Kemarin, IHSG menguat 0,85% ke 5.176,1. Ini membuat penguatan IHSG genap terjadi selama delapan hari beruntun. Dalam delapan hari tersebut, kenaikan IHSG mencapai 5,06%.
IMF kini memperkirakan ekonomi dunia pada 2020 mengalami kontraksi (pertumbuhan negatif) 4,4%. Membaik dibandingkan proyeksi yang dirilis pada April lalu yaitu -4,9%.
"Ekonomi dunia perlahan mulai keluar dari jurang terdalam. Namun dengan virus corona yang masih menyebar, beberapa negara mulai mengerem pembukaan kembali aktivitas publik (reopening) dan sebagian bahkan mulai menerapkan karantina wilayah (lockdown) skala lokal. Perjalanan pemulihan ekonomi dunia ke level pra-pandemi masih panjang dan rentan berbalik arah," tulis laporan itu.
Akan tetapi, lembaga yang berkantor pusat itu menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Pada Juni lalu, IMF memperkirakan ekonomi Indonesia pada 2020 terkontraksi 0,3% dan para proyeksi Oktober diturunkan menjadi -1,5%.
"Hampir seluruh negara berkembang diperkirakan mencatat kontraksi ekonomi tahun ini. Sementara negara seperti India dan Indonesia tengah berjuang untuk membuat pandemi lebih terkendali," tulis laporan IMF.
Beralih ke Wall Street, tiga indeks utama ditutup melemah. Dow Jones Industrial Average (DJIA turun 0,58% ke 28.514, S&P 500 terkoreksi 0,66% menjadi 3.488,67, dan Nasdaq Composite berkurang 0,8% ke 11.768,73.
Investor di bursa saham New York kecewa dengan perkembangan terbaru pembahasan stimulus fiskal di Negeri Adidaya. Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin mengungkapkan sepertinya kesepakatan paket stimulus sulit untuk diwujudkan sebelum pemilihan presiden (pilpres) yang akan dihelat awal November mendatang.
"Untuk saat ini saya bisa bilang menyepakati sesuatu sebelum pilpres dan melaksanakannya akan sulit. Namun kami akan terus mencoba untuk mengatasi masalah ini," kata Mnuchin dalam acara Milken Institute Global Conference di Washington, seperti dikutip dari Reuters.
Kemarin, Nancy Pelosi (Ketua House of Representatives, salam satu dari dua kamar yang membentuk Kongres AS) menolak proposal paket stimulus bernilai US$ 1,8 triliun yang diajukan Gedung Putih. Angka tersebut masih di bawah usulan Partai Demokrat yaitu US$ 2,2 triliun.
Drew Hammill, Juru Bicara Pelosi, mengatakan kedua pihak sudah melakukan dialog tetapi belum mencapai kesepakatan. Mnuchin dan Pelosi dijadwalkan kembali berdialog pada Kamis waktu Washington.
"Pekan lalu, optimisme terbang tinggi seperti roket tetapi sekarang jatuh ke bumi. Namun saya rasa secara garis besar sudah ada kesamaan pandangan dari pemerintah dan Kongres soal stimulus, tinggal mengurus hal-hal detail dan kapan pelaksanaannya," kata Mike Zigmont, Head of Trading and Research di Harvest Volatility Management yang berbasis di New York, seperti diwartakan Reuters.
Namun koreksi di Wall Street tertahan oleh rilis laporan keuangan Goldman Sachs yang impresif. Pada kuartal III-2020, Goldman Sachs membukukan laba US$ 3,5 miliar, naik hampir dua kali lipat dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang sebesar US$ 1,8 miliar. Laba per saham (Earnings per Share/EPS) mencapai rekor tertinggi yaitu US$ 9,68, jauh di atas konsensus pasar yang dihimpun Refinitiv dengan perkiraan US$ 5,57.
Sedangkan laporan keuangan Well Fargo agak kurang memuaskan. Bank dengan aset terbesar keempat di Negeri Paman Sam itu membukukan laba US$ 1,72 miliar atau EPS US$ 42 sen pada kuartal III-2020. Sedikit lebih rendah dibandingkan konsensus pasar yang dihimpun Refinitiv yakni US$ 45 sen.
Untuk perdagangan hari ini, investor perlu mencermati sejumlah sentimen. Pertama tentu koreksi di Wall Street. Ada kemungkinan merahnya Wall Street akan membuat mood di pasar keuangan Asia jadi jelek, termasuk di Indonesia.
Sentimen kedua, pelaku pasar perlu memonitor perkembangan nilai tukar dolar AS. Pada pukul 03:55 WIB, Dollar Index (yang mengukur posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) melemah 0,11%.
Pelemahan dolar AS disebabkan oleh data ekonomi terbaru di Negeri Adikuasa. Pada September, inflasi tingkat produsen tercatat 0,4% dibandingkan bulan sebelumnya. Naik ketimbang Agustus yang sebesar 0,3%.
Sementara dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, inflasi produsen juga naik 0,4%. Jauh meningkat ketimbang Agustus yang -0,2%.
Ini menandakan inflasi di AS mulai merangkak naik. Dolar AS menjadi kurang menarik karena nilainya tergerus oleh inflasi, sehingga wajar investor melakukan aksi jual.
Pelemahan dolar AS bisa menjadi peluang bagi rupiah untuk bangkit. Apalagi dalam tiga hari terakhir mata uang Tanah Air tidak pernah terapresiasi. Ruang technical rebound cukup terbuka.
Sentimen ketiga adalah dari pasar komoditas, utamanya harga minyak. Pada pukul 04:02 WIB, harga minyak jenis brent melonjak 2,17% ke US$ 43,37/barel dan yang jenis light sweet melesat 2,21% menjadi US$ 41,09/barel.
American Petroleum Institute memperkirakan stok minyak mentah AS pada pekan yang berakhir 9 Oktober akan anjlok 5,42 juta barel. Penurunan pasokan otomatis membuat harga bergerak ke atas.
Lonjakan harga minyak bisa membawa optimisme ke pasar keuangan. Setidaknya bisa mengurangi volatilitas sehingga kalau pun ada koreksi tidak akan terlampau dalam.
Sentimen keempat apalagi kalau bukan perkembangan pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19). Benua Eropa masih perlu mendapat sorotan.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat jumlah pasien positif corona di Eropa per 14 Oktober adalah 7.219.501 orang. Bertambah 100.256 orang (1,41%) dibandingkan sehari sebelumnya.
Dalam 14 hari terakhir (1-14 Oktober), rata-rata pasien baru bertambah 95.488 orang per hari. Melonjak dibandingkan 14 hari sebelumnya yaitu 64.626 orang per hari.
Ini membuat sejumlah negara Eropa kembali memperketat pembatasan sosial (social distancing) demi meredam penularan virus yang awalnya menyebar di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Republik Rakyat China tersebut. Pemerintah Prancis mulai hari ini memberlakukan status darurat kesehatan nasional.
"Pandemi virus corona merupakan bencana kesehatan. Ini memberi justifikasi pemberlakuan kondisi darurat sehingga pemerintah dapat melakukan berbagai langkah yang proporsional untuk menurunkan risiko gangguan kesehatan masyarakat," sebut keterangan resmi pemerintah Prancis, seperti dikutip dari Reuters.
Pemerintahan Presiden Emmanuel Macron memang belum menyebut secara eksplisit soal langkah yang akan ditempuh. Namun atas nama kondisi darurat nasional, pemerintah punya kuasa untuk menerapkan berbagai kebijakan, termasuk kembali melakukan lockdown berskala nasional.
Sementara di Rusia, tambahan pasien baru menembus rekor tertinggi dalam sehari yaitu mencapai 14.231 orang. Perkembangan ini membuat pemerintah Kota Moskow melarang aktivitas belajar-mengajar tatap muka di kelas untuk siswa sekolah menengah.
"Keputusan yang tidak mudah. Namun sangat dibutuhkan mengingat situasi epidemi yang tidak memungkinkan," kata Sergei Sobyanin, Wali Kota Moskow, sebagaimana diwartakan Reuters.
Gelombang serangan virus corona yang kian mengkhawatirkan bisa membuat investor menerapkan social distancing kepada aset-aset berisiko, termasuk di pasar keuangan Indonesia. Tentu bukan kabar gembira buat IHSG dkk.
Sentimen keempat, kali ini dari dalam negeri, Badan Pusat Statistik (BPS) akan mengumumkan data perdagangan internasional periode September. Sepertinya neraca perdagangan lagi-lagi akan membukukan surplus yang cukup besar.
Konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan ekspor terkontraksi atau tumbuh negatif nyaris 8% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year/YoY). Sementara impor diperkirakan ambles 25,15% YoY. Ini membuat neraca perdagangan surplus US$ 2,06 miliar.
Jika sesuai dengan ekspektasi, maka surplus perdagangan sepanjang kuartal III-2020 tidak main-main. Angkanya mencapai lebih dari US$ 7 miliar.
Tingginya surplus neraca perdagangan membuat transaksi berjalan Indonesia kemungkinan bisa surplus pada kuartal III-2020. Kalau terwujud, maka akan menjadi surplus pertama sejak 2011.
Sejatinya surplus transaksi berjalan adalah sesuatu yang harus disyukuri. Sudah sembilan tahun Indonesia tidak pernah mengalaminya, sampai-sampai muncul kebiasaan menyebut transaksi berjalan dengan CAD (Current Accont Deficit).
Namun kali ini sepertinya surplus transaksi berjalan bukan hal yang membanggakan. Bahkan semakin menegaskan bahwa ekonomi Indonesia sedang terjebak di 'lumpur' resesi.
Sebab, surplus transaksi berjalan datang dari impor yang ambrol. Sejak April, impor jatuh dengan kontraksi dua digit.
Lebih dari 90% impor Indonesia adalah bahan baku/penolong dan barang modal yang dipakai untuk proses produksi industri dalam negeri. Impor barang konsumsi hanya sedikit, tidak sampai 10%.
Jadi, memang betul Indonesia akhirnya bisa mencatatkan surplus transaksi berjalan. Namun surplus ini bukan tercipta dalam kondisi ideal, tetapi karena keprihatinan. Surplus transaksi berjalan terasa semakin hambar karena justru semakin menegaskan bahwa ekonomi Indonesia sedang mati suri, masuk jurang resesi.
Berikut sejumlah agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini:
- Rilis data tingkat pengangguran Australia periode September 2020 (07:30 WIB).
- Rilis data inflasi China periode September 2020 (08:30 WIB).
- Rilis data Statistik Utang Luar Negeri Indonesia periode Agustus 2020 (10:00 WIB).
- Rilis data perdagangan internasional Indonesia periode September 2020 (11:00 WIB).
- Rilis data inflasi Prancis periode September 2020 (13:45 WIB).
- Rilis data cadangan devisa Turki per 9 Oktober 2020 (18:30 WIB).
- Rilis data klaim tunjangan pengangguran AS periode pekan yang berakhir 10 Oktober 2020 (19:30 WIB).
- Rilis data stok minyak AS versi US Energy Information Administration untuk pekan yang berakhir 9 Oktober 2020 (22:00 WIB).
Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:
Indikator | Tingkat |
Pertumbuhan ekonomi (kuartal II-2020 YoY) | -5,32% |
Inflasi (September 2020 YoY) | 1,42% |
BI 7 Day Reverse Repo Rate (Oktober 2020) | 4% |
Defisit anggaran (APBN 2020) | -6,34% PDB |
Transaksi berjalan (kuartal II-2020) | -1,18% PDB |
Neraca pembayaran (kuartal II-2020) | US$ 9,24 miliar |
Cadangan devisa (September 2020) | US$ 135,15 miliar |
Untuk mendapatkan informasi seputar data pasar, silakan klik di sini.
TIM RISET CNBC INDONESIA