
Newsletter
Wall Street Kebakaran! Pasar Keuangan Indonesia Apa Kabar?
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
14 May 2019 07:26

Sentimen keempat yang perlu dicermati pelaku pasar sejatinya adalah kinerja pasar keuangan Indonesia sendiri. Sebelum terkoreksi pada perdagangan kemarin, pasar keuangan Indonesia sudah melemah sepanjang pekan lalu.
Sepanjang pekan lalu, IHSG anjlok 1,75%, rupiah melemah 0,49%, dan yield obligasi seri acuan tenor 10 tahun naik 15,4 bps.
Lantas, koreksi yang sudah begitu dalam tentu akan membuka ruang bagi investor untuk mengoleksi aset-aset di pasar keuangan Indonesia dan mendongkrak harganya naik.
Namun, hal ini mungkin tak akan terjadi karena kehadiran eskalasi perang dagang AS-China, berikut juga faktor domestik yang sejak kemarin terlihat sudah membuat investor was-was.
Besok, Rabu (15/5/2019), Badan Pusat Statistik (BPS) dijadwalkan merilis data perdagangan internasional Indonesia periode April 2019. Konsensus yang dihimpun Refinitiv memperkirakan bahwa neraca dagang Indonesia membukukan defisit senilai US$ 500 juta.
Jika benar neraca dagang Indonesia membukukan defisit, maka akan mematahkan tren positif yang sudah dibukukan dalam dua bulan sebelumnya. Pada Maret, neraca perdagangan Indonesia membukukan surplus US$ 540 juta dan pada Februari positif US$ 330 juta.
Ketika neraca dagang membukukan defisit, maka defisit transaksi berjalan/Current Account Deficit (CAD) akan menjadi sulit untuk diredam. Sebagai informasi, CAD pada kuartal-I 2019 adalah senilai US$ 7 atau setara dengan 2,6% dari PDB, sudah jauh lebih lebar dari defisit periode yang sama tahun lalu (kuartal-I 2018) yang hanya senilai US$ 5,19 miliar atau 2,01% dari PDB.
Penantian terhadap rilis data perdagangan internasional bisa kembali membuat rupiah dilego investor. Pada akhirnya, aset berbasis rupiah seperti saham dan obligasi bisa dilepas.
(BERLANJUT KE HALAMAN 5)
(ank/prm)
Sepanjang pekan lalu, IHSG anjlok 1,75%, rupiah melemah 0,49%, dan yield obligasi seri acuan tenor 10 tahun naik 15,4 bps.
Lantas, koreksi yang sudah begitu dalam tentu akan membuka ruang bagi investor untuk mengoleksi aset-aset di pasar keuangan Indonesia dan mendongkrak harganya naik.
Namun, hal ini mungkin tak akan terjadi karena kehadiran eskalasi perang dagang AS-China, berikut juga faktor domestik yang sejak kemarin terlihat sudah membuat investor was-was.
Besok, Rabu (15/5/2019), Badan Pusat Statistik (BPS) dijadwalkan merilis data perdagangan internasional Indonesia periode April 2019. Konsensus yang dihimpun Refinitiv memperkirakan bahwa neraca dagang Indonesia membukukan defisit senilai US$ 500 juta.
Jika benar neraca dagang Indonesia membukukan defisit, maka akan mematahkan tren positif yang sudah dibukukan dalam dua bulan sebelumnya. Pada Maret, neraca perdagangan Indonesia membukukan surplus US$ 540 juta dan pada Februari positif US$ 330 juta.
Ketika neraca dagang membukukan defisit, maka defisit transaksi berjalan/Current Account Deficit (CAD) akan menjadi sulit untuk diredam. Sebagai informasi, CAD pada kuartal-I 2019 adalah senilai US$ 7 atau setara dengan 2,6% dari PDB, sudah jauh lebih lebar dari defisit periode yang sama tahun lalu (kuartal-I 2018) yang hanya senilai US$ 5,19 miliar atau 2,01% dari PDB.
Penantian terhadap rilis data perdagangan internasional bisa kembali membuat rupiah dilego investor. Pada akhirnya, aset berbasis rupiah seperti saham dan obligasi bisa dilepas.
(BERLANJUT KE HALAMAN 5)
(ank/prm)
Next Page
Simak Agenda dan Data Berikut Ini
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular