
Newsletter
Wall Street Kebakaran! Pasar Keuangan Indonesia Apa Kabar?
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
14 May 2019 07:26

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia babak belur pada perdagangan kemarin (13/5/2019): Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) anjlok 1,19%, rupiah melemah 0,63% melawan dolar AS di pasar spot, dan imbal hasil (yield) obligasi seri acuan tenor 10 tahun naik 0,8 bps.
Sebagai informasi, pergerakan yield obligasi berbanding terbalik dengan harganya. Ketika yield turun, berarti harga sedang naik. Sebaliknya, ketika yield naik, berarti harga sedang turun.
Kinerja pasar keuangan Indonesia senada dengan kinerja pasar keuangan negara-negara Asia lainnya yang juga melemah. Jika dibandingkan dengan kinerja bursa saham utama kawasan Asia, pelemahan IHSG malah bisa dibilang lebih baik. Pasalnya, indeks Shanghai jatuh hingga 1,21%, indeks Straits Times ambruk 1,2%, dan indeks Kospi terpangkas 1,38%.
Namun, depresiasi rupiah yang sebesar 0,63% menjadi yang terdalam ketiga di Asia. Kinerja rupiah hanya lebih baik dari won dan yuan yang melemah masing-masing sebesar 0,82% dan 0,74% (hingga kemarin sore).
Eskalasi perang dagang AS-China memantik sell-off di pasar keuangan Benua Kuning. Pada hari Jumat (10/5/2019), AS resmi menaikkan bea masuk atas importasi produk-produk asal China senilai US$ 200 miliar, dari 10% menjadi 25%.
Lebih lanjut, Presiden AS Donald Trump juga diketahui sudah memerintahkan Kepala Perwakilan Dagang Robert Lighthizer untuk memulai proses guna mengenakan bea masuk senilai 25% bagi produk impor asal China senilai US$ 325 miliar yang hingga kini belum terdampak oleh perang dagang.
Hal ini dilakukan AS di tengah-tengah negosiasi dagang dengan China di Washington. Dalam negosiasi yang berlangsung selama 2 hari tersebut (9-10 Mei), delegasi AS dipimpin oleh Lighthizer dan Menteri Keuangan Steven Mnuchin, sementara delegasi China dikomandoi oleh Wakil Perdana Menteri Liu He.
Hasilnya bisa ditebak, kedua negara gagal meneken kesepakatan dagang. Liu He menyebut bahwa ada 3 perbedaan mendasar yang membuat kesepakatan dagang belum bisa diteken.
Seperti dilansir dari Reuters, salah satu perbedaan yang dimaksud adalah terkait dengan pengenaan bea masuk. China berpendapat bahwa jika kedua belah pihak ingin meneken kesepakatan, maka seluruh bea masuk harus dihapuskan.
Perbedaan kedua adalah terkait dengan volume pembelian barang-barang AS oleh China, sementara yang ketiga adalah terkait dengan bahasa yang akan digunakan dalam teks kesepakatan dagang kedua negara.
"Setiap negara memiliki martabatnya sendiri, jadi teksnya harus berimbang," papar Liu He, dilansir dari Reuters.
Merespons tindakan AS yang justru menaikkan bea masuk atas produk impor asal China, Liu He mengatakan bahwa pihaknya secara tegas menolak kenaikan bea masuk tersebut dan pihaknya tak punya pilihan lain selain membalas, dilansir dari Reuters.
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
Sebagai informasi, pergerakan yield obligasi berbanding terbalik dengan harganya. Ketika yield turun, berarti harga sedang naik. Sebaliknya, ketika yield naik, berarti harga sedang turun.
Kinerja pasar keuangan Indonesia senada dengan kinerja pasar keuangan negara-negara Asia lainnya yang juga melemah. Jika dibandingkan dengan kinerja bursa saham utama kawasan Asia, pelemahan IHSG malah bisa dibilang lebih baik. Pasalnya, indeks Shanghai jatuh hingga 1,21%, indeks Straits Times ambruk 1,2%, dan indeks Kospi terpangkas 1,38%.
Namun, depresiasi rupiah yang sebesar 0,63% menjadi yang terdalam ketiga di Asia. Kinerja rupiah hanya lebih baik dari won dan yuan yang melemah masing-masing sebesar 0,82% dan 0,74% (hingga kemarin sore).
Eskalasi perang dagang AS-China memantik sell-off di pasar keuangan Benua Kuning. Pada hari Jumat (10/5/2019), AS resmi menaikkan bea masuk atas importasi produk-produk asal China senilai US$ 200 miliar, dari 10% menjadi 25%.
Lebih lanjut, Presiden AS Donald Trump juga diketahui sudah memerintahkan Kepala Perwakilan Dagang Robert Lighthizer untuk memulai proses guna mengenakan bea masuk senilai 25% bagi produk impor asal China senilai US$ 325 miliar yang hingga kini belum terdampak oleh perang dagang.
Hal ini dilakukan AS di tengah-tengah negosiasi dagang dengan China di Washington. Dalam negosiasi yang berlangsung selama 2 hari tersebut (9-10 Mei), delegasi AS dipimpin oleh Lighthizer dan Menteri Keuangan Steven Mnuchin, sementara delegasi China dikomandoi oleh Wakil Perdana Menteri Liu He.
Hasilnya bisa ditebak, kedua negara gagal meneken kesepakatan dagang. Liu He menyebut bahwa ada 3 perbedaan mendasar yang membuat kesepakatan dagang belum bisa diteken.
Seperti dilansir dari Reuters, salah satu perbedaan yang dimaksud adalah terkait dengan pengenaan bea masuk. China berpendapat bahwa jika kedua belah pihak ingin meneken kesepakatan, maka seluruh bea masuk harus dihapuskan.
Perbedaan kedua adalah terkait dengan volume pembelian barang-barang AS oleh China, sementara yang ketiga adalah terkait dengan bahasa yang akan digunakan dalam teks kesepakatan dagang kedua negara.
"Setiap negara memiliki martabatnya sendiri, jadi teksnya harus berimbang," papar Liu He, dilansir dari Reuters.
Merespons tindakan AS yang justru menaikkan bea masuk atas produk impor asal China, Liu He mengatakan bahwa pihaknya secara tegas menolak kenaikan bea masuk tersebut dan pihaknya tak punya pilihan lain selain membalas, dilansir dari Reuters.
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
Next Page
Wall Street Kebakaran!
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular