
Newsletter
Selamat Datang di Hari Suku Bunga
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
20 June 2019 05:31

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia bergerak penuh gairah pada perdagangan kemarin. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), nilai tukar rupiah, dan harga obligasi pemerintah seluruhnya menguat.
Kemarin, IHSG ditutup menguat signifikan mencapai 1,31%. IHSG sudah dua hari beruntun naik di kisaran 1%, di mana hari sebelumnya mencatat penguatan 1,08%. Penguatan kemarin sekaligus menjadi yang terbaik sejak 31 Mei.
Sementara nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) menguat 0,38%. Rupiah menjadi mata uang terbaik di Asia, karena mayoritas tetangganya melemah di hadapan greenback.
Kemudian imbal hasil (yield) obligasi pemerintah seri acuan tenor 10 tahun turun 8,7 basis poin (bps). Penurunan yield menandakan harga instrumen ini sedang naik karena tingginya permintaan.
Faktor eksternal memang sedang mendukung IHSG cs. Ada dua sentimen besar yang membuat pelaku pasar berbondong-bondong masuk ke instrumen berisiko di negara berkembang, termasuk Indonesia.
Pertama adalah kian tingginya ekspektasi terhadap pelonggaran kebijakan moneter di negara-negara maju. Bank Sentral AS (The Federal Reverses/The Fed) diperkirakan mulai menurunkan suku bunga acuan bulan depan.
Menurut CME Fedwatch, peluang penurunan Federal Funds Rate sebesar 25 bps menjadi 2-2,25% pada Juli mencapai 69,8%. Bahkan probabilitas untuk turun 50 bps ke 1,75-2% juga lumayan tinggi yaitu 30,2%. Tidak ada ruang suku bunga bertahan di 2,25-2,5%.
Kemudian Bank Sentral Uni Eropa (ECB) juga diperkirakan bakal menurunkan suku bunga acuan meski saat ini sudah berada di angka 0%. Mario Draghi, Presiden ECB, menegaskan pihaknya siap menggelontorkan stimulus baru jika inflasi tidak kunjung menyentuh target 2%.
Sedangkan Bank Sentral Jepang (BoJ) juga menyatakan siap memberikan stimulus jika memang dibutuhkan. Haruhiko Kuroda, Gubernur BoJ, siap kembali melonggarkan kebijakan jika target inflasi 2% sulit tercapai. Opsinya adalah menurunkan suku bunga acuan walau saat ini sudah berada di -0,1%, menurunkan target yield obligasi pemerintah, sampai menambah pembelian aset untuk memperbanyak likuiditas di perekonomian.
Tren suku bunga global yang mengarah ke selatan akan membuat likuiditas melimpah. Dana-dana ini butuh 'rumah', yang tentunya bisa memberikan cuan.
Indonesia bisa menyediakan kebutuhan itu. Dengan yield obligasi pemerintah yang masih atraktif plus valuasi IHSG yang masih murah dibandingkan negara-negara tetangga, pasar keuangan Indonesia bisa memberikan keuntungan yang menarik bagi investor.
Ditambah lagi Indonesia belum lama ini menerima kenaikan peringkat utang dari Standard and Poors's (S&P) dari BBB- menjadi BBB. Ini bisa membuat investor semakin yakin untuk menanamkan modal di pasar keuangan Tanah Air.
Sentimen kedua adalah asa damai dagang AS-China yang kembali merekah. Presiden AS Donald Trump mengungkapkan dirinya telah menelepon Presiden China Xi Jinping. Keduanya sepakat untuk bertemu dan melakukan dialog dagang di sela-sela KTT G20 akhir bulan ini.
"Sepertinya kami punya kesempatan. Saya mengerti China ingin membuat kesepakatan, mereka tidak suka bea masuk, dan banyak perusahaan meninggalkan China untuk menghindari bea masuk. Saya memiliki hubungan yang sangat baik dengan Presiden Xi, mari kita lihat apa yang akan terjadi," tutur Trump, dikutip dari Reuters.
Damai dagang AS-China akan membawa kemakmuran bagi dunia. Tidak ada lagi hambatan perdagangan dan rantai pasok, yang bisa membuat pertumbuhan ekonomi global kembali menggeliat.
Dua sentimen tersebut terbukti efektif mendongrak mood pelaku pasar terhadap aset-aset berisiko. Hasilnya positif, IHSG dkk berhasil menguat signifikan.
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
Kemarin, IHSG ditutup menguat signifikan mencapai 1,31%. IHSG sudah dua hari beruntun naik di kisaran 1%, di mana hari sebelumnya mencatat penguatan 1,08%. Penguatan kemarin sekaligus menjadi yang terbaik sejak 31 Mei.
Sementara nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) menguat 0,38%. Rupiah menjadi mata uang terbaik di Asia, karena mayoritas tetangganya melemah di hadapan greenback.
Kemudian imbal hasil (yield) obligasi pemerintah seri acuan tenor 10 tahun turun 8,7 basis poin (bps). Penurunan yield menandakan harga instrumen ini sedang naik karena tingginya permintaan.
Faktor eksternal memang sedang mendukung IHSG cs. Ada dua sentimen besar yang membuat pelaku pasar berbondong-bondong masuk ke instrumen berisiko di negara berkembang, termasuk Indonesia.
Pertama adalah kian tingginya ekspektasi terhadap pelonggaran kebijakan moneter di negara-negara maju. Bank Sentral AS (The Federal Reverses/The Fed) diperkirakan mulai menurunkan suku bunga acuan bulan depan.
Menurut CME Fedwatch, peluang penurunan Federal Funds Rate sebesar 25 bps menjadi 2-2,25% pada Juli mencapai 69,8%. Bahkan probabilitas untuk turun 50 bps ke 1,75-2% juga lumayan tinggi yaitu 30,2%. Tidak ada ruang suku bunga bertahan di 2,25-2,5%.
Kemudian Bank Sentral Uni Eropa (ECB) juga diperkirakan bakal menurunkan suku bunga acuan meski saat ini sudah berada di angka 0%. Mario Draghi, Presiden ECB, menegaskan pihaknya siap menggelontorkan stimulus baru jika inflasi tidak kunjung menyentuh target 2%.
Sedangkan Bank Sentral Jepang (BoJ) juga menyatakan siap memberikan stimulus jika memang dibutuhkan. Haruhiko Kuroda, Gubernur BoJ, siap kembali melonggarkan kebijakan jika target inflasi 2% sulit tercapai. Opsinya adalah menurunkan suku bunga acuan walau saat ini sudah berada di -0,1%, menurunkan target yield obligasi pemerintah, sampai menambah pembelian aset untuk memperbanyak likuiditas di perekonomian.
Tren suku bunga global yang mengarah ke selatan akan membuat likuiditas melimpah. Dana-dana ini butuh 'rumah', yang tentunya bisa memberikan cuan.
Indonesia bisa menyediakan kebutuhan itu. Dengan yield obligasi pemerintah yang masih atraktif plus valuasi IHSG yang masih murah dibandingkan negara-negara tetangga, pasar keuangan Indonesia bisa memberikan keuntungan yang menarik bagi investor.
Ditambah lagi Indonesia belum lama ini menerima kenaikan peringkat utang dari Standard and Poors's (S&P) dari BBB- menjadi BBB. Ini bisa membuat investor semakin yakin untuk menanamkan modal di pasar keuangan Tanah Air.
Sentimen kedua adalah asa damai dagang AS-China yang kembali merekah. Presiden AS Donald Trump mengungkapkan dirinya telah menelepon Presiden China Xi Jinping. Keduanya sepakat untuk bertemu dan melakukan dialog dagang di sela-sela KTT G20 akhir bulan ini.
"Sepertinya kami punya kesempatan. Saya mengerti China ingin membuat kesepakatan, mereka tidak suka bea masuk, dan banyak perusahaan meninggalkan China untuk menghindari bea masuk. Saya memiliki hubungan yang sangat baik dengan Presiden Xi, mari kita lihat apa yang akan terjadi," tutur Trump, dikutip dari Reuters.
Damai dagang AS-China akan membawa kemakmuran bagi dunia. Tidak ada lagi hambatan perdagangan dan rantai pasok, yang bisa membuat pertumbuhan ekonomi global kembali menggeliat.
Dua sentimen tersebut terbukti efektif mendongrak mood pelaku pasar terhadap aset-aset berisiko. Hasilnya positif, IHSG dkk berhasil menguat signifikan.
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular