
Tembus Rp 14.400/US$, Rupiah Terlemah Ketiga di Asia
Taufan Adharsyah, CNBC Indonesia
13 May 2019 16:40

Jakarta, CNBC Indonesia - Mata uang kebanggaan Indonesia, rupiah jatuh tersungkur dihantam keperkasaan dolar Amerika Serikat (AS).
Pada penutupan perdagangan pasar spot hari Senin (13/5/2019), kurs rupiah melemah hingga 90 poin atau 0,63% menjadi sebesar Rp 14.410/US$ yang merupakan posisi paling lemah sejak 3 Januari 2019.
Padahal pada pembukaan pasar, rupiah hanya melemah 0,1%. Namun seiring berjalannya waktu, pelemahan terasa semakin dalam.
Kali ini lagi-lagi rupiah menjadi yang terlemah ketiga diantara mata uang negara-negara Asia. Namun setidaknya kali ini rupiah bisa meratap bersama mata uang Asia lainnya.
Pasalnya, hampir seluruh mata uang Benua kuning bertekuk lutut di hadapan dolar. Hanya yen Jepang saja yang mampu menguat terhadap dolar AS. Tapi itu pun juga karena yen merupakan salah satu safe haven.
Sejak awal pembukaan pasar spot, rupiah memang sudah kurang fondasi untuk menahan tekanan sentimen global.
Pasalnya pada hari Jumat (10/5/2019), Bank Indonesia (BI) mengumumkan Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) kuartal I-2019 yang surplus sebesar US$ 2,4 miliar, atau jauh lebih baik ketimbang kuartal I-2018 yang mana terjadi defisit hingga US$ 3,8 miliar.
Akan tetapi jika dicermati lebih dalam, ternyata komponen transaksi berjalan (current account) mengalami defisit sebesar US$ 6,9 miliar atau setara 2,6% dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Angka defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD) tersebut jauh lebih dalam dibanding kuartal I-2018 yang sebesar 2,01% PDB. Bahkan hampir seluruh pos transaksi berjalan tercatat memburuk dibanding tahun sebelumnya.
Contohnya pos perdagangan barang non-migas yang hanya menghasilkan surplus sebesar US$ 2,54 miliar atau turun hingga 42,6% year-on-year (YoY). Selain itu sektor jasa-jasa mencatat defisit sebesar US$ 1,78 miliar atau lebih besar 21% YoY. Tak heran CAD semakin lebar.
Transaksi berjalan merupakan komponen penting dalam NPI karena menggambarkan aliran dana masuk yang bisa bertahan lama di dalam negeri.
Sementara itu, surplus NPI utamanya disebabkan oleh aliran dana masuk dari transaksi finansial yang mana separuhnya terjadi melalui portfolio (saham dan obligasi). Di pasar tersebut, investor dapat dengan segera, bahkan hanya hitungan detik, menarik uangnya. Menyedot pasokan valas dari Ibu Pertiwi.
Maka dari itu, pelaku pasar menilai rupiah semakin rentan terhadap gejolak eksternal, karena tidak memiliki energi yang cukup (yang berasal dari aliran dana masuk). Rupiah menjadi amat rentan digoyang gejolak eksternal.
BERLANJUT KE HALAMAN 2
Next Page
Rupiah Mudah Digoyang Faktor Eksternal
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular