Your Money Your Vote

Lima Pekerjaan Rumah Berat Bidang Ekonomi Capres 2024

Muhammad Maruf, CNBC Indonesia
16 August 2023 08:16
Sederet Kontribusi Sosial & Ekonomi yang Telah Dilakukan BYAN
Foto: Infografis/ Sederet Kontribusi Sosial & Ekonomi yang Telah Dilakukan BYAN/ Ilham Restu
  • Capres terpilih akan dihadapkan pada sejumlah PR berat di bidang ekonomi dan kesejahteraan
  • Kemiskinan, pengangguran, dan pengelolaan dana pendidikan yang lebih baik menjadi PR berat yang harus diselesaikan dengan segera
  • Capres terpilih juga harus memberi rasa tenang kepada investor terkait kelanjutan proyek besar Jokowi

Jakarta, CNBC Indonesia - Siapapun calon presiden (capres) yang memenangi pemilihan umum dipastikan tidak bisa berleha-leha. Capres terpilih akan dihadapkan pada tantangan besar untuk menyelesaikan sejumlah persoalan besar di bidang ekonomi, pendidikan, dan kesejahteraan sosial. Setidaknya ada lima pekerjaan rumah (PR) berat yang harus diselesaikan capres terpilih mendatang. Di antaranya persoalan akut kemiskinan, rendahnya kualitas sumber daya manusia, serta kelanjutan proyek infrastruktur Presiden Joko Widodo (Jokowi).

KEMISKINAN & PENGANGGURAN

Tingkat kemiskinan dan pengangguran di Indonesia sempat terbang karena pandemi Covid-19. Jumlah orang miskin bertambah 2,76 juta dari 24,78 juta pada periode September 2019 menjadi 27,54 juta pada Maret 2021.


Tingkat kemiskinan juga melonjak dari 9,22% pada September 2019 menjadi 10,14% pada Maret 2021. Setelah ekonomi pulih, jumlah orang miskin kini tersisa 25,90 juta atau 9,36% per maret 2022, sementara jumlah orang menganggur 7,99 juta atau 5,45% per Februari 2023.




Menekan angka kemiskinan, khususnya klaster ekstrem menjadi PR calon presiden (capres) mendatang, yakni menurunkan kemiskinan ke bawah 9%. Angka pengangguran juga cenderung stagnan di kisaran 5% dan sulit turun ke bawah 4%. Lalu, kualitas pekerjaan juga menjadi masalah krusial yang perlu dipecahkan, sebab jumlah pekerja informal lebih banyak dari pekerja formal, yang mendapatkan perlindungan negara.

Sementara itu, jurang timpang si miskin dan si kaya di Tanah Air Ibu Pertiwi meningkat secara eksponensial sejak reformasi 1998, melesat paling cepat diantara seluruh negara di kawasan. Kata Bank Dunia 10 tahun lalu, 10% orang Indonesia terkaya menguasai sekitar 77% dari seluruh kekayaan di negeri ini, dan satu persen diantara mereka menguasai separuh harta yang ada. Indonesia adalah negara dengan ketimpangan tertinggi bersama Thailand setelah Rusia dari 38 negara di dunia.


Bila menggunakan indikator standar dunia, seperti rasio indeks gini ketimpangan lebar si kaya dan si miskin di Indonesia tidak kelihatan, tampak baik-baik saja. Rasio Gini Indonesia terakhir berada pada angka 0,388, atau di bawah 0,4 yang artinya rendah, meski mepet dengan 0,4-0,5 yang berarti sedang dan di atas 0,5 atau ketimpangan tinggi.

Padahal, rasio gini yang sering dibanggakan ini bias dan gagal di mana-mana untuk menggambarkan realitas sebenarnya di lapangan. Meski sudah menjadi patokan internasional, desain teori yang bahkan tidak ditemukan oleh ekonom, tetapi ahli statistik dan sosiologi asal Italia, Corrado Gini, sudah mendapatkan catatan kritis secara akademis sejak lama, bahkan ada yang bilang bohong.

Bagaimana bisa alat ukur ketimpangan temuan Corrado pada 1912, berdasarkan refleksi empiris sosio-ekonomi masyarakat Italia abad 19, dipakai untuk mengukur kondisi ketimpangan abad 21? Bagi yang sudah membaca buku, Capital in the Twenty-First,magnum opus brilian, ekonom World Inequality Lab and Paris School of Economics, Perancis Thomas Piketty akan mendapat gambaran lengkap, bagaimana rasio gini telah gagal dan meleset dalam menggambarkan ketimpangan miskin-kaya berabad-abad.

KUALITAS SDM RENDAH PADAHAL DANA PENDIDIKAN JUMBO

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menyebutkan skor PISA (Programme for International Student Assessment/PISA) Indonesia pada 2018 berada di urutan ke 74 atau peringkat keenam dari bawah. Sementara itu, kemampuan membaca siswa Indonesia di skor 371 berada di posisi 74, kemampuan Matematika mendapat 379 berada di posisi 73, dan kemampuan sains dengan skor 396 berada di posisi 71.

Hasil studi PISA 2018 dari OECD juga menunjukkan kemampuan siswa Indonesia dalam membaca, meraih skor rata-rata yakni 371. Skor di bawah rata-rata skor OECD yakni 487. Skor tersebut bahkan terus turun dari 402 pada 2009.


Skor rata-rata matematika mencapai 379 dengan skor rata-rata OECD 487. Skor sains rata-rata siswa Indonesia mencapai 389 sementara skor rata-rata OECD yakni 489. Rendahnya skor membaca, matematika, dan skor mencerminkan masih rendahnya kualitas Sumber Daya Manusia (SDM).

Bank Dunia juga menghitung Human Capital Index (HCI) untuk melihat sejauh mana peran pendidikan dan kesehatan terhadap produktivitas kedepannya. Pada tahun 2020, HCI Indonesia sebesar 0,54, berada pada peringkat 96 dari 175 negara.Buruknya kualitas SDM ini justru terjadi di tengah besarnya alokasi anggaran pendidikan. Sesuai amanat UUD 1945 dan Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), pemerintah mengalokasikan anggaran pendidikan sebesar 20% dari total APBN. Kebijakan tersebut sudah dimulai sejak 2009.

Sejak tahun tersebut, pemerintah telah melakukan pemenuhan mandatory anggaran pendidikan sebesar 20% dari APBN. Anggaran pendidikan pun bengkak 182% dari Rp 216,72 triliun pada 2010 menjadi Rp 612,2 triliun pada 2022.




MASALAH LATEN SUBSIDI BBM KEMBALI MUNCUL

Subsidi BBM terus membengkak meskipun pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah berjanji untuk meniadakan subsidi BBM. Subsidi BBM dan kompensasinya bengkak 596% dalam kurun waktu tujuh tahun dari Rp 60,8 triliun pada 2015 menjadi Rp 422,8 triliun pada 2022.Subsidi listrik juga terus membengkak dari tahun ke tahun. Angkanya sudah melonjak 120% selama tujuh tahun terakhir dari Rp 58,3 triliun pada 2015 menjadi Rp 128,3 triliun pada 2022.



 

NASIB INFRASTRUKTUR DAN HILIRISASI PASCA JOKOWI

Setidaknya ada dua agenda penting yang menjadi pertanyaan yakni kelanjutan proyek Ibu Kota Negara (IKN) serta infrastruktur besar lain, termasuk proyek kereta cepat serta proyek Trans Sumatera dan Papua. Merujuk data Kementerian Keuangan, anggaran infrastruktur melonjak 120% pada era Presiden Jokowi, dari Rp 177,9 triliun pada 2014 menjadi Rp 391,7 triliun pada 2023. Sepanjang masa periode penuh pemerintahannya (2014-2022), Jokowi sudah menghabiskan anggaran infrastruktur sebanyak Rp 2.778,2 triliun. Jumlah tersebut melonjak tiga kali lipat lebih dibandingkan era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada 2005-2013 yakni Rp 824,8 triliun.




Proyek hilirisasi Jokowi juga menjadi PR berat bagi presiden berikutnya mengingat besarnya target. Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) telah menyusun peta jalan (roadmap) hilirisasi di Indonesia hingga 2040 adalah satu poin dari peta jalan itu, yakni hilirisasi. Mega program hilirisasi diperkirakan membutuhkan investasi hingga US$ 545,3 miliar atau setara Rp 8.200 triliun dengan kurs Rp 15.200/US$ sampai 2040.

Adapun 21 komoditas yang ditetapkan Pemerintah Indonesia untuk dilakukan hilirisasi itu, yakni batu bara, nikel, timah, tembaga, bauksit, besi baja, emas perak, aspal, minyak bumi, gas, sawit, kelapa, karet, biofuel, kayu log, getah pinus, udang, perikanan, kepiting, rumput laut, dan garam. Salah satu yang dibidik dari program hilirisasi adalah Devisa Hasil Ekspor (DHE).

Hasil kalkulasi CNBC Indonesia Intelligence Unit (CIIU) memperkirakan setiap tahunnya ada sekitar Rp2.478 triliun atau US$ 167 miliar DHE dari eksportir asal Indonesia disembunyikan atau disimpan di sistem perbankan Singapura. Nilai itu diperoleh dari rerata nilai ekspor Indonesia sejak tahun 2014 hingga 2022, dikurangi dengan estimasi jumlah dolar AS milik eksportir yang dikonversi ke rupiah.

Menurut sumber CIIU di Bank Indonesia yang mengerti betul statistik arus uang masuk-keluar, jumlah DHE yang dikonversi oleh eksportir-eksportir Indonesia itu tak lebih dari kisaran 10-15% dari perolehan penjualan ekspor mereka. "Yang saya ingat per bulan eksportir kalau jual nggak sampai US$ 1 miliar," ungkap sumber itu. "Estimasi sekitar 10% sampai dengan 15% dari DHE yang dikonversi ke rupiah, artinya yang betul-betul menjadi "effective supply" di pasar. Sisanya disimpan di perbankan Singapura."


MEMBANGKITKAN KEMBALI GAIRAH SEKTOR MANUFAKTUR YANG LOYO

Kebangkitan sektor manufaktur menjadi kunci bagi Indonesia untuk meningkatkan daya dobrak ekonomi, menambah lapangan kerja dengan cepat, serta menjadi negara maju. Sayangnya, sektor manufaktur justru terus mengalami kelesuan. Pertumbuhannya mandeg di angka 4-5% dalam lima tahun terakhir dari semula 7% pada awal 2010an. Sektor manufaktur andalan Indonesia bahkan ambruk, seperti tekstil dan alas kaki.


Melihat secara rinci dan mendalam kesenjangan ada dimana mana, multidimensional. Misalnya, pendapatan buruh sektoral lapangan usaha pada tahun 2022 ada 70% buruh atau sekitar 94,2 juta dari empat sektor padat karya yakni pertanian, perdagangan, manufaktur, serta sektor makanan dan minuman rata-rata bergaji Rp 2,4 juta per bulan. Sementara, 30% buruh atau sekitar 41,2 juta pada 13 sektor padat modal, skill intensive bergaji Rp 3,6 juta/bulan.

Demikian publikasi khas CNBC INDONESIA RESEARCH - CNBC INDONESIA INTELLIGENCE UNIT bulan Agustus 2023, semoga menjadi perhatian pemangku kepentingan. Ikut berkontribusi dalam publikasi ini Maesaroh, economist CNBC Indonesia Research dan di tim analis CNBC Indonesia Research. Saran dan kritik mohon kirimkan ke email [email protected]

Berikut beberapa publikasi serupa sebelumnya, klik untuk membaca:

  1. 50 JUTA LEBIH ORANG MISKIN BERPOTENSI TAK BISA PUNYA RUMAH
  2. DAMPAK CEBONG-KAMPRET PILPRES 2019
  3. SERI UNDERGROUND ECONOMY
  4. SERI UNDERGROUND ECONOMY II
  5. CARA POLITISI CUCIAN UANG
  6. DANA HASIL EKSPOR DISEMBUNYIKAN EKSPORTIR
  7. SOLUSI JEBAKAN NEGARA BERPENDAPATAN MENENGAH
  8. SURVEI CAPRES PILIHAN PASAR
  9. INDONESIA DARURAT PANGAN
  10. 10 PR PENGUSAHA UNTUK CAPRES 2024
  11. BONUS DEMOGRAFI INDONESIA TERANCAM
  12. SUKU BUNGA LPS SEBAGAI TRANSMISI EFEKTIF MONETER
  13. INFRASTRUKTUR DAN UTANG PUBLIK
(rsc)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation