
Harga SUN Naik Terus, Reli Selama 9 Hari Belum Putus Juga
Irvin Avriano Arief, CNBC Indonesia
19 June 2019 19:26

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga obligasi rupiah pemerintah ditutup menguat pada perdagangan hari ini, menggenapi reli beruntun yang terjadi sejak peringkat utang Indonesia dinaikkan pada 31 Mei.
Naiknya harga surat utang negara (SUN) itu sudah terjadi sepanjang 9 hari kerja terakhir, yang terpangkas hari libur Lebaran 2 pekan lalu. Penguatan terjadi setelah peringkat utang Indonesia dinaikkan Standard&Poor's menjadi BBB pada akhir Mei, bersamaan dengan ekspektasi penurunan suku bunga global.
Naiknya harga SUN rupiah tersebut senada dengan penguatan yang terjadi di pasar surat utang pemerintah negara berkembang yang lain. Data Refinitiv menunjukkan menguatnya harga SUN itu tercermin dari empat seri acuan (benchmark) yang sekaligus menurunkan tingkat imbal hasilnya (yield).
Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder. Yield juga lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.
SUN adalah surat berharga negara (SBN) konvensional rupiah yang perdagangannya paling ramai di pasar domestik, sehingga dapat mencerminkan kondisi pasar obligasi secara umum. Empat seri yang menjadi acuan itu adalah FR0077 bertenor 5 tahun, FR0078 bertenor 10 tahun, FR0068 bertenor 15 tahun, dan FR0079 bertenor 20 tahun.
Seri acuan yang paling menguat adalah FR0077 yang bertenor 5 tahun dengan penurunan yield 10,3 basis poin (bps) menjadi 7,03%. Besaran 100 bps setara dengan 1%.
Sumber: Refinitiv
Penguatan harga SBN hari ini turut membuat yield wajar tenor 5 tahun sudah berada di bawah angka 7% dan sudah berkepala 6%, tepatnya 6,96%. Yield dan harga wajar tersebut dipublikasikan PT Penilai Harga Efek Indonesia (PHEI/IBPA) secara harian dan menjadi acuan investor institusi.
Belum lama ini, Roby Rushandie, Head of Research & Market Information Dept IBPA, mengatakan penguatan pasar beruntun di pasar SUN lebih disebabkan oleh ekspektasi penurunan suku bunga AS yaitu Fed Fund Rate (FFR). "Ditunjang lagi juga dengan terbukanya ruang pelonggaran kebijakan moneter Bank Indonesia."
Menurut dia, sentimen pertumbuhan ekonomi global maupun domestik belum dapat menjadi katalis di pasar akibat ketidakpastian perang dagang AS-China yang masih dapat bergejolak sewaktu-waktu.
Sumber: IBPA
Apresiasi pasar obligasi pemerintah hari ini tercermin pada harga obligasi wajarnya, di mana indeks INDOBeX Government Total Return milik IBPA masih menguat.
Indeks tersebut naik 1,03 poin (0,41%) menjadi 252,13 dari posisi kemarin 251,09. Apresiasi SBN hari ini juga membuat selisih (spread) obligasi rupiah pemerintah tenor 10 tahun dengan surat utang pemerintah AS (US Treasury) tenor serupa mencapai 549 bps, menyempit dari posisi kemarin 560 bps.
Yield US Treasury 10 tahun naik hingga 2,08% dari posisi kemarin 2,05%. Terkait dengan pasar US Treasury, saat ini masih terjadi inversi pada beberapa tenor yaitu tenor 3 bulan-5 tahun, 2 tahun-5 tahun, dan 3 bulan-10 tahun.
Inversi tenor 3 bulan-10 tahun lumrah terjadi sejak perang dagang China-AS memanas pada April. Saat ini pelaku pasar global lebih memantau inversi pada tenor 3 bulan-10 tahun yang mulai terjadi awal tahun tetapi timbul dan tenggelam, sebagai indikator yang kian menegaskan bahwa potensi resesi AS semakin dekat dibanding inversi tenor lain.
Inversi adalah kondisi lebih tingginya yield seri lebih pendek dibanding yield seri lebih panjang sehingga membentuk kurva terbalik (inverted yield curve). Ini cerminan bahwa investor lebih memburu US Treasury seri panjang dibanding yang pendek karena menilai akan terjadi kontraksi jangka pendek, sekaligus indikator adanya potensi tekanan ekonomi.
Sumber: Refinitiv
Penguatan di pasar surat utang hari ini juga terjadi di pasar ekuitas dan pasar valas, yang masing-masingnya naik 1,31% dan 0,38%.
Dari pasar surat utang negara berkembang, penguatan terjadi di hampir seluruh pasar yaitu di China, Malaysia, Filipina, Rusia, Singapura, dan Afsel.
Di negara maju, surat utang yang menguat hanya di pasar JGB Jepang. Hal tersebut mencerminkan pasar sedang memburu pasar ekuitas yang menawarkan return lebih menggiurkan meskipun disertai risiko yang lebih tinggi.
Sumber: Refinitiv
TIM RISET CNBC INDONESIA
(irv/irv) Next Article SUN Cetak Rekor, Pengamat: SUN RI Masih Menarik Bagi Investor
Naiknya harga surat utang negara (SUN) itu sudah terjadi sepanjang 9 hari kerja terakhir, yang terpangkas hari libur Lebaran 2 pekan lalu. Penguatan terjadi setelah peringkat utang Indonesia dinaikkan Standard&Poor's menjadi BBB pada akhir Mei, bersamaan dengan ekspektasi penurunan suku bunga global.
Naiknya harga SUN rupiah tersebut senada dengan penguatan yang terjadi di pasar surat utang pemerintah negara berkembang yang lain. Data Refinitiv menunjukkan menguatnya harga SUN itu tercermin dari empat seri acuan (benchmark) yang sekaligus menurunkan tingkat imbal hasilnya (yield).
SUN adalah surat berharga negara (SBN) konvensional rupiah yang perdagangannya paling ramai di pasar domestik, sehingga dapat mencerminkan kondisi pasar obligasi secara umum. Empat seri yang menjadi acuan itu adalah FR0077 bertenor 5 tahun, FR0078 bertenor 10 tahun, FR0068 bertenor 15 tahun, dan FR0079 bertenor 20 tahun.
Seri acuan yang paling menguat adalah FR0077 yang bertenor 5 tahun dengan penurunan yield 10,3 basis poin (bps) menjadi 7,03%. Besaran 100 bps setara dengan 1%.
Yield Obligasi Negara Acuan 19 Jun'19 | |||||
Seri | Jatuh tempo | Yield 18 Jun'19 (%) | Yield 19 Jun'19 (%) | Selisih (basis poin) | Yield wajar IBPA 18 Jun'19 |
FR0077 | 5 tahun | 7.139 | 7.036 | -10.30 | 6.9603 |
FR0078 | 10 tahun | 7.664 | 7.577 | -8.70 | 7.5092 |
FR0068 | 15 tahun | 8.018 | 7.995 | -2.30 | 7.8857 |
FR0079 | 20 tahun | 8.154 | 8.129 | -2.50 | 8.0623 |
Avg movement | -5.95 |
Penguatan harga SBN hari ini turut membuat yield wajar tenor 5 tahun sudah berada di bawah angka 7% dan sudah berkepala 6%, tepatnya 6,96%. Yield dan harga wajar tersebut dipublikasikan PT Penilai Harga Efek Indonesia (PHEI/IBPA) secara harian dan menjadi acuan investor institusi.
Belum lama ini, Roby Rushandie, Head of Research & Market Information Dept IBPA, mengatakan penguatan pasar beruntun di pasar SUN lebih disebabkan oleh ekspektasi penurunan suku bunga AS yaitu Fed Fund Rate (FFR). "Ditunjang lagi juga dengan terbukanya ruang pelonggaran kebijakan moneter Bank Indonesia."
Menurut dia, sentimen pertumbuhan ekonomi global maupun domestik belum dapat menjadi katalis di pasar akibat ketidakpastian perang dagang AS-China yang masih dapat bergejolak sewaktu-waktu.
Yield Wajar Obligasi Negara Acuan 19 Jun'19 | ||||
Seri | Jatuh tempo | Yield 18 Jun'19 (%) | Yield 19 Jun'19 (%) | Selisih (basis poin) |
FR0077 | 5 tahun | 7.0332 | 6.9603 | -7.29 |
FR0078 | 10 tahun | 7.6458 | 7.5092 | -13.66 |
FR0068 | 15 tahun | 7.9595 | 7.8857 | -7.38 |
FR0079 | 20 tahun | 8.135 | 8.0623 | -7.27 |
Avg movement | -8.90 |
Apresiasi pasar obligasi pemerintah hari ini tercermin pada harga obligasi wajarnya, di mana indeks INDOBeX Government Total Return milik IBPA masih menguat.
Indeks tersebut naik 1,03 poin (0,41%) menjadi 252,13 dari posisi kemarin 251,09. Apresiasi SBN hari ini juga membuat selisih (spread) obligasi rupiah pemerintah tenor 10 tahun dengan surat utang pemerintah AS (US Treasury) tenor serupa mencapai 549 bps, menyempit dari posisi kemarin 560 bps.
Yield US Treasury 10 tahun naik hingga 2,08% dari posisi kemarin 2,05%. Terkait dengan pasar US Treasury, saat ini masih terjadi inversi pada beberapa tenor yaitu tenor 3 bulan-5 tahun, 2 tahun-5 tahun, dan 3 bulan-10 tahun.
Inversi tenor 3 bulan-10 tahun lumrah terjadi sejak perang dagang China-AS memanas pada April. Saat ini pelaku pasar global lebih memantau inversi pada tenor 3 bulan-10 tahun yang mulai terjadi awal tahun tetapi timbul dan tenggelam, sebagai indikator yang kian menegaskan bahwa potensi resesi AS semakin dekat dibanding inversi tenor lain.
Inversi adalah kondisi lebih tingginya yield seri lebih pendek dibanding yield seri lebih panjang sehingga membentuk kurva terbalik (inverted yield curve). Ini cerminan bahwa investor lebih memburu US Treasury seri panjang dibanding yang pendek karena menilai akan terjadi kontraksi jangka pendek, sekaligus indikator adanya potensi tekanan ekonomi.
Yield US Treasury Acuan 19 Jun'2019 | |||||
Seri | Benchmark | Yield 18 Jun'19 (%) | Yield 19 Jun'19 (%) | Selisih (Inversi) | Satuan Inversi |
UST BILL 2019 | 3 Bulan | 2.226 | 2.221 | 3 bulan-5 tahun | 35.7 |
UST 2020 | 2 Tahun | 1.862 | 1.895 | 2 tahun-5 tahun | 3.1 |
UST 2021 | 3 Tahun | 1.799 | 1.834 | 3 tahun-5 tahun | -3 |
UST 2023 | 5 Tahun | 1.831 | 1.864 | 3 bulan-10 tahun | 13.6 |
UST 2028 | 10 Tahun | 2.058 | 2.085 | 2 tahun-10 tahun | -19 |
Penguatan di pasar surat utang hari ini juga terjadi di pasar ekuitas dan pasar valas, yang masing-masingnya naik 1,31% dan 0,38%.
Dari pasar surat utang negara berkembang, penguatan terjadi di hampir seluruh pasar yaitu di China, Malaysia, Filipina, Rusia, Singapura, dan Afsel.
Di negara maju, surat utang yang menguat hanya di pasar JGB Jepang. Hal tersebut mencerminkan pasar sedang memburu pasar ekuitas yang menawarkan return lebih menggiurkan meskipun disertai risiko yang lebih tinggi.
Yield Obligasi Tenor 10 Tahun Negara Maju & Berkembang | |||
Negara | Yield 18 Jun'19 (%) | Yield 19 Jun'19 (%) | Selisih (basis poin) |
Brasil | 7.96 | 7.97 | 1.00 |
China | 3.259 | 3.255 | -0.40 |
Jerman | -0.323 | -0.287 | 3.60 |
Perancis | 0.006 | 0.044 | 3.80 |
Inggris | 0.806 | 0.846 | 4.00 |
India | 6.809 | 6.843 | 3.40 |
Jepang | -0.129 | -0.133 | -0.40 |
Malaysia | 3.713 | 3.704 | -0.90 |
Filipina | 5.212 | 5.14 | -7.20 |
Rusia | 7.55 | 7.52 | -3.00 |
Singapura | 1.983 | 1.982 | -0.10 |
Thailand | 2.175 | 2.19 | 1.50 |
Amerika Serikat | 2.058 | 2.085 | 2.70 |
Afrika Selatan | 8.25 | 8.205 | -4.50 |
TIM RISET CNBC INDONESIA
(irv/irv) Next Article SUN Cetak Rekor, Pengamat: SUN RI Masih Menarik Bagi Investor
Most Popular