Newsletter

Kasus Corona di AS, China, dan Korea Naik! Gelombang Kedua..?

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
12 May 2020 05:39
Warga malaysia serbu pusat perbelanjaan. (AP/Ee Ming Toh)
Foto: Warga malaysia serbu pusat perbelanjaan. (AP/Ee Ming Toh)
Jakarta, CNNC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia ditutup hijau pada perdagangan kemarin. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), nilai tukar rupiah, dan harga obligasi pemerintah mengakhiri hari dengan penguatan.

Kemarin, IHSG ditutp menguat 0,91%. Namun IHSG tidak sendiri karena hampir seluruh indeks saham utama Asia pun menguat.

 

Sementara nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) menguat 0,27%. Rupiah bergerak labil bukan main, kadang menguat, kadang melemah, kadang stagnan. Namun yang penting mata uang Tanah Air finis di jalur hijau dan menjadi yang terbaik di Asia.


Kemudian imbal hasil (yield) obligasi pemerintah seri acuan tenor 10 tahun turun 1,4 basis poin (bps). Penurunan yield menandakan harga instrumen ini sedang naik karena tingginya permintaan.

Mood investor memang sedang agak bagus. Penyebabnya adalah aktivitas ekonomi yang mulai bergeliat usai lumpuh akibat pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19) yang memaksa pemerintah di berbagai negara menerapkan pembatasan sosial (social distancing).

Di AS, dua negara bagian yaitu Michigan dan California telah melonggarkan social distancing pada Kamis pekan lalu. Dua daerah tersebut merupakan pusat industri manufaktur di Negeri Paman Sam.

"Kami memulai aktivitas pada pekan ini untuk mempersiapkan permintaan yang akan mulai datang pekan depan," kata Joe Perkins, CEO Busche Performance Group yang bergerak di bidang permesinan. Busche adalah pemasok suku cadang perlengkapan elektronik dan otomotif.

Tiga besar perusahaan otomotif AS yaitu GM, Ford, dan Fiat Chrysler akan memulai proses produksi pada 18 Mei. Beberapa karyawan sudah masuk kerja untuk mempersiapkan proses tersebut. Sektor otomotif menyumbang sekitar 6% dari Produk Domestik Bruto (PDB) Negeri Paman Sam dan mempekerjakan lebih dari 835.000 orang.

Pembukaan kembali pabrik-pabrik membawa harapan bahwa ekonomi yang terpukul bisa bangkit berdiri dalam waktu yang tidak terlampau lama. Selain itu, aktivitas ekonomi yang bergerak akan membuat angka pengangguran yang sekarang abnormal menjadi normal kembali.

Akhir pekan lalu, US Bureau of Labor Statistics mengumumkan angka pengangguran AS mencapai 14,7% pada April 2020, tertinggi sejak Perang Dunia II. Plus, jumlah lapangan kerja di AS menyusut 20,5 juta. Ini adalah penurunan terdalam sejak Depresi Besar pada 1930-an.


Pasar melihat bahwa angka pengangguran bulan lalu adalah titik nadir. Ke depan, ada harapan angka ini bakal menurun seiring aktivitas masyarakat yang kembali dibuka.

"Kita semua memantau bagaimana pembukaan kembali (reopening) ini berjalan. Anda mulai bisa mendengar dari dunia usaha bahwa kondisi sudah lebih baik ketimbang beberapa waktu lalu yang membuat depresi," kata Keith Lerner, Chief Market Strategist di Truist/SunTrust Advisory Services, seperti dikutip dari Reuters.

Beralih ke bursa saham New York di Wall Street, tiga indeks utama ditutup bervariasi cenderung menguat. Dow Jones Industrial Average (DJIA) turun 0,45%, tetapi S&P dan Nasdaq Composite mampu menguat masing-masing 0,01% dan 0,78%.

Sentimen pembukaan kembali (reopening) aktivitas ekonomi masih ampuh menjadi sentimen positif di pasar. Apalagi kemudian datang kabar bahwa Tesla, pabrikan mobil listrik ternama besutan Elon Musk, akan kembali berproduksi. Surat elektronik perusahaan kepada para karyawan menyebutkan operasional akan segera dimulai dan karyawan yang dirumahkan bisa bekerja kembali.

"Kami senang Anda bisa kembali bekerja dan kami akan menerapkan rencana agar Anda tetap aman," demikian petikan surat tersebut, seperti diwartakan Reuters.

Musk memang sangat menentang karantina wilayah (lockdown) di California, tempat satu-satunya pabrik Tesla di AS berdiri. Bahkan Tesla sampai mengajukan gugatan hukum kepada pemerintah Kota Alamada karena membuat aktivitas mereka terhenti dan karyawan tidak bisa bekerja. Tidak hanya itu, Musk mengancam akan memindahkan pabrik ke daerah lain jika tidak ada kepastian kapan aktivitas bisa dibuka kembali.


"Jujur, ini adalah peringatan terakhir. Tesla akan memindahkan kantor pusat dan rencana produksi ke Texas/Nevada sesegera mungkin. Jika kami mempertahankan pabrik di Fremont, maka akan sangat tergantung bagaimana Tesla diperlakukan. Tesla adalah pabrikan mobil terakhir yang tersisa di California," cuit Musk belum lama ini.



Akan tetapi, ada kekhawatiran yang menghantui benak investor. Kekhawatiran yang membuat DJIA terkoreksi dan S&P 500 hanya menguat tipis.

Pelaku pasar cemas terhadap risiko gelombang kedua serangan virus corona. Data US Centers for Disease Control and Prevention menyebutkan, jumlah pasien corona di Negeri Adidaya per 10 Mei adalah 1.300.696 orang. Naik 2,09% dibandingkan posisi hari sebelumnya.

Kenaikan 2,09% sedikit lebih tinggi dari laju kenaikan harian pada 9 Mei yaitu 2,08%. Oleh karena itu, timbul ketakutan bahwa AS akan masuk ke jurang second wave outbreak dari virus corona.

Risiko ke arah sana sangat nyata, karena pelonggaran social distancing membuat intensitas interaksi dan kontak antar-manusia meningkat. Padahal virus yang bermula dari Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Republik Rakyat China ini sangat menyukai kerumunan.




"Tidak ada yang tahu bagaimana krisis kesehatan ini bisa terselesaikan, tidak ada yang punya buku panduannya. Tanpa buku panduan, kepastian menjadi barang langka sehingga pasar menjadi bimbang," kata David Carter, Chief Investment Officer di Lenox Wealth Advisors yang berbasis di New York, seperti dikutip dari Reuters.


Untuk perdagangan hari ini, investor patut mencermati sejumlah sentimen. Pertama sudah tentu penyebaran virus corona. Ada kecenderungan peningkatan kasus di beberapa negara yang mengendurkan social distancing.

Di Asia, kejadian tersebut dialami oleh China dan Korea Selatan. Dalam dua hari terakhir, data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO menyebutkan kasus baru di China naik 0,02%.

Meski sangat tipis, tetapi itu adalah laju tercepat sejak 29 April. Artinya, ada tanda kasus baru virus corona mulai meningkat lagi.



Pemerintah China mengambil langkah tegas dengan menerapkan lockdown di Kota Shulan, Provinsi Jilin. Ini dilakukan agar virus tidak semakin menyebar.


Di Kota Wuhan, ground zero penyebaran virus corona, sudah ada satu kluster penyebaran baru setelah lockdown dicabut sebulan lalu. Ada lima pasien baru yang tinggal di sebuah pemukiman.

Kemudian di Korea Selatan, Korea Centers for Disease Control and Prevention mencatat jumlah pasien positif corona per 11 Mei adalah 10.909 orang. Naik 0,32% dibandingkan posisi per hari sebelumnya.

Seperti halnya di China, pertumbuhan kasus di Negeri Ginseng memang relatif rendah. Namun kenaikan 0,32% menjadi yang tertinggi sejak 9 April.




Virus cornna agak mengganas setelah pemerintah Korea Selatan melonggarkan aturan social distancing. Warga melepas rindu dengan mendatangi bar dan klub malam yang kembali dibuka, dan di situlah penularan terjadi.

Pada akhir pekan lalu, jumlah pasien positif corona di Korea Selatan bertambah 35 orang dalam sehari, tertinggi dalam lebih dari sebulan terakhir. Sebanyak 29 di antaranya terjangkit setelah mendatangi beberapa bar dan klub malam.

Penambahan kasus corona membuat sejumlah perusahaan menunda jadwal masuk karyawan untuk kembali bekerja. Sedianya mulai pekan ini para karyawan di perusahaan teknologi Kakao Corp dan Naver Corp kembali masuk kantor, tetapi ditunda sampai batas waktu yang belum ditentukan.

Oleh karena itu, sangat wajar jika muncul kecemasan bahwa bakal terjadi gelombang serangan kedua virus corona di negara-negara yang sebelumnya berhasil 'menang perang'. Berkaca dari pengalaman wabah flu Spanyol, yang namanya second wave outbreak akan lebih kejam ketimbang yang pertama.


Kunci untuk meraih kemenangan total terhadap virus corona adalah vaksin. Selama belum ada vaksin yang bisa meningkatkan imunitas terhadap virus corona, maka risiko penularan masih akan tinggi.

Belajar dari pengalaman cacar air (smallpox), penyakit ini baru bisa dijinakkan pada 1980. Padahal cacar air telah menghantui umat manusia selama 3.000 tahun, dan menelan korban jiwa 300 juta orang pada abad ke-20 saja.


Sentimen kedua adalah perkembangan di pasar komoditas, terutama minyak. Pada pukul 04:13 WIB, harga minyak jenis brent anjlok sampai 4,33% sementara light sweet berkutang hampir 1%.



Koreksi harga minyak mencerminkan pesimisme pelaku pasar terhadap prospek pemulihan ekonomi global akibat risiko gelombang serangan kedua virus corona. Bahkan langkah Arab Saudi yang memangkas produksi tidak bisa menghapus kekhawatiran tersebut.

Mulai bulan depan Arab Saudi berencana menurunkan produksi 4,8 juta barel/hari. Ini membuat produksi minyak di Negeri Padang Pasir menjadi 7,49 juta barel/hari, terendah selama hampir 20 tahun.


Perkembangan harga minyak bisa menambah volatilitas di pasar keuangan. Saat pasar dilanda ketidakpastian, investor akan cenderung bermain aman dan menghindari aset-aset berisiko di negara berkembang seperti Indonesia.

Sentimen ketiga, investor patut mencermati perkembangan nilai tukar dolar AS. Pada pukul 05:29 WIB, Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback di hadapan enam mata uang utama) melonjak 1,22% dan berada di atas 100.



Lagi-lagi kekhawatiran pasar terhadap risiko second wave outbreak virus corona membuat dolar AS menjadi buruan utama. Dalam kondisi tidak menentu, paling aman memang memegang uang tunai. Bukan sembarang uang tunai, tetapi dolar AS yang diterima di seluruh dunia.

"Pelaku pasar mencemaskan reopening yang mungkin terlalu cepat sehingga bisa menyebabkan gelombang serangan kedua dari virus corona. Ini membuat investor terus bersikap hati-hati," sebut riset Action Economics.

Ketika preferensi investor lebih ke bermain aman dengan memeluk dolar AS, maka akan menjadi pertanda buruk bagi pasar keuangan negara-negara berkembang seperti Indonesia. Arus modal bakal seret sehingga menghambat laju IHSG dkk.



Sentimen keempat, kali ini dari dalam negeri, adalah dirilisnya dua aturan baru yaitu Peraturan Pemerintah No 23/2020 tentang Program Ekonomi Nasional (PEN) dan Undang-undang Mineral dan Batu Bara (Minerba). Dua regulasi ini sepertinya bakal mempengaruhi lansekap perekonomian nasional secara signifikan.

PEN adalah serangkaian upaya untuk memulihkan perekonomian domestik dari pandemi virus corona. Salah satu pilarnya adalah mendorong peran perbankan dalam menyalurkan kredit.

Caranya, pemerintah akan menyuntikkan likuiditas kepada perbankan. Likuiditas itu didapat dari penerbitan obligasi yang akan diserap oleh Bank Indonesia (BI) dengan suku bunga khusus.


Kebijakan ini bisa menjadi sentimen yang menggerakkan emiten perbankan di Bursa Efek Indonesia (BEI). Ketika saham-saham perbankan bergerak, maka IHSG secara keseluruhan akan terpengaruh mengingat besarnya bobot sektor keuangan.

Sementara UU Minerba yang baru akan memberi kepastian kontrak bagi perusahaan pertambangan. Dalam Pasal 169A diatur Kontrak Karya (KK) dan Perjanjian Karya Pertambangan Batu Bara (PKP2B) diberikan jaminan perpanjangan menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) setelah memenuhi persyaratan dan ketentuan.

Dalam Pasal 169 A huruf a, disebutkan kontrak/perjanjian yang belum memperoleh perpanjangan dijamin mendapatkan dua kali perpanjangan dalam bentuk IUPK selama 10 tahun dengan mempertimbangkan penerimaan negara. Kemudian di dalam Pasal 169 A huruf b disebutkan kontrak/perjanjian yang telah memperoleh perpanjangan pertama dijamin untuk diberikan perpanjangan kedua dalam bentuk IUPK paling lama 10 tahun.


Rencana perubahan UU Minerba sudah ada sejak 2016. Setelah samar-samar selama empat tahun, akhirnya sekarang ada kejelasan. Emiten batu bara jadi punya pegangan untuk rencana ekspansi ke depan.

Sentimen kelima, masih dari dalam negeri, adalah rilis data penjualan ritel periode Maret 2020. Pada bulan sebelumnya, penjualan ritel turun 0,8% year-on-year (yoy) dan menjadi catatan terburuk sejak Juni tahun lalu.




Ada kemungkinan penjualan ritel kembali terkontraksi (tumbuh negatif), bahkan lebih dalam ketimbang Februari. Sebab, Indonesia mulai mencatatkan kasus corona pada awal Maret dan pada saat itu social distancing mulai gencar diterapkan.

Masyarakat mulai #dirumahaja, tidak bepergian, dan pertokoan pun banyak yang ditutup. Akibatnya, hampir dapat dipastikan bahwa penjualan ritel bakal anjlok.

Bahkan Trading Economics memperkirakan kontraksinya bisa sampai -5,2%. Sepertinya data penjualan ritel bakal menjadi contoh terbaru bagaimana ekonomi Indonesia sangat terpukul akibat pandemi virus corona.


Berikut sejumlah agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini:

1. Rilis data inflasi China periode April 2020 (06:30 WIB).
2. Rilis data penjualan ritel Indonesia periode Maret 2020 (10:00 WIB).
3. Sidang Paripurna DPR untuk mengesahkan RUU Minerba (14:00 WIB).
4. Rilis data inflasi AS periode April 2020 (19:30 WIB).

Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:

Indikator

Tingkat

Pertumbuhan ekonomi (Q I-2020 YoY)

2,97%

Inflasi (April 2020 YoY)

2,67%

BI 7 Day Reverse Repo Rate (April 2020)

4,5%

Surplus/defisit anggaran (APBN 2020)

-1,76% PDB

Surplus/defisit transaksi berjalan (2019)

-2,72% PDB

Surplus/defisit Neraca Pembayaran Indonesia (2019)

US$ 4,68 miliar

Cadangan devisa (April 2020)

US$ 127,88 miliar

 
Untuk mendapatkan informasi seputar data-data pasar, silakan klik di sini.


TIM RISET CNBC INDONESIA



(aji/aji) Next Article Corona Makin Gawat, China & Negara Barat Malah Main 'Silat'

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular