Upah-Pesangon Diotak-Atik, Sederet Alasan Omnibus Law Ditolak

Ferry Sandi, CNBC Indonesia
17 February 2020 08:25
Resah dengan Upah Minimum
Foto: Aksi Ribuan Buruh Tolak Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja di Depan Gedung DPR. (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Menurut Iqbal ada pasal di RUU Ciptaker bahwa upah didasarkan per satuan waktu. Ketentuan ini membuka ruang adanya upah per jam. Ketika upah dibayarkan per jam, maka otomatis upah minimum akan hilang.

Selain itu, dalam RUU Cipta Kerja, upah minimun hanya didasarkan pada Upah Minimum Provinsi (UMP). Dengan demikian, Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK),dan Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota (UMSK), dihapus.Padahal UMP tidak dibutuhkan dan tidak ada daerah di seluruh wilayah indonesia pengusaha nya membayar pakai UMP tetapi mereka mereka membayar upah minimum buruh dg menggunakan UMK atau UMSK, kecuali di DKI Jakarta dan Yogjakarta. Dengan kata lain, berarti RUU ini menghilangkan upah minimum.

Sebagai contoh, Pemerintah Provinsi Jawa Barat menetapkan UMP 2020 sebesar Rp 1,81 juta. Angka itu jauh lebih rendah dibandingkan dengan UMK di sejumlah kabupaten/kota lain di Jawa Barat. Misalnya, UMK 2020 di Kabupaten Karawang Rp 4.594.324, di Kota Bekasi Rp 4.589.708, sementara di Kabupaten Bekasi sebesar Rp. 4.498.961. “Jika yang berlaku hanya UMP, maka upah pekerja di Karawang yang saat ini 4,5 juta bisa turun menjadi hanya 1,81 juta,” kata Iqbal.

Tidak hanya itu, kenaikan upah minimum hanya didasarkan pada pertumbuhan ekonomi di tingkat provinsi. Padahal sebelumnya, kenaikan upah minimum didasarkan pada pertumbuhan ekonomi dan inflansi nasional. Karena itu, jika RUU ini disahkan, maka diberlakukan kembali kebijakan upah murah dan buruh akan semakin miskin.serta KHL berdasarkan survei pasar akan hilang berarti tidak bisa lagi dihitung kebutuhan riil minimum seorang buruh berapa?.

RUU Cipta Kerja memuat ketentuan upah minimum padat karya. Artinya, akan ada upah di bawah upah minimum. Padahal fungsi upah minimum sendiri merupakan jaring pengaman. Tidak boleh ada upah yang nilainya di bawah upah minimum.

Dalam menetapan upah minimum, Negara bertindak otoriter. Karena dalam RUU Cipta Kerja, gubernur diancam akan dijatuhi sanksi kalau tidak menetapkan upah minimum sesuai dengan undang-undang ini. Ini jelas melanggar Konvensi ILO, yang menyebut penentuan upah minimum harus dirundingkan dalam Dewan Pengupahan.

Upah minimum semakin tidak lagi berarti, karena sanksi pidana bagi pengusaha yang membayar upah di bawah upah minimum dihilangkan. Dalam UU 13/2003, jika membayar upah di bawah upah minimum, pengusaha bisa dipidana penjara paling lama 4 tahun dan/atau denda paling banyak 400 juta. Karena tidak ada sanksi pidana, pengusaha akan seenaknya membayar upah buruh semurah-murahnya.jadi RUU ini dg sangat jelas telah menghilangkan makna upah minimum sebagai jaring pengaman safety net agar buruh tidak absolut miskin. Negara telah lalai dan gagal melindungi buruh dan rakyat kecil.

RUU Cipta Kerja juga mengatur UMKM boleh membayar upah di bawah upah minimum. Dengan demikian, siapa yang akan memberikan perlindungan terhadap pekerja di UMKM? Bagaimanapun, perusahaan UMKM akan seenak-enaknya membayar upah buruh.

Belum lagi, pekerja yang tidak masuk bekerja karena sakit, perempuan yang haid, menikah dan menikahkan anak, menjankan tugas negara, hingga menjalankan tugas serikat pekerja upahnya tidak dibayar.

Padahal dalam UU 13/2003, pekerja yang tidak masuk kerja karena hal tersebut di atas upahnya tetap dibayar.

Selain itu, tidak ada denda bagi pengusaha yang terlambat membayar upah. Padahal dalam UU 13/2003, pengusaha yang terlambat membayar upah bisa dikenakan denda keterlambatan. Dampaknya, pengusaha akan semena-mena dalam membayar upah kepada buruh. (hoi/hoi)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular