
Investor Asing Jadi Harapan Pasar Obligasi Pekan Depan
Irvin Avriano Arief, CNBC Indonesia
06 January 2019 14:28

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar obligasi pekan depan dapat berbalik menguat dengan dipengaruhi oleh beberapa sentimen positif dari pasar global yang dampaknya masih tertabung sejak pekan lalu.
Sentimen tersebut terdiri dari positifnya pasar saham Wall Street setelah diumumkannya rerata kenaikan upah 0,4% menjadi US$27,48 per jam di AS, di atas prediksi.
Selain itu, hasil perundingan damai dagang yang memutuskan kelanjutan pertemuan ke tingkat wakil menteri juga dapat masih menjadi pertimbangan utama pelaku pasar global. Pertemuan itu rencananya akan digelar pada 7-8 Januari mendatang.
Karena itu, investor global diprediksikan akan masuk mode menyukai risiko (risk-on) dan akan semakin deras masuk ke instrumen lebih berisiko, seperti pasar modal negara berkembang, salah satunya Indonesia.
Pekan lalu, pasar obligasi terkoreksi cukup signifikan dikepung sentimen negatif global, berbanding terbalik dari kenaikan yang terjadi di pasar valas dan pasar ekuitas.
Koreksi pasar obligasi diperlihatkan oleh kenaikan yield pada seluruh seri acuan.
Pasar surat utang negara (SUN) masih tertekan di penghujung pekan meskipun ada sentimen positif dari data inflasi yang sejalan dengan prediksi (sehingga dalam tataran terkendali) dan PMI Indonesia yang lebih baik daripada prediksi.
Seri yang masih menggunakan acuan 2018 menunjukkan kenaikan yield terbesar terjadi pada seri 5 tahun yaitu FR0063 yaitu sebesar 15,1 basis poin (bps) menjadi 8,02%.
Sumber: Refinitiv
Tahun ini, seri acuan tersebut akan segera diganti dengan beberapa seri baru yang sudah terbit yaitu FR0077 untuk tenor 5 tahun, FR0078 untuk 10 tahun, FR0068 15 tahun, dan FR0069 20 tahun.
Koreksi pasar obligasi masih terjadi meskipun nilai tukar rupiah menguat sepanjang pekan lalu sebesar 1,99% menjadi Rp 14.265 dari sebelumnya Rp 14.555 per dolar AS.
Pelemahan dolar seiring dengan turunnya nilai tukar dolar AS di hadapan enam mata uang utama negara lain yaitu menjadi 96,17 dari sebelumnya 96,4 dari periode yang sama.
Indeks harga saham gabungan (IHSG) juga naik 1,29% menjadi 6.274 dari 6.194, semakin meninggalkan pasar obligasi yang masih tertekan.
Pekan ini juga, pasar obligasi pemerintah AS yaitu US Treasury menguat, yang ditunjukkan turunnya yield seri acuan 10 tahun US Treasury yang turun dari 2,738% menjadi 2,659%.
Penurunan yield tersebut bahkan sempat membawanya ke 2,55% serta sekaligus membuatnya menjadi level terendah sejak 16 Januari 2018.
Penguatan itu juga membuat selisih (spread) US Treasury acuan 10 tahun dengan SUN bertenor sama kembal melebar.
Melebarnya spread membuat investor global dapat menengok kembali ke pasar SUN karena nilainya yang relatif lebih murah dibandingkan dengan sebelumnya.
Saat ini, investor global masih menggenggam surat berharga negara (SBN) senilai Rp 893,48 triliun (37,72% dari total beredar) per 2 Januari.
Sentimen pekan lalu
Agenda pekan ini
TIM RISET CNBC INDONESIA
(irv/prm) Next Article SUN Cetak Rekor, Pengamat: SUN RI Masih Menarik Bagi Investor
Sentimen tersebut terdiri dari positifnya pasar saham Wall Street setelah diumumkannya rerata kenaikan upah 0,4% menjadi US$27,48 per jam di AS, di atas prediksi.
Karena itu, investor global diprediksikan akan masuk mode menyukai risiko (risk-on) dan akan semakin deras masuk ke instrumen lebih berisiko, seperti pasar modal negara berkembang, salah satunya Indonesia.
Pekan lalu, pasar obligasi terkoreksi cukup signifikan dikepung sentimen negatif global, berbanding terbalik dari kenaikan yang terjadi di pasar valas dan pasar ekuitas.
Koreksi pasar obligasi diperlihatkan oleh kenaikan yield pada seluruh seri acuan.
Pasar surat utang negara (SUN) masih tertekan di penghujung pekan meskipun ada sentimen positif dari data inflasi yang sejalan dengan prediksi (sehingga dalam tataran terkendali) dan PMI Indonesia yang lebih baik daripada prediksi.
Seri yang masih menggunakan acuan 2018 menunjukkan kenaikan yield terbesar terjadi pada seri 5 tahun yaitu FR0063 yaitu sebesar 15,1 basis poin (bps) menjadi 8,02%.
Yield Obligasi Negara Acuan Sepekan I-2019 | |||||
Seri | Jatuh tempo | Yield 28 Des 2018 (%) | Yield 4 Jan 2019 (%) | Selisih (basis poin) | Yield wajar IBPA 4 Jan'19 |
FR0063 | 2023 | 7.87 | 8.021 | 15.10 | 7.866 |
FR0064 | 2028 | 7.982 | 8.083 | 10.10 | 7.9465 |
FR0065 | 2035 | 8.204 | 8.324 | 12.00 | 8.3076 |
FR0075 | 2038 | 8.387 | 8.482 | 9.50 | 8.4337 |
Avg movement | 11.68 |
Tahun ini, seri acuan tersebut akan segera diganti dengan beberapa seri baru yang sudah terbit yaitu FR0077 untuk tenor 5 tahun, FR0078 untuk 10 tahun, FR0068 15 tahun, dan FR0069 20 tahun.
Koreksi pasar obligasi masih terjadi meskipun nilai tukar rupiah menguat sepanjang pekan lalu sebesar 1,99% menjadi Rp 14.265 dari sebelumnya Rp 14.555 per dolar AS.
Pelemahan dolar seiring dengan turunnya nilai tukar dolar AS di hadapan enam mata uang utama negara lain yaitu menjadi 96,17 dari sebelumnya 96,4 dari periode yang sama.
Indeks harga saham gabungan (IHSG) juga naik 1,29% menjadi 6.274 dari 6.194, semakin meninggalkan pasar obligasi yang masih tertekan.
Pekan ini juga, pasar obligasi pemerintah AS yaitu US Treasury menguat, yang ditunjukkan turunnya yield seri acuan 10 tahun US Treasury yang turun dari 2,738% menjadi 2,659%.
Penurunan yield tersebut bahkan sempat membawanya ke 2,55% serta sekaligus membuatnya menjadi level terendah sejak 16 Januari 2018.
Penguatan itu juga membuat selisih (spread) US Treasury acuan 10 tahun dengan SUN bertenor sama kembal melebar.
Melebarnya spread membuat investor global dapat menengok kembali ke pasar SUN karena nilainya yang relatif lebih murah dibandingkan dengan sebelumnya.
Saat ini, investor global masih menggenggam surat berharga negara (SBN) senilai Rp 893,48 triliun (37,72% dari total beredar) per 2 Januari.
Sentimen pekan lalu
- Kenaikan upah 0,4% menjadi US$ 27,48 per jam di AS, di atas prediksi 0,3%.
- Positifnya indeks saham di Wallstreet.
- Damai dagang yang semakin matang setelah adanya keputusan melanjutkan pertemuan ke tingkat wakil menteri pada 7-8 Januari.
Agenda pekan ini
- 7 Januari : Pertemuan wakil menteri China-AS di Beijing.
- 7 Januari : Cadangan devisa RI.
- 7 Januari : Data ritel RI.
- 7 Januari : Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) RI.
- 7 Januari : Data penjualan mobil RI.
- 8 Januari : Pertemuan wakil menteri China-AS di Beijing.
- 8 Januari : Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Jepang.
- 8 Januari : Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Uni Eropa.
- 8 Januari : Indeks Tendensi Bisnis Uni Eropa.
- 8 Januari : Neraca perdagangan Amerika Serikat.
- 9 Januari : Rilis minutes of meeting FOMC Desember.
- 10 Januari : Inflasi China.
- 11 Januari : Inflasi AS.
- 11 Januari : Neraca perdagangan Inggris
TIM RISET CNBC INDONESIA
(irv/prm) Next Article SUN Cetak Rekor, Pengamat: SUN RI Masih Menarik Bagi Investor
Most Popular