- Sebanyak dua bank, yakni PT. Bank Muamalat Indonesia Tbk dan PT. Bank Bukopin Tbk berencana menggelar rights issue (penerbitan saham baru) pada tahun ini. Dari segi segmen usaha, operasional bank hingga kelas bank, kedua jenis bank ini benar-benar berbeda.
Namun, di balik banyaknya perbedaan di antara kedua bank tersebut ada dua hal yang menjadi persamaan, yakni kedua bank tersebut sama-sama diincar oleh bank BUMN dan menghadapi masalah kekurangan modal.
Ketika dihadapkan dua proposal rights issue kedua bank tersebut, bank mana yang menjadi pilihan tepat bagi bank BUMN, Bank Muamalat atau Bank Bukopin atau kedua-duanya? Mari simak ulasan berikut.
Sebelum rights issue, banyak drama yang menyelimuti Bank Muamalat, mulai dari rasio pembiayaan bermasalah (non performing financing/NPF) yang membengkak, investor eksisting yang tidak akan menambah modal hingga batalnya rencana PT. Minna Padi Investama Tbk (PADI) untuk menjadi investor.
Dari segi NPF, Bank Muamalat memang pernah menyentuh angka tertinggi, yakni 7,11% pada 2014. Kemudian, apabila mengutip laporan keuangan Bank Muamalat pada 2016, aset kualitas dalam pengawasan khusus tercatat Rp 7,43 triliun.
Sementara aset kurang lancar ada Rp 454,95 miliar, diragukan Rp 278,64, dan macet Rp 2,65 triliun. Artinya, Bank Mualamat harus membersihkan aset "beracun" senilai Rp 10,53 triliun.
Namun di hadapan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Direktur Utama Bank Muamalat Achmad Permana mengungkapkan, dari segi rasio pembiayaan bermasalah (non performing financing/NPF) tidak mengalami masalah, tercatat NPF gross pada 2017 berada di angka 4,43%, meski mengalami peningkatan dari 2016 yang sebesar 3,8%.
Kemudian terkait investor eksisting yang tidak mau menambah modal, hal ini diamini oleh Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Heru Kristiyana. Menurut Heru, pemegang saham Bank Muamalat yang terdiri dari Islamic Development Bank (32,74%), Bank Boubyan (22%), dan pemegang saham existing lain tidak bisa menambah penyertaan modalnya.
"Sudah melampaui batas maksimum sehingga tidak bisa menambah lagi," ungkap dia.
Akibatnya, Bank Muamalat harus menambah modal apabila tidak ingin pertumbuhannya stagnan. "Kami menginginkan Bank Muamalat menambah modal supaya bisa berkembang lebih baik," ujar dia.
Terkait dengan kesepakatan dengan PADI, hal ini terhambat dilakukan. Pasalnya, Minna Padi tidak mengungkapkan mengenai keterbukaan informasi sampai batas waktu yang ditentukan. Oleh karena itu, Bank Muamalat harus kembali mencari investor baru untuk melancarkan aksi rights issue-nya.
Berbeda dengan Bank Muamalat, permasalahan di Bank Bukopin adalah koreksi penyajian pada piutang kartu kredit yang terjadi sebelumnya.
Direktur Konsumer Bukopin Rivan A. Purwantono mengatakan, permasalahan atas koreksi penyajian pada piutang kartu kredit ditemukan oleh internal Bukopin sejak Juli 2017 lalu. Koreksi data ini terjadi sejak 2011 terhadap sekitar 100.000 kartu kredit eksisting, dari total sekitar 1,1 juta kartu kredit Bukopin.
Temuan tersebut, lanjutnya, langsung dilaporkan kepada Kantor Akuntansi Publik (KAP) sebagai auditor independen dan Pengawas Bank Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada Juli 2017.
Direktur Keuangan Bukopin Adhi Brahmantya mengatakan pihaknya sudah tidak memasukan lagi pendapatan kartu kredit yang tidak tepat sejak Juli 2017 lalu. Bukopin juga merevisi laporan keuangan tahun 2015, 2016 hingga 2017 untuk menghilangkan unsur pendapatan yang tidak tepat tersebut dari laporan keuangan.
Selain itu, Bukopin juga telah memberikan sanksi kepada pegawai yang tak sesuai Good Corporate Governance (GCG) data kartu kredit. "Orang-orang buat itu kami ambil langkahdowngrade (penurunan jabatan)," ujar Adhi.
Langkah untuk merevisi laporan keuangan menyebabkan laba bersih Bukopin pada 2016 turun menjadi Rp 183,56 miliar dari sebelumnya Rp 1,08 triliun. Revisi tersebut dilakukan pada laporan keuangan 2017 yang dipublikasikan akhir Maret 2018.
Masalah lain yang ada di Bank Bukopin adalah NPL Bank Bukopin yang pada 2017 mencapai 6,37% atau meningkat hampir 128% dibandingkan NPL tahun sebelumnya yang hanya berkisar 2,79%.
Jika dihitung dari total jumlah pembiayaan yang disalurkan Bank Bukopin di tahun tersebut yang mencapai Rp 74 triliun, maka besaran kredit bermasalah yang dicapai bank tersebut di kisaran Rp 3 triliun.
Berdasarkan laporan keuangan yang dirilis, sektor komersil menjadi penyumbang terbesar kenaikan tingkat kredit bermasalah di tahun tersebut. Rasio NPL di bidang komersil mencapai 6,71% lebih tinggi dibandingkan dengan bidang retail yang hanya sekitar 3,9%.
Hal lainnya adalah Rasio Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) Bank Bukopin tahun 2017, berada di kisaran 11 %, dibawah standar yang harus dipenuhi bank sebesar 12% (berdasarkan profil resiko yang dihadapi.
Kekurangan modal untuk memperbesar pencadangan dan meningkatkan ekspansi menjadi dasar kedua bank untuk melakukan rights issue. Kedua bank pun sedang menggiat mencari investor.
Bank BUMN disebut-sebut menjadi salah satu investor yang tertarik untuk menjadi standby buyer right issue kedua bank tersebut.
Direktur Utama Bank Bukopin sebelumnya menyebutkan, ada empat investor yang tertarik menjadi standby buyer Bank Bukopin. Sebanyak tiga dari empat investor tersebut sudah ketahuan namanya, yakni TPG Capital, CVC Capital dan Kookmin Bank. Sedangkan investor terakhir adalah bank BUMN yang tidak bisa disebutkan namanya.
Sedangkan untuk Bank Muamalat, menurut Permana banyak investor yang tertarik. Namun, pihaknya mengharapkan pemerintah yang menjadi investor tersebut, baik melalui bank BUMN maupun anak usaha bank syariah milik BUMN.
Menurut sumber
CNBC Indonesia, bank BUMN memang tidak terang-terangan mengekspos penjajakan dengan kedua bank tersebut. Hal ini terkait masalah yang ada di dua bank tersebut yang bisa berpengaruh kepada harga saham bank BUMN.
Kendati, untuk Bank Muamalat, IDB bahkan sudah mengirimkan surat kepada petinggi bank BUMN untuk menyuntikkan modal. Meski, dari bank BUMN belum ada langkah lanjutan.
Sedangkan untuk Bank Bukopin, Direktur Utama BNI Achmad Baiquni mengakui, pihaknya sedang menjajaki akuisisi Bank Bukopin. Meski, saat ini sedang melakukan pendalaman, karena adanya laporan keuangan yang harus di-restated.
"Jadi kami sedang melakukan pendalaman. Ketika dilakukan review restatement, ini perlu waktu lagi," ucap dia.