru setiap tahunnya menambah 2-3 juta orang setiap tahunnya," ujarnya dalam konferensi pers, Kamis (15/10/20).

Belum lagi, masih ada tambahan 8 juta orang yang setengah menganggur. Selain itu, lanjut Rosan, ada pula 2,5 juta orang pekerja paruh waktu.

"Ini semua tidak ada asosiasinya, ini semua tidak ada serikatnya. Inilah yang dipikirkan pemerintah. Bagaimana membuat mereka ini bisa bekerja tidak hanya di sektor informal tapi juga mempunyai jaring pengaman sosial yang baik sehingga mereka dapat kehidupan yang makin baik ke depan," bebernya.

Karena itu, kebutuhan atas lapangan kerja baru sangat mendesak. Belum lagi menurut dia, terdapat sebanyak 87,0% dari total penduduk bekerja yang memiliki tingkat pendidikan setingkat SMA ke bawah, dan 38,9% berpendidikan sekolah dasar, sehingga perlu mendorong penciptaan lapangan kerja baru, khususnya di sektor padat karya.

Saat ini, kata dia, yang diperlukan adalah memperbaiki iklim berusaha di Indonesia agar lebih kondusif lagi, karena meskipun data BKPM menunjukkan investasi meningkat tiap tahunnya, namun penyerapan tenaga kerjanya masih rendah. Investasi yang padat modal/manufacturing lebih memilih negara-negara tetangga lain, seperti Malaysia, Thailand dan Vietnam.

Rosan menuturkan, selain investasi dari dari dalam negeri, FDI (Foreign Direct Investment) menjadi salah satu sumber penting pembiayaan bagi Indonesia. Kehadiran FDI bisa menciptakan lapangan kerja yang cukup besar dan memberikan kontribusi yang signifikan bagi pembangunan melalui transfer aset, teknologi, hingga keterampilan teknis dan manajerial.

"FDI penting di semua tahap partisipasi Global Value Chain (GVC). Ini membutuhkan keterbukaan, perlindungan investor, serta stabilitas, iklim bisnis yang mendukung," kata dia.

Dengan begitu, ia menilai bahwa UU Cipta Kerja menjadi salah satu jawaban atas kendala utama pertumbuhan ekonomi selama ini, yakni regulasi yang terlalu banyak, tumpang tindih dan sebagian bertentangan.

Dia juga mengatakan, UU ini dapat memberikan dorongan yang signifikan untuk perekonomian, terutama pada saat sumber daya fiskal untuk stimulus ekonomi sedang terbatas.

"Semua pihak harus melihat kepentingan secara luas bukan kepentingan pengusaha atau pekerja saja, tetapi juga kepentingan orang yang tidak atau belum bekerja. Selama ini belum ada pihak yang menyuarakan kepentingan pengangguran. UU ini hadir untuk meningkatkan kompetensi pencari kerja, kesejahteraan pekerja dan mewujudkan lapangan kerja yang berkualitas di Indonesia," pungkas Rosan.


(hoi/hoi)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Alarm Keras dari Pengusaha: Waspada 'Ledakan' Pengangguran!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular