
Menghitung Potensi Resesi AS dan Bahayanya bagi RI
Prima Wirayani, CNBC Indonesia
10 December 2018 07:25

Jakarta, CNBC Indonesia - Perekonomian Amerika Serikat (AS) tengah dihantui kecemasan akan terjadinya perlambatan ekonomi yang berujung resesi.
Hal ini diawali pada 4 Desember lalu ketika terjadi inversi atau pembalikan imbal hasil (yield) obligasi AS tenor tiga dan lima tahun. Yield obligasi bertenor lima tahun seharusnya lebih tinggi dibandingkan tiga tahun karena investor ingin imbal hasil yang lebih tinggi karena memenag surat utang itu dalam periode yang lebih panjang.
Namun, hari itu yield terbalik yang mengindikasikan bahwa pelaku pasar memperkirakan akan terjadi risiko ekonomi yang lebih besar dalam jangka pendek.
Pada akhir perdagangan hari itu, spread yield obligasi AS tenor 3 dan 5 tahun adalah sebesar 2 basis poin (bps).
Dalam tiga resesi terakhir yang terjadi di AS (1990, 2001, dan 2007), selalu terjadi inversi pada spread yield obligasi tenor tiga dan lima tahun rata-rata 26,3 bulan sebelum resesi dimulai, dilansir dari CNBC International yang mengutip Bespoke.
Selain itu, dalam tiga resesi terakhir yang terjadi di AS, selalu terjadi inversi pada spread yield obligasi tenor tiga bulan dan 10 tahun rata-rata 89 hari setelah inversi pertama pada obligasi tenor tiga dan lima tahun.
Masalahnya, spread yield obligasi tenor tiga bulan dan 10 tahun terus saja menipis, walaupun angkanya masih positif (inversi belum terjadi). Per awal bulan lalu, nilainya adalah sebesar 82 basis poin (bps). Per akhir perdagangan hari Jumat (7/12/2018), nilainya tersisa 45 bps saja, dikutip dari newsletter Tim Riset CNBC Indonesia.
Hal ini membuat cemas pasar. Jumat pekan lalu, Wall Street kembali anjlok karena kekhawatiran terkait resesi ini yang ditambah dengan makin tak pastinya nasib kesepakatan dagang AS-China.
Indeks Dow Jones turun 2,24%, indeks S&P 500 melemah 2,33%, dan indeks Nasdaq Composite terkoreksi 3,05%.
Sepanjang pekan lalu, tiga indeks utama Wall Street itu amblas. iDow Jones anjlok 4,5%, indeks S&P 500 ambruk 4,6%, dan indeks Nasdaq Composite terpangkas 4,93%. Koreksi yang begitu dalam membuat indeks Dow Jones dan S&P 500 kini membukukan imbal hasil negatif secara year-to-date.
NEXT
Hal ini diawali pada 4 Desember lalu ketika terjadi inversi atau pembalikan imbal hasil (yield) obligasi AS tenor tiga dan lima tahun. Yield obligasi bertenor lima tahun seharusnya lebih tinggi dibandingkan tiga tahun karena investor ingin imbal hasil yang lebih tinggi karena memenag surat utang itu dalam periode yang lebih panjang.
Namun, hari itu yield terbalik yang mengindikasikan bahwa pelaku pasar memperkirakan akan terjadi risiko ekonomi yang lebih besar dalam jangka pendek.
Dalam tiga resesi terakhir yang terjadi di AS (1990, 2001, dan 2007), selalu terjadi inversi pada spread yield obligasi tenor tiga dan lima tahun rata-rata 26,3 bulan sebelum resesi dimulai, dilansir dari CNBC International yang mengutip Bespoke.
Selain itu, dalam tiga resesi terakhir yang terjadi di AS, selalu terjadi inversi pada spread yield obligasi tenor tiga bulan dan 10 tahun rata-rata 89 hari setelah inversi pertama pada obligasi tenor tiga dan lima tahun.
Masalahnya, spread yield obligasi tenor tiga bulan dan 10 tahun terus saja menipis, walaupun angkanya masih positif (inversi belum terjadi). Per awal bulan lalu, nilainya adalah sebesar 82 basis poin (bps). Per akhir perdagangan hari Jumat (7/12/2018), nilainya tersisa 45 bps saja, dikutip dari newsletter Tim Riset CNBC Indonesia.
Hal ini membuat cemas pasar. Jumat pekan lalu, Wall Street kembali anjlok karena kekhawatiran terkait resesi ini yang ditambah dengan makin tak pastinya nasib kesepakatan dagang AS-China.
Indeks Dow Jones turun 2,24%, indeks S&P 500 melemah 2,33%, dan indeks Nasdaq Composite terkoreksi 3,05%.
Sepanjang pekan lalu, tiga indeks utama Wall Street itu amblas. iDow Jones anjlok 4,5%, indeks S&P 500 ambruk 4,6%, dan indeks Nasdaq Composite terpangkas 4,93%. Koreksi yang begitu dalam membuat indeks Dow Jones dan S&P 500 kini membukukan imbal hasil negatif secara year-to-date.
NEXT
Pages
Most Popular