Seri Underground Economy

Aku Cha, Penjaja Konten dan Open BO Cuan Rp50 Juta/Bulan

Muhammad Maruf, CNBC Indonesia
26 August 2023 18:31
06 November 2022, Lower Saxony, Oldenburg: A prostitute sits on a bed in a studio under red lighting. During a press conference, the Berufsverband erotische und sexuelle Dienstleistungen e.V. (BesD) informs about the current legal situation in prostitution and the Prostitute Protection Act. Photo: Hauke-Christian Dittrich/dpa (Photo by Hauke-Christian Dittrich/picture alliance via Getty Images)
Foto: dpa/picture alliance via Getty I/picture alliance
Masalah moral, masalah akhlak Biar kami cari sendiri
Urus saja moralmu, urus saja akhlakmu. Peraturan yang sehat yang kami mau
Turunkan harga secepatnya Berikan kami pekerjaan Tegakkan hukum setegak-tegaknya. Adil dan tegas tak pandang bulu
Pasti kuangkat engkau Menjadi manusia setengah dewa
Wahai presiden kami yang baru Kamu harus dengar suara ini~Manusia Setengah Dewa, Iwan Fals

Jakarta, CNBC Indonesia - "Sebenarnya mudah banget cowok sange(birahi, red) itu diperalat. Rp500 ribu, lima menit cuma buat VC (video call) buka tet*ek," tutur Cha, gadis berkulit sawo manis bertubuh montok. Usianya kira kira 24 tahun, mahasiswi sebuah perguruan tinggi negeri di Jabodetabek. Pandemi Covid-19 pada 2020 mengubah perjalanan hidup gadis perantau asal Kalimantan ini.

Tanpa pengawasan orang tua hidup Cha di Jakarta bebas di awal 2019. Mula-mulanya cuma iseng pamer swa photo di media sosial, seperti kebanyakan muda-mudi lainnya. Semakin kesini, semakin syur, jadi mengundang pengikut. Tapi saat Pandemi menggila akhir 2020, dan kiriman orang tua sudah tidak bisa lagi cukup untuk membiayai kebutuhan, Cha yang bingung mencari tambahan uang menemukan solusi gampang.

"Disuruh temen, mending ngontenaja sih. Manglagi butuh uang, pertengahan bulan sisa duit Rp200 ribu, sedangkan aku nggak mungkin minta mama aku, soalnya nggak enakan aku tuh," ujarnya dalam percakapan lebih dari tiga jam dengan CNBC Indonesia Intelligence Unit, di sebuah cafe dekat Stasiun Kota Bogor, Jawa Barat.

Menjual konten syur atau biasa dikenal dengan private content(PV) adalah modus paling umum dan lazim dilakukan gadis-gadis belia yang tahu mahalnya tubuh mereka untuk sekedar dipamerkan. Umumnya, mereka menggunakan akun alter (anonim) di Twitter untuk menjaring pembeli. Meskipun konten dewasa amat mudah diperoleh di internet, namun jasa PV itu tetap memiliki segmen konsumen, khususnya yang laki-laki yang suka terhadap objek gadis penjual konten, atau istilahnya fetish.

"Kadang sih, aku cuma ngetweet; lagi sangenih, atau lagi butuh nih. Ntar ada aja yang kirim Rp200 ribu, Rp300 ribu, sampai Rp 1 juta," ungkap Cha yang pernah mendapatkan tawaran fetishkencing di muka pelanggannya. Sistem transaksi konten privateini cukup canggih, bisa berupa anggota berbayar akun medsos digembok/private, diarahkan pada grup WA atau Telegram dengan pembayaran via dompet digital. Kekinian, banyak yang menggunakan aplikasi platform konten kreator seperti Saweria dan Trakteer, yang menjembatani antara kreator dan pengguna, termasuk skema pembayarannya. Sistem ini amat melindungi privasi penyedia konten.

Bisnis konten porno ini paling banyak dijumpai dibandingkan layanan lain, sepeti Open BO, Love Care/Cuddle Care, blow job in the car, swinger (mmf/ffm/mmff), gigolo, psk laki-laki, pijat pijat vitalitas dan lain sebagainya. Umumnya, umur gadis konten kreator ini masih belia, mulai dari 14 tahun hingga 30 tahun. Menjamur, karena mudah; tinggal posting, lalu dibayar, bahkan seperti Cha yang punya 27 ribu follower di Twitter selalu dinantikan rilis konten merangsangnya.

Sebaliknya, permintaan cukup tinggi dari mulai dari usia anak remaja sampai kakek-kakek yang memiliki fantasi seksual liar, seperti konten gadis niqab, hijab binal, kostum wibu-budaya Jepangsampai berbaju anak SMU, dokter, perawat, pramugari. Ada juga konsumen yang mengalami gangguan seksual seperti fetish, yang suka menonton gadis-gadis itu kencing atau berak. Gadis-gadis belia yang mula-mula iseng dengan jualan konten itu, pada umumnya tidak sadar satu kaki mereka setengah masuk pada industri selanjutnya; prostitusi.

Lompatan Karir; Open BO

Ada dua faktor yang menurut Cha, dan merangkum dari teman-temannya, sebagai pemicu ia yang akhirnya memilih mundur dari bangku kuliah terjebak dalam dunia bisnis esek-esek ini. Pertama adalah kebutuhan dasar, dimana mereka tak cukup punya uang untuk mencukupi kebutuhan sementara mencari pekerjaan sampingan sulit. Kedua pergaulan di dunia itu menyeret pada gaya hidup tinggi seperti staycation, liburan, tas-baju-perawatan mahal hingga biaya dugem di klub tiap malam.

"Awalnya cuma butuh sejuta buat makan. Tapi, lama-kelamaan, oh ternyata gampang ya dapet duitnya. Akhirnya, kita juga punya perawatan kaya menipedi, gitu gitu, jadi kaya gaya hidup," aku Cha.

Kebutuhan tinggi membuat Cha kemudian masuk pada jasa yang lebih memberikan cuan besar; Open BO, atau kependekan dari open booking order, open booking online, open booking out.Artinya, menerima layanan jasa senggama. Dalam riset investigasi pertama yang sudah publikasikan berjudul MENJERAT OM-OM DENGAN STAYCATION, diketahui berdasarkan survei pendapatan dari layanan ini sangat menggiurkan.

"Sekarang kira-kira sih bisa dapat Rp50 juta sebulan. Terakhir tarif Rp 1 juta exclude (biaya hotel ditanggung konsumen. Kalo include (termasuk hotel) Rp1,8 juta. Lumayan sih, sehari bisa dua pelanggan, paling banyak empat dari twitter semua itu," aku Cha yang pertama kali menawarkan jasanya secara terselubung melalui aplikasi kencan Tinder karena banyak om-om tajir disana. Untuk pendapatan tetap, Cha pernah menjadi sugar baby dengan bayaran Rp5 juta per bulan, untuk melayani kebutuhan seks bapak asuhnya sesekali dalam sebulan.

Dari survei CNBC Indonesia Intelligence Unit pada 59 akun Twitter penyedia jasa layanan seks dengan rata-rata follower 3.793, didapat gambaran rata-rata tarif sekali open BO per jam Rp1,117,000 untuk sekali senggama atau maksimal satu jam, dan long time atau 24 jam sebesar Rp 13,541,000 untuk bercinta sepuasnya. Tarif jam-jaman di Jakarta sekitar Rp1 juta dan tertinggi di Yogyakarta hampir Rp1,4 juta. Tarif ini bisa dikatakan mengalami inflasi hingga 300% lebih dalam satu dekade terakhir, berdasarkan riset serupa yang pernah dipublikasikan oleh Bloomberg Businessweek Indonesia pada 2012.

Selain sulit cari kerja atau masalah ekonomi, kajian Sri Hartini Jatmikowati (2015) pada Mediterranean Journal of Social Sciences menyimpulkan faktor lain yang membuat gadis-gadis muda terjebak pada dunia prostitusi. Diantaranya, kurangnya dialog dan keterbukaan dengan orang tua, pergaulan, kurang perhatian dari orang tua, depresi dan kehilangan harga diri. Cha bercerita ia mulai berkenalan dengan media sosial terlalu dini sehingga menjadi incaran para pedofil.

"Aku dari dulu main facebook terus foto pakai singlet itu rasanya cakep banget, sexy banget saat SMP. Terus ketemu orang umur 27-28 an [di facebook] dikenalin tentang seks, disuruh foto seksi dikasih pulsa. Cari timun deh, cari terong deh..aku masih takut juga sih masukin (terong) gede banget, emang masuk ya (ke alat vital) Namanya anak kecil ga ngerti. Saya nggak pernah tuh pernah sex education dari orang tua. Aku pernah nge gap mereka [orang tua] lagi bersenggama, majalah dewasa papa aku, video-video gitu," ujar Cha.

Kisah hidup Cha mengkonfirmasi klaim Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo saat berdiskusi dengan CNBC Indonesia beberapa waktu lalu.Bahwa, dari sisi usia anak muda Indonesia cenderung lebih muda untuk mengenal dan melakukan aktivitas seksual, sementara usia pernikahan semakin mundur atau tua. "Waktu itu sama om-om saat SMA, dia bilang; aku gak mau ngewe*in kamu, karena kamu masih punya masa depan, kamu anaknya pinter. Tapi waktu aku cuma diminta nge-BJ (oral sex) langsung dibilang jago sih. Aku juga suka nonton bo*ep sih," akunya.

Lingkaran Setan Pengangguran Muda Tinggi

Menurut Asian Labour Journal, sebanyak 88% perempuan di Indonesia menjadi pekerja seks karena alasan ekonomi sulit. Peningkatan ini salah satunya didorong oleh perkembangan pesat wisata seks yang menjadi fenomena global, dimana Indonesia menurut laporan mereka adalah tujuan utama, khususnya anak-anak di bawah umur bagi turis asing dan lokal. Diperkirakan, sekitar 100 ribu anak dan perempuan diperbudak oleh germo setiap tahun untuk memasok kebutuhan wisata seks, dimana 30% diantaranya berusia di bawah 18 tahun.

Sementara, The Women's Institute menyebut sekitar 43,5% korban perdagangan manusia untuk kebutuhan bisnis birahi ini berumur di kisaran 14 tahun, sebab gadis Asia seusia ini memang paling diminati para pelancong seks. Plus, ada 40-70 ribu anak-anak korban perdagangan manusia yang tidak dipekerjakan sebagai pekerja seks, tapi dijajakan oleh germo untuk eksploitasi seksual jenis lain. "Jaringan pedofil Australia telah menyusup ke Bali dengan dalih mengadopsi atau mengasuh anak-anak miskin," kata mereka.

Sementara dari sisi kondisi sosial ekonomi, euforia hedon yang menjangkiti Generasi Z, atau yang lahir tahun 1997-2012, dipicu fenomena flexing di media sosial tetapi tidak diimbangi oleh kemampuan finansial membuat mereka banyak terjerumus pada dunia prostitusi. Lowongan pekerjaan bagi Gen Z memang memburuk sejak tahun 2016, dimana terjadi pemutusan hubungan kerja dan berkurangnya lapangan kerja baru. Ini mengakibatkan naiknya jumlah pekerja informal.

Peta demografi pengangguran di Indonesia memang mengkhawatirkan dan menunjang simpulan dari sumber di Kemnaker itu. Tingkat pengangguran pemuda berusia antara 15-30 tahun konsisten tinggi sejak 2015 hingga 2022 rata-rata 14,1% versus pengangguran semua umur 5,8%. Data ini diperjelas dengan proporsi usia pengangguran yang tahun lalu berjumlah 7,99 juta orang, dimana anak muda usia 15-24 mendominasi sebesar 46% sementara usia 25-59 sebesar 23%.

Sementara itu mayoritas Gen Z yang sudah bekerja masih jauh dari sejahtera. Hal ini tampak pada dua indikator utama, yakni Precarious Employment Rate (PER) atau pengukuran stabilitas dan jaminan pekerjaan, dan Low Pay Rate (LPR) atau indikator untuk mengukur tingkat kesejahteraan. Precarious employment adalah pekerjaan tidak tetap, mencakup pekerja bebas (baik pekerja bebas pertanian maupun nonpertanian), buruh dengan kontrak kerja jangka waktu tertentu, dan buruh dengan kontrak kerja lisan/tidak memiliki perjanjian/kontrak.

Umumnya, precarious employment bekerja dalam jangka waktu pendek dan tidak terlindungi oleh jaminan sosial dan persentasenya mayoritas, mencapai 54,31% dari total pemuda yang bekerja. Sementara itu, LPR yang bertujuan untuk mengetahui seberapa banyak buruh dengan upah rendah atau yang mendapat gaji di bawah 2/3 median upah. Situasinya, pada 2022 menunjukkan sebanyak 33,05% pemuda yang bekerja dibayar dengan upah di bawah median itu.

Aktivitas Digital Underground Economy Makin Marak

Underground economy adalah kegiatan-kegiatan ekonomi baik secara legal maupun ilegal yang terlewat dari perhitungan Produk Domestik Bruto (PDB), atau dikenal juga sebagai unofficially economy, black economy (Scheineider & Enste, 2000). Aktivitas ekonomi bawah tanah ini marak terjadi di negara miskin dan berkembang seperti Indonesia. Mencakup praktik korupsi pejabat, penambangan dan pembalakan liar, pencurian ikan, penghindaran pajak, bisnis UMKM, hingga di level masyarakat seperti prostitusi, pencurian, dan perjudian.

Studi Sri Juli Asdiyanti Samuda (2016) yang menyimpulkan nilai rata-rata underground economy di Indonesia sebesar Rp 94 triliun setiap kuartal atau sekitar 8,33% dari PDB Indonesia. Ini juga mengakibatkan potensi pajak hilang sebesar Rp11 triliun atau sekitar 1% terhadap PDB. Menggunakan pendekatan yang sama, Kharisma & Khoirunurrofik (2019) mengatakan nilai underground economy di provinsi seluruh Indonesia berkisar antara 3.8-11.6% dari PDRB, atau rata-rata 8% setiap provinsi per tahun.

Akan tetapi, rasio temuan Samuda (2016) dan Kharisma & Khoirunurrofik (2019) masih jauh di bawah estimasi Bank Dunia yang memperkirakan nilai aktivitas underground economy di Indonesia mencapai 21,76% terhadap PDB. Bank Dunia mengacu hasil riset Medina & Schneider (2018) dengan paper berjudul Shadow Economies Around the World: What Did We Learn Over the Last 20 Years? Kedua ekonom itu menggunakan metode baru Currency Demand Approach (CDA) dan Multiple Indicators Multiple Causes (MIMIC) yang lebih komplit daripada pendekatan moneter semata.

Berdasarkan kajian lawas Organisasi Buruh Dunia (ILO), yang menganalisis praktik bisnis syahwat di empat negara Malaysia, Thailand, Indonesia dan Filipina-sebelum reformasi 1998-nilai bisnis industri layanan seks ini diperkirakan berkisar diantara 2-14% terhadap PDB. Tergantung dari seberapa besar industri pariwisata di negara tersebut, seperti Thailand yang menempati urutan pertama dengan rasio 14%, sementara Indonesia terendah di kisaran 0,8-2,4% terhadap PDB.

Mengacu pada rasio konservatif itu-karena waktu itu prostitusi di Indonesia hanya ada di lokalisasi dan belum ada media sosial-maka, nilai bisnis esek-esek di Indonesia mencapai rata-rata Rp91 triliun per kuartal sejak 2015. Bila diakumulasikan, nilai PDB esek-esek mencapai Rp 3000 triliun dalam delapan tahun terakhir, dengan pertumbuhan rata-rata 7,9% setiap tahun. Nilainya masih jauh dari gambaran sebenarnya, karena tidak memperhitungkan perkembangan digital yang turut memacu bisnis prostitusi secara mandiri sejak 2010.

Jalan Buntu Kembali Cha dan Rekomendasi Untuk Pemerintah

Tak ada satupun pekerja seks yang pernah menjadi narasumber penelitian ini bilang bangga dengan pekerjaan ini. Mereka ingin keluar, tetapi jalan itu tampak buntu. "Aku masih berharap dan yakin masih ada orang yang masih mau nerima aku (menjadi istri). Orang tua juga tau uang nggak cukup, tapi orang tua nggak bisa apa apa. Aku lagi mempersiapkan juga keluar dari profesi ini, pengen kerja, kerja biasa kerjaan normal. Tapi temen gue bilang, "potong deh telinga gue, lo gak akan tahan [kerja biasa]. Ini aja ditawarin telesales baru dapet 50 ribu itupun kalo deal per telponnya. Gue tuh niatnya [fokus cari kerja aja yang normal], emang niat baik itu susah banget ya?.

Salah satu pemicu yang membuat Cha ingin keluar dari bisnis ini adalah insiden hamil. Tapi ia tidak panik, sebab sebagaimana teman seprofesi yang mengalami hal serupa ia tinggal menghubungi sebuah akun media sosial yang menjual obat penggugur kandungan, menyediakan klinik penggugur janin, sampai 'membeli' anak hasil hubungan gelap itu. Cha menunjukkan sebuah akun IG yang keterangan akunnya menunjukkan sebuah LSM dengan fokus kesehatan reproduksi remaja dengan follower puluhan ribu, umumnya gadis-gadis muda.

Dari riset investigasi sejak awal tahun, dapat disimpulkan pemerintah harus melakukan langkah besar untuk mengatasi hal ini, sebab bisa menyebabkan masalah lain seperti virus HIV. Pengambil kebijakan, dan pemangku kepentingan harus bertindak, mencari solusi terbaik agar anak-anak muda generasi bangsa Indonesia yang disebut sebagai bonus demografi tidak menderita.

Alih-alih sebagai sumberdaya utama pembangunan, kondisi mereka masih banyak yang menjadi beban, dan terbebani. Beberapa rekomendasi dan saran yang saya serap dari interaksi pekerja seks dan juga literatur sebagai berikut:

Pertama, legalkan prostitusi. Ini adalah jalan tengah paling baik, bila perlu hidupkan lagi lokalisasi di lokasi yang strategis seperti di Bali, Raja Ampat, Pulau Seribu dan lain sebagainya. Jadikan ini prostitusi sebagai bagian dari strategi mendorong pariwisata untuk konsumen wisatawan asing. Tren wisata seks itu nyata, dan memang demikian adanya dimana Thailand menjadi salah satu negara yang cukup baik, meski banyak catatan, mampu memanfaatkan tren ini dengan baik.

Usulan ini termasuk untuk praktik perjudian yang diakomodir negara seperti di Malaysia dan Singapura. Melegalkan prostitusi selain akan mendatangkan pemasukan negara, juga bisa melindungi hak-hak dan keamanan pekerja seks. Bagaimanapun mereka adalah anak bangsa, dan sudah banyak negara yang menerapkan perlindungan dan mekanisme untuk ini, tinggal mencontoh saja.

Kedua, pemerintah kembali fokus kepada sektor usaha yang mampu menyerap banyak lapangan pekerjaan, yakni industri dan pertanian. Kedua sektor itu memiliki serapan paling besar sekitar 44% angkatan kerja, tapi kondisinya sekarang memburuk sehingga terjadi PHK massal. Anak muda usia rentang 15-29 mendominasi populasi pengangguran, mereka bingung mau kemana.

CNBC INDONESIA RESEARCH -CNBC INDONESIA INTELLIGENCE UNIT

Email kritik dan saran : [email protected]. Ikut berkontribusi dalam riset ini MuhammadRezaIlhamTaufani

PUBLIKASI UNDERGROUND ECONOMY SEBELUMNYA:

PUBLIKASI KHAS CNBC INDONESIA RESEARCH LAINNYA

1. LIMA PEKERJAAN RUMAH BERAT BIDANG EKONOMI CAPRES 2024

2. 50 JUTALEBIHORANGMISKINBERPOTENSITAKBISAPUNYARUMAH

3. DAMPAKCEBONG-KAMPRETPILPRES2019

4. SERIUNDERGROUNDECONOMY

5. SERIUNDERGROUNDECONOMYII

6. CARAPOLITISICUCIANUANG

7. DANAHASILEKSPORDISEMBUNYIKANEKSPORTIR

8. SOLUSIJEBAKANNEGARABERPENDAPATANMENENGAH

9. SURVEICAPRESPILIHANPASAR

10. INDONESIADARURATPANGAN

11. PRPENGUSAHAUNTUKCAPRES2024

12. BONUSDEMOGRAFIINDONESIATERANCAM

13. SUKUBUNGALPSSEBAGAITRANSMISIEFEKTIFMONETER

14. INFRASTRUKTURDANUTANGPUBLIK

(mum/mum)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation