
Newsletter
Ketupat Sudah Lewat, Ada yang Hijau Lagi Hari Ini?
Hidayat Setiaji & M Taufan Adharsyah & Anthony Kevin, CNBC Indonesia
10 June 2019 05:56

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia tidak beroperasi selama sepekan kemarin karena libur Idul Fitri. Lumayan banyak sentimen yang terlewatkan sehingga pelaku pasar mungkin butuh watu untuk menyesuaikan diri saat perdagangan kembali dibuka hari ini.
Sepanjang minggu kemarin, indeks saham utama Asia menguat bergerak variatif cenderung menguat. Secara mingguan, Nikkei 225 naik 1,4%, Hang Seng menguat 0,2%, Kospi bertambah 1,5%, dan Straits Times melesat 1,4%. Hanya Shanghai Composite yang terpaksa gigit jari karena anjlok 2,4%.
Ada cukup banyak hal yang perlu dicerna oleh investor di pasar keuangan Indonesia. Namun untungnya, sentimen yang beredar cenderung positif.
Pertama adalah ancaman perang dagang Amerika Serikat (AS) dengan tetangganya, Meksiko. Presiden AS Donald Trump mengancam bakal mengenakan bea masuk untuk importasi produk-produk asal Meksiko jika Negeri Sombrero tidak kunjung membenahi masalah di perbatasan. Sejak masa kampanye, Trump memang sangat keras jika menyangkut soal imigran gelap.
Namun sepertinya ancaman bea masuk hanyalah alat untuk 'menginjak kaki'. Ancaman tersebut berhasil membuat Meksiko setuju untuk membeli lebih banyak produk AS, terutama pertanian.
"MEKSIKO SETUJU UNTUK SEGERA MEMBELI PRODUK PERTANIAN DALAM JUMLAH YANG BESAR DARI PARA PETANI YANG PATRIOTIK!" cuit Trump di Twitter.
Setelah itu, sikap Trump terhadap Meksiko pun melunak. Bahkan rencana pengenaan bea masuk kemungkinan batal.
"Meksiko awalnya tidak kooperatif soal perbatasan, tetapi kini saya percaya. Terutama setelah berbicara dengan presiden mereka, dan Meksiko akan sangat kooperatif dan ingin menyelesaikan pekerjaan dengan baik," cuit Trump.
Sentimen kedua adalah suku bunga acuan. Setelah tahun lalu mengangkasa, hawa penurunan suku bunga global kian terasa.
Pekan lalu, Bank Sentral Australia (RBA) menurunkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin menjadi 1,25%. Sebelumnya Bank Sentral India (RBI) juga sudah menurunkan suku bunga acuan, bahkan lebih agresif.
Aroma penurunan suku bunga acuan bahkan juga tercium di AS. Jerome 'Jay' Powell, Gubernur The Federal Reserves/The Fed, mengatakan bahwa perang dagang AS sejumlah negara akan berdampak terhadap kinerja perekonomian Negeri Paman Sam. Oleh karena itu, The Fed siap menempuh langkah yang diperlukan.
"Kami tidak tahu kapan dan bagaimana masalah ini (perang dagang) bisa diselesaikan. Kami terus memonitor dampak dari perkembangannya terhadap prospek perekonomian AS dan seperti biasanya akan bertindak jika dibutuhkan untuk menjaga ekspansi pasar tenaga kerja dan inflasi mendekati target 2%," papar Powell, mengutip Reuters.
Investor membaca salah satu langkah yang bakal ditempuh The Fed adalah menurunkan suku bunga. Mengutip CME Fedwatch, probabilitas Federal Funds Rate bertahan di level yang sekarang yaitu 2,25-2,5% pada akhir 2019 hanya 1,4%. Wow...
Peluang untuk turun jauh lebih besar. Kemungkinan suku bunga acuan berada di 2-2,25% pada akhir tahun (turun 25 basis pon) adalah 12,2%. Sedangkan peluang Federal Funds Rate berada di 1,75-2% (turun 50 basis poin) adalah 32,6%. Bahkan kemungkinan suku bunga acuan nangkring di 1,5-1,75% (turun 75 basis poin) adalah 35,5%.
Tampaknya AS sudah tidak bisa menghindar, suku bunga harus turun. Artinya berinvestasi di instrumen berbasis dolar AS, utamanya yang berpendapatan tetap, menjadi kurang menguntungkan.
Arus modal akan cenderung menghindari dolar AS dan hinggap ke berbagai negara, bukan tidak mungkin Indonesia. Sebab sebelum libur Idul Fitri, Standard and Poor's (S&P) memberikan 'kado' berupa kenaikan peringkat utang Indonesia dari BBB- menjadi BBB.
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
Sepanjang minggu kemarin, indeks saham utama Asia menguat bergerak variatif cenderung menguat. Secara mingguan, Nikkei 225 naik 1,4%, Hang Seng menguat 0,2%, Kospi bertambah 1,5%, dan Straits Times melesat 1,4%. Hanya Shanghai Composite yang terpaksa gigit jari karena anjlok 2,4%.
Ada cukup banyak hal yang perlu dicerna oleh investor di pasar keuangan Indonesia. Namun untungnya, sentimen yang beredar cenderung positif.
Pertama adalah ancaman perang dagang Amerika Serikat (AS) dengan tetangganya, Meksiko. Presiden AS Donald Trump mengancam bakal mengenakan bea masuk untuk importasi produk-produk asal Meksiko jika Negeri Sombrero tidak kunjung membenahi masalah di perbatasan. Sejak masa kampanye, Trump memang sangat keras jika menyangkut soal imigran gelap.
Namun sepertinya ancaman bea masuk hanyalah alat untuk 'menginjak kaki'. Ancaman tersebut berhasil membuat Meksiko setuju untuk membeli lebih banyak produk AS, terutama pertanian.
"MEKSIKO SETUJU UNTUK SEGERA MEMBELI PRODUK PERTANIAN DALAM JUMLAH YANG BESAR DARI PARA PETANI YANG PATRIOTIK!" cuit Trump di Twitter.
Setelah itu, sikap Trump terhadap Meksiko pun melunak. Bahkan rencana pengenaan bea masuk kemungkinan batal.
"Meksiko awalnya tidak kooperatif soal perbatasan, tetapi kini saya percaya. Terutama setelah berbicara dengan presiden mereka, dan Meksiko akan sangat kooperatif dan ingin menyelesaikan pekerjaan dengan baik," cuit Trump.
Sentimen kedua adalah suku bunga acuan. Setelah tahun lalu mengangkasa, hawa penurunan suku bunga global kian terasa.
Pekan lalu, Bank Sentral Australia (RBA) menurunkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin menjadi 1,25%. Sebelumnya Bank Sentral India (RBI) juga sudah menurunkan suku bunga acuan, bahkan lebih agresif.
Aroma penurunan suku bunga acuan bahkan juga tercium di AS. Jerome 'Jay' Powell, Gubernur The Federal Reserves/The Fed, mengatakan bahwa perang dagang AS sejumlah negara akan berdampak terhadap kinerja perekonomian Negeri Paman Sam. Oleh karena itu, The Fed siap menempuh langkah yang diperlukan.
"Kami tidak tahu kapan dan bagaimana masalah ini (perang dagang) bisa diselesaikan. Kami terus memonitor dampak dari perkembangannya terhadap prospek perekonomian AS dan seperti biasanya akan bertindak jika dibutuhkan untuk menjaga ekspansi pasar tenaga kerja dan inflasi mendekati target 2%," papar Powell, mengutip Reuters.
Investor membaca salah satu langkah yang bakal ditempuh The Fed adalah menurunkan suku bunga. Mengutip CME Fedwatch, probabilitas Federal Funds Rate bertahan di level yang sekarang yaitu 2,25-2,5% pada akhir 2019 hanya 1,4%. Wow...
Peluang untuk turun jauh lebih besar. Kemungkinan suku bunga acuan berada di 2-2,25% pada akhir tahun (turun 25 basis pon) adalah 12,2%. Sedangkan peluang Federal Funds Rate berada di 1,75-2% (turun 50 basis poin) adalah 32,6%. Bahkan kemungkinan suku bunga acuan nangkring di 1,5-1,75% (turun 75 basis poin) adalah 35,5%.
Tampaknya AS sudah tidak bisa menghindar, suku bunga harus turun. Artinya berinvestasi di instrumen berbasis dolar AS, utamanya yang berpendapatan tetap, menjadi kurang menguntungkan.
Arus modal akan cenderung menghindari dolar AS dan hinggap ke berbagai negara, bukan tidak mungkin Indonesia. Sebab sebelum libur Idul Fitri, Standard and Poor's (S&P) memberikan 'kado' berupa kenaikan peringkat utang Indonesia dari BBB- menjadi BBB.
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular