Drama Bank Bukopin: Kartu Kredit Modifikasi dan Rights Issue
Donald Banjarnahor, CNBC Indonesia
27 April 2018 15:37

Jakarta, CNBC Indonesia - Modifikasi laporan keuangan bukanlah hal yang baru dalam industri perbankan di Indonesia. Aksi akrobat ini konon dilakukan untuk memperindah kinerja perusahaan.
Nah, kasus terbaru dari modifikasi laporan keuangan muncul di PT Bank Bukopin Tbk. Modifikasi yang dilakukan pada data kartu kredit yang telah terjadi bertahun-tahun lamanya. Modifikasi tersebut menyebabkan posisi kredit dan pendapatan berbasis komisi Bukopin bertambah tidak semestinya.
Menurut informasi yang dihimpun oleh CNBC Indonesia dari para pihak yang mengetahui masalah ini, modifikasi data kartu kredit di Bukopin telah dilakukan lebih dari 5 tahun yang lalu. Jumlah kartu kredit yang dimodifikasi juga cukup besar, lebih dari 100.000 kartu.
Uniknya, kejadian ini lolos dari berbagai layer pengawasan dan audit selama bertahun-tahun. Mulai dari audit internal Bukopin, Kantor Akuntan Publik (KAP) sebagai auditor independen, Bank Indonesia sebagai otoritas sistem pembayaran yang menangani kartu kredit, serta OJK sebagai lembaga yang bertanggungjawab dalam pengawasan perbankan.
Auditor independen Bukopin selama ini adalah KAP Purwantono, Sungkoro, dan Surja yang terafiliasi dengan salah satu big four auditor internasional Ernst & Young.
Namun bau busuk walaupun ditutupi pun akan tercium juga. Dari berbagai layer pengawasan, kasus ini ditemukan oleh internal Bukopin pada tahun lalu.
"Permasalahan mengenai restated (penyampaian kembali) laporan keuangan 2016 merupakan temuan dari manajemen yang telah disampaikan kepada Kantor Akuntansi Publik untuk dilakukan restated pada laporan keuangan 2017," ujar Direktur Utama Bukopin Eko Rachmansyah Gindo, tanpa mau merinci mengenai kasus ini kepada CNBC Indonesia.
Manajemen Bukopin pun secara jantan dan ikhlas merevisi laporan keuangan dari 2015, 2016, dan 2017. Kenapa hanya tiga tahun? Karena penyajian kembalui laporan keuangan dibatasi maksimal hanya 3 tahun terakhir.
Bank Bukopin merevisi turun laba bersih 2016 menjadi Rp 183,56 miliar dari sebelumnya Rp 1,08 triliun. Penurunan terbesar adalah di bagian pendapatan provisi dan komisi yang merupakan pendapatan dari kartu kredit. Pendapatan ini turun dari Rp1,06 triliun menjadi Rp 317,88 miliar.
Selain masalah kartu kredit, revisi juga terjadi pada pembiayaan anak usaha Bank Syariah Bukopin (BSB) terkait penambahan saldo cadangan kerugian penurunan nilai debitur tertentu.
Akibatnya, beban penyisihan kerugian penurunan nilai atas aset keuangan direvisi meningkat dari Rp649,05 miliar menjadi Rp797,65 miliar. Hal ini menyebabkan beban perseroan meningkat Rp148,6 miliar.
Setelah kasus ini mencuat, OJK baru angkat bicara ke publik. "Saat ini OJK sedang meminta klarifikasi pada bank dan KAP (kantor akuntan publik) terhadap perubahan laporan keuangan tersebut yg disampaikan kepada OJK," ujar Juru Bicara OJK Sekar Putih Djarot, Kamis (26/4/2018).
Begitu pula Bursa Efek Indonesia (BEI) sebagai wasit dari pasar modal yang akan meminta klarifikasi kepada Bukopin dan auditornya. Direktur Penilaian Perusahaan BEI Samsul Hidayat menyebutkan hal yang demikian biasanya terjadi saat proses audit oleh akuntan publik yang bertanggungjawab.
"Jadi kalau yang gitu biasanya treatment accounting, nanti kita konfirmasi ke auditornya biasanya. Kemudian kalau memang ada perbedaan antara tahun sekarang sama tahun sebelumnya ya itu dilihat alasannya apa. Nah, sampai saat ini sih belum kita klarifikasi," kata Samsul di Gedung BEI, Jakarta, Kamis (26/4).
Sebelum Otoritas melakukan klarifikasi, sebenarnya Bukopin telah "dihukum" atas insiden ini. Bukopin telah merevisi turun ekuitas yang dimiliki sebesar Rp 2,62 triliun pada akhir 2016, dari Rp 9,53 triliun menjadi Rp 6,91 triliun. Penurunan itu karena revisi turun saldo laba Rp 2,62 triliun menjadi Rp 5,52 triliun karena laba yang dilaporkan sebelumnya tidak benar.
Penurunan ekuitas ini berperan dalam tergerusnya rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio/CAR) Bukopin. Pada laporan keuangan 2016 sebelum revisi, CAR Bukopin masih aman 15,03%, namun setelah revisi CAR tersisa 11,62%.
CAR semakin memburuk pada akhir 2017 yang tercatat 10,52%, meski meningkat lagi pada kuartal I/2018 menjadi 11,09%. Hal lain yang mempengaruhi penurunan CAR adalah peningkatan rasio kredit bermasalah (non performing loan/NPL) Bukopin.
Inisiden modifikasi data kartu kredit ini memaksa Bukopin menyiapkan action plan untuk menyehatkan CAR ke level 14%. Langkah yang dilakukan adalah rights issue dengan menerbitkan saham baru sebesar 30% dan divestasi 40% saham Bank Syariah Bukopin (BSB).
Target dana yang bisa dihimpun untuk rights issue sekitar Rp2 triliun, sementara untuk divestasi BSB sebesar Rp 400 miliar. Dalam waktu yang cukup singkat, manajemen berhasil berkomunikasi dengan sejumlah bank asing, private equity asing dan bank BUMN sebagai mitra strategis rights issue yang digelar Juni mendatang.
Eko menyampakan Kookmin Bank asal Korea Selatan dan CVC Capital Partners sudah melakukan preliminary due diligence sebagai standby buyer. Bukopin juga telah berkomunikasi dengan TPG Capital yang sebelumnya pernah menjadi pemegang saham pengendali dari PT Bank Tabungan Pensiunan Nasional Tbk. "Satu lagi yang telah berminat TPG Capital. Namun mereka belum melakukan due diligence karena waktu dari rights issue cukup dekat, yakni Juni mendatang," ujar Eko.
Sejumlah bank dan private equity asing tersebut akan bersaing dengan sebuah bank BUMN yang juga berminat untuk meminang Bukopin. Bank BUMN yang disebut-sebut berminat adalah PT Bank Negara Indonesia Tbk, meskipun baik manajemen Bukopin dan BNI belum pernah mengonfirmasi hal ini
Dalam divestasi BSB, manajemen Bukopin telah berkomunikasi dengan Al Baraka asal Bahrain dan Affin Bank dari Malaysia. Eko juga menyebutkan salah satu koperasi nasional juga berminat meminang BSB
Meski demikian, pilihan untuk investor baru dari BSB cukup terbatas karena BI dan OJK telah memperketat izin bagi bank Malaysia yang ingin masuk ke Indonesia.
Dengan azas resiprokal, Malaysia harus membuka izin bank bagi asal Indonesia untuk beroperasi di Negeri Jiran, sebelum Indonesia membolehkan bank ketiga asal Malaysia untuk beroperasi di Indonesia.
Tentu, kita mengharapkan otoritas untuk melanjutkan klarifikasi terhadap kasus modifikasi data kartu kredit Bukopin. Namun, peran manajemen Bukopin yang mengakui terjadi kesalahan sebelumnya dan segera melakukan action plan adalah sesuatu yang perlu diapresiasi. Kita tunggu saja!
(dru) Next Article Sah! KB Bukopin Rombak Jajaran Direksi & Komisaris di RUPSLB
Nah, kasus terbaru dari modifikasi laporan keuangan muncul di PT Bank Bukopin Tbk. Modifikasi yang dilakukan pada data kartu kredit yang telah terjadi bertahun-tahun lamanya. Modifikasi tersebut menyebabkan posisi kredit dan pendapatan berbasis komisi Bukopin bertambah tidak semestinya.
Menurut informasi yang dihimpun oleh CNBC Indonesia dari para pihak yang mengetahui masalah ini, modifikasi data kartu kredit di Bukopin telah dilakukan lebih dari 5 tahun yang lalu. Jumlah kartu kredit yang dimodifikasi juga cukup besar, lebih dari 100.000 kartu.
Auditor independen Bukopin selama ini adalah KAP Purwantono, Sungkoro, dan Surja yang terafiliasi dengan salah satu big four auditor internasional Ernst & Young.
Namun bau busuk walaupun ditutupi pun akan tercium juga. Dari berbagai layer pengawasan, kasus ini ditemukan oleh internal Bukopin pada tahun lalu.
"Permasalahan mengenai restated (penyampaian kembali) laporan keuangan 2016 merupakan temuan dari manajemen yang telah disampaikan kepada Kantor Akuntansi Publik untuk dilakukan restated pada laporan keuangan 2017," ujar Direktur Utama Bukopin Eko Rachmansyah Gindo, tanpa mau merinci mengenai kasus ini kepada CNBC Indonesia.
Manajemen Bukopin pun secara jantan dan ikhlas merevisi laporan keuangan dari 2015, 2016, dan 2017. Kenapa hanya tiga tahun? Karena penyajian kembalui laporan keuangan dibatasi maksimal hanya 3 tahun terakhir.
Bank Bukopin merevisi turun laba bersih 2016 menjadi Rp 183,56 miliar dari sebelumnya Rp 1,08 triliun. Penurunan terbesar adalah di bagian pendapatan provisi dan komisi yang merupakan pendapatan dari kartu kredit. Pendapatan ini turun dari Rp1,06 triliun menjadi Rp 317,88 miliar.
Selain masalah kartu kredit, revisi juga terjadi pada pembiayaan anak usaha Bank Syariah Bukopin (BSB) terkait penambahan saldo cadangan kerugian penurunan nilai debitur tertentu.
Akibatnya, beban penyisihan kerugian penurunan nilai atas aset keuangan direvisi meningkat dari Rp649,05 miliar menjadi Rp797,65 miliar. Hal ini menyebabkan beban perseroan meningkat Rp148,6 miliar.
Setelah kasus ini mencuat, OJK baru angkat bicara ke publik. "Saat ini OJK sedang meminta klarifikasi pada bank dan KAP (kantor akuntan publik) terhadap perubahan laporan keuangan tersebut yg disampaikan kepada OJK," ujar Juru Bicara OJK Sekar Putih Djarot, Kamis (26/4/2018).
Begitu pula Bursa Efek Indonesia (BEI) sebagai wasit dari pasar modal yang akan meminta klarifikasi kepada Bukopin dan auditornya. Direktur Penilaian Perusahaan BEI Samsul Hidayat menyebutkan hal yang demikian biasanya terjadi saat proses audit oleh akuntan publik yang bertanggungjawab.
"Jadi kalau yang gitu biasanya treatment accounting, nanti kita konfirmasi ke auditornya biasanya. Kemudian kalau memang ada perbedaan antara tahun sekarang sama tahun sebelumnya ya itu dilihat alasannya apa. Nah, sampai saat ini sih belum kita klarifikasi," kata Samsul di Gedung BEI, Jakarta, Kamis (26/4).
Sebelum Otoritas melakukan klarifikasi, sebenarnya Bukopin telah "dihukum" atas insiden ini. Bukopin telah merevisi turun ekuitas yang dimiliki sebesar Rp 2,62 triliun pada akhir 2016, dari Rp 9,53 triliun menjadi Rp 6,91 triliun. Penurunan itu karena revisi turun saldo laba Rp 2,62 triliun menjadi Rp 5,52 triliun karena laba yang dilaporkan sebelumnya tidak benar.
Penurunan ekuitas ini berperan dalam tergerusnya rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio/CAR) Bukopin. Pada laporan keuangan 2016 sebelum revisi, CAR Bukopin masih aman 15,03%, namun setelah revisi CAR tersisa 11,62%.
CAR semakin memburuk pada akhir 2017 yang tercatat 10,52%, meski meningkat lagi pada kuartal I/2018 menjadi 11,09%. Hal lain yang mempengaruhi penurunan CAR adalah peningkatan rasio kredit bermasalah (non performing loan/NPL) Bukopin.
Inisiden modifikasi data kartu kredit ini memaksa Bukopin menyiapkan action plan untuk menyehatkan CAR ke level 14%. Langkah yang dilakukan adalah rights issue dengan menerbitkan saham baru sebesar 30% dan divestasi 40% saham Bank Syariah Bukopin (BSB).
Target dana yang bisa dihimpun untuk rights issue sekitar Rp2 triliun, sementara untuk divestasi BSB sebesar Rp 400 miliar. Dalam waktu yang cukup singkat, manajemen berhasil berkomunikasi dengan sejumlah bank asing, private equity asing dan bank BUMN sebagai mitra strategis rights issue yang digelar Juni mendatang.
Eko menyampakan Kookmin Bank asal Korea Selatan dan CVC Capital Partners sudah melakukan preliminary due diligence sebagai standby buyer. Bukopin juga telah berkomunikasi dengan TPG Capital yang sebelumnya pernah menjadi pemegang saham pengendali dari PT Bank Tabungan Pensiunan Nasional Tbk. "Satu lagi yang telah berminat TPG Capital. Namun mereka belum melakukan due diligence karena waktu dari rights issue cukup dekat, yakni Juni mendatang," ujar Eko.
Dalam divestasi BSB, manajemen Bukopin telah berkomunikasi dengan Al Baraka asal Bahrain dan Affin Bank dari Malaysia. Eko juga menyebutkan salah satu koperasi nasional juga berminat meminang BSB
Meski demikian, pilihan untuk investor baru dari BSB cukup terbatas karena BI dan OJK telah memperketat izin bagi bank Malaysia yang ingin masuk ke Indonesia.
Dengan azas resiprokal, Malaysia harus membuka izin bank bagi asal Indonesia untuk beroperasi di Negeri Jiran, sebelum Indonesia membolehkan bank ketiga asal Malaysia untuk beroperasi di Indonesia.
Tentu, kita mengharapkan otoritas untuk melanjutkan klarifikasi terhadap kasus modifikasi data kartu kredit Bukopin. Namun, peran manajemen Bukopin yang mengakui terjadi kesalahan sebelumnya dan segera melakukan action plan adalah sesuatu yang perlu diapresiasi. Kita tunggu saja!
(dru) Next Article Sah! KB Bukopin Rombak Jajaran Direksi & Komisaris di RUPSLB
Most Popular