
Deretan Crazy Rich Dunia Juga Ramalkan AS Resesi
Anthony Kevin & Rehia Sebayang, CNBC Indonesia
07 December 2018 15:58

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan global tengah diselimuti kecemasan terkait kemungkinan Amerika Serikat (AS) akan mengalami resesi, terlebih setelah terjadi apa yang disebut dengan inverted yield.
Sejak Senin, yield untuk bond AS bertenor tiga tahun naik melebihi surat utang berjangka waktu lima tahun. Ini menggambarkan perkiraan investor bahwa akan ada risiko yang lebih tinggi terhadap perekonomian dalam jangka pendek dibandingkan jangka panjang.
Fenomena ini dipandang sebagai tanda-tanda resesi meskipun resesi yang sebenarnya mungkin baru akan terjadi beberapa tahun setelahnya. Banyak pelaku pasar tidak melihat kejadian itu sebagai tanda resmi resesi sampai yield obligasi bertenor dua tahun melampaui patokan 10 tahun.
Sebenarnya, April lalu orang-orang superkaya dunia atau crazy rich telah memprediksi AS akan mengalami resesi.
Sebanyak 75% investor superkaya memprediksi perekonomian terbesar di dunia itu akan menghadapi resesi tahun 2020, menurut temuan survei JPMorgan.
Dari mereka yang memprediksi perlambatan ekonomi AS, lima orang atau 21% dari responden yakin kelesuan akan dimulai tahun 2019. Sementara itu, 50% responden memprediksi perlambatan ekonomi akan dimulai tahun 2020, dilansir dari CNBC International.
Spring Investment Barometer dari JPMorgan Private Bank mengadakan survei terhadap lebih dari 700 klien perorangan global di seluruh Eropa dan Timur Tengah.
Kategori superkaya (ultra-high net worth individuals/HNWI) umumnya menggolongkan siapapun yang memiliki aset keuangan yang cair senilai lebih dari US$30 juta (Rp 434,5 miliar), sementara itu kategori kaya didefinisikan dengan kepemilikan aset senilai lebih dari US$1 juta.
Data Refinitiv menunjukkan inverted yield kali pertama terjadi pada perdagangan tanggal 4 Desember 2018. Pada akhir perdagangan hari itu, spread yield obligasi AS tenor 3 dan 5 tahun hanya sebesar 2 bps.
Pada perdagangan hari Jumat (7/12/2018), spread yield obligasi AS tenor 3 dan 5 tahun kembali menjadi 2 bps setelah kemarin sempat melebar menjadi 3 bps.
Sementara itu, spread yield obligasi 3 bulan dan 10 tahun yang dianggap pasar lebih tepat meramalkan resesi belum mengalami inversi namun telah menipis menjadi 47 bps hari Jumat dari 82 bps di awal November, menurut data Refinitiv.
Tiga resesi terakhir yang terjadi di AS (1990, 2001, dan 2007), menunjukkan selalu terjadi inversi pada spread yield obligasi tenor 3 dan 5 tahun rata-rata 26,3 bulan jelang perlambatan ekonomi itu benar-benar terjadi, dilansir dari CNBC International yang mengutip Bespoke.
(prm) Next Article Bukan Bola Kristal, Inverted Yield tak Selalu Ramalkan Resesi
Sejak Senin, yield untuk bond AS bertenor tiga tahun naik melebihi surat utang berjangka waktu lima tahun. Ini menggambarkan perkiraan investor bahwa akan ada risiko yang lebih tinggi terhadap perekonomian dalam jangka pendek dibandingkan jangka panjang.
Fenomena ini dipandang sebagai tanda-tanda resesi meskipun resesi yang sebenarnya mungkin baru akan terjadi beberapa tahun setelahnya. Banyak pelaku pasar tidak melihat kejadian itu sebagai tanda resmi resesi sampai yield obligasi bertenor dua tahun melampaui patokan 10 tahun.
Sebanyak 75% investor superkaya memprediksi perekonomian terbesar di dunia itu akan menghadapi resesi tahun 2020, menurut temuan survei JPMorgan.
Dari mereka yang memprediksi perlambatan ekonomi AS, lima orang atau 21% dari responden yakin kelesuan akan dimulai tahun 2019. Sementara itu, 50% responden memprediksi perlambatan ekonomi akan dimulai tahun 2020, dilansir dari CNBC International.
![]() |
Spring Investment Barometer dari JPMorgan Private Bank mengadakan survei terhadap lebih dari 700 klien perorangan global di seluruh Eropa dan Timur Tengah.
Kategori superkaya (ultra-high net worth individuals/HNWI) umumnya menggolongkan siapapun yang memiliki aset keuangan yang cair senilai lebih dari US$30 juta (Rp 434,5 miliar), sementara itu kategori kaya didefinisikan dengan kepemilikan aset senilai lebih dari US$1 juta.
Data Refinitiv menunjukkan inverted yield kali pertama terjadi pada perdagangan tanggal 4 Desember 2018. Pada akhir perdagangan hari itu, spread yield obligasi AS tenor 3 dan 5 tahun hanya sebesar 2 bps.
Pada perdagangan hari Jumat (7/12/2018), spread yield obligasi AS tenor 3 dan 5 tahun kembali menjadi 2 bps setelah kemarin sempat melebar menjadi 3 bps.
Sementara itu, spread yield obligasi 3 bulan dan 10 tahun yang dianggap pasar lebih tepat meramalkan resesi belum mengalami inversi namun telah menipis menjadi 47 bps hari Jumat dari 82 bps di awal November, menurut data Refinitiv.
Tiga resesi terakhir yang terjadi di AS (1990, 2001, dan 2007), menunjukkan selalu terjadi inversi pada spread yield obligasi tenor 3 dan 5 tahun rata-rata 26,3 bulan jelang perlambatan ekonomi itu benar-benar terjadi, dilansir dari CNBC International yang mengutip Bespoke.
(prm) Next Article Bukan Bola Kristal, Inverted Yield tak Selalu Ramalkan Resesi
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular