Bisakah Vaksin Covid-19 Akhiri Pandemi & Hidup Normal Lagi?

Tech - Rahajeng Kusumo Hastuti, CNBC Indonesia
13 October 2020 15:25
FILE - In this May 25, 2020, file photo, a lab technician extracts a portion of a COVID-19 vaccine candidate during testing at the Chula Vaccine Research Center, run by Chulalongkorn University in Bangkok, Thailand. As the race for a vaccine against the new coronavirus intensifies, many rich countries are rushing to the front of the line by placing advance orders for the inevitably limited supply to guarantee their citizens are immunized first.  (AP Photo/Sakchai Lalit, File) Foto: Ilustrasi Kandidat Vaksin Covid-19 (AP/Sakchai Lalit)

Jakarta, CNBC Indonesia- Saat ini seluruh dunia tengah menunggu kehadiran vaksin Covid-19 untuk menghentikan penyebaran virus ini. Beberapa perusahaan farmasi dan lembaga penelitian kini tengah berlomba menciptakan vaksin untuk virus baru ini dan diharapkan dapat menciptakan kekebalan buatan.

"Kalau bicara vaksin penyakit sebelum ini antara virus ditemukan dan vaksin ditemukan butuh bertahun-tahun. Kalau memang ini akan ditemukan, ini vaksin pertama yang ditemukan dalam waktu yang singkat setelah virus ditemukan," kata Eks Direktur Penyakit Menular WHO South-East Asia Region Prof dr Tjandra Yoga Aditama, Selasa (13/10/2020).

Namun situasi saat ini berbeda, karena kemajuan teknologi. Saat dunia dihantam Covid-19, dia mengungkapkan vaksin berpotensi hadir dalam waktu tidak lama lagi. Tjandra mengatakan hingga 1-2 minggu yang lalu ada sekitar 9 vaksin yang telah memasuki fase 3.

"Vaksin lain butuh waktu lama, tetapi untuk vaksin Covid-19 akan ada yang berhasil dalam hitungan bulan katakanlah minimal ada 9 vaksin yang uji klinis fase 3," katanya.

Setelah vaksin dapat ditemukan, harus ada beberapa hal yang diperhatikan. Tjandra menyebutkan, pertama, nantinya harus jelas berapa presentase proteksi dari vaksin tersebut, apakah 100% ataukah 70%. Jika tidak sampai 100% maka harus ada  proteksi dalam teknik lainnya.

Kedua, berapa kekebalan buatan akan didapatkan apakah dalah hitungan tahun atau bulan. Dengan begitu dapat diketahui jangka waktu untuk memberikan vaksin kembali kepada seseorang.

"Ketiga, vaksin mana yang dipilih. Ada yang sekali dan dua kali. semua vaksin kan dalam uji klinis fase 3, setelah itu akan didapatkan gambaran masing-masing vaksin," kata Tjandra.

Dia juga mengatakan lockdwon bukanlah pendekatan utama. Dalam menangani Covid-19 selain melakukan lockdown harus dilakukan test, tracing, dan treat atau penanganan dengan perawatan di fasilitas kesehatan atau isolasi mandiri (3T).

"Masalahnya adalah kita ingin menghentikan penularan, dan penularan bisa dihentikan adalah yang sakit ditemukan dan diisiolasi supaya tidak menularkan. Mereka yang sehat melakukan protokol kesehatan, dan hidup sehat, jadi kalau ada yang sakit tidak menulari dia," kata Tjandra, Selasa (13/10/2020).

Selain itu, penularan dari sakit ke orang yang sehat harus dicegah semaksimal mungkin. Jika isolasi tidak bisa dilakukan maka isoalsi dan karantina dibuat satu wilayah menjadi lockdown yang namanya berbeda di setiap negara.

"Pengalaman negara lain situasinya berkembang dari waktu ke waktu, dari Malaysia juga kan dilakukan pembatasan karena kasusnya meningkat, Eropa juga menerapkan kebijakan yang lebih ketat," katanya.

Kondisi epidimologi, bagaimana tren perkembangan kasus, serta kesiapan fasilitas kesehatan harus menjadi pertimbangan penting apakah perlu pembatasan atau tidak. Selain itu menurutnya masing-masing negara punya kebijakan sendiri yang baik.

[Gambas:Video CNBC]



Artikel Selanjutnya

Kapan Pandemi Corona Berakhir dan Hidup Kembali Normal?


(roy/roy)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Terpopuler
    spinner loading
LAINNYA DI DETIKNETWORK
    spinner loading
Features
    spinner loading