Newsletter

Wall Street Cetak Rekor, Tapi Jangan Senang Dulu....

Taufan Adharsyah & Anthony Kevin, CNBC Indonesia
24 April 2019 06:32
Wall Street Cetak Rekor, Tapi Jangan Senang Dulu....
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Selepas anjlok hingga 1,42% pada perdagangan awal pekan (22/4/2019), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berhasil bangkit pada perdagangan kemarin, Selasa (23/4/2019), dengan membukukan penguatan sebesar 0,75% ke level 6.462,82.

Tak sekalipun merasakan pahitnya zona merah, IHSG juga menjadi indeks saham dengan kinerja terbaik di kawasan Asia. Sejatinya, mayoritas indeks saham kawasan Asia lainnya juga ditransaksikan menguat seperti IHSG. Namun, penguatan IHSG merupakan yang paling tinggi.


Tak hanya IHSG, rupiah juga berhasil memperbaiki keadaan. Jika pada hari Senin rupiah melemah 0,21% di pasar spot melawan dolar AS, kemarin rupiah ditutup flat di level Rp 14.070/dolar AS.

Upside dari IHSG yang masih besar membuat aksi beli gencar dilakukan oleh investor di pasar saham tanah air. Jika berkaca kepada sejarah, IHSG selalu memberikan imbal hasil yang menggiurkan di tahun pemilu, dengan catatan bahwa hasil pilpres sesuai dengan proyeksi dari mayoritas lembaga survei.

Pada tahun 2004, IHSG melejit hingga 44,6%. Kala itu, pasangan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)-Muhammad Jusuf Kalla memenangkan pertarungan melawan Megawati Soekarnoputri-Hasyim Muzadi (putaran 2).

Pada tahun 2009, IHSG meroket hingga 87%. Pada pertarungan tahun 2009, SBY berhasil mempertahankan posisi RI-1, namun dengan wakil yang berbeda. Ia didampingi oleh Boediono yang sebelumnya menjabat Gubernur Bank Indonesia (BI). SBY-Boediono berhasil mengalahkan 2 pasangan calon yakni Megawati Soekarnoputri-Prabowo Subianto dan Jusuf Kalla-Wiranto.

Beralih ke tahun 2014, mantan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo berhasil menempati tahta kepemimpinan tertinggi di Indonesia dengan menggandeng Jusuf Kalla sebagai wakilnya. Pada saat itu, IHSG melejit 22,3%.

Untuk pilpres edisi 2019, mayoritas lembaga survei menjagokan pasangan calon nomor urut 01 Joko Widodo-Ma'ruf Amin, yang kini unggul di quick count yang diadakan sejumlah lembaga.


Hasil hitung cepat dari Litbang Kompas misalnya, sudah menerima sebanyak 99,95% suara masuk dengan 54,4% suara jatuh ke pasangan Joko Widodo-Ma'ruf Amin.

Namun ternyata, dalam 2 hari perdagangan pertama selepas pilpres tahun ini (18 & 22 April), IHSG justru anjlok hingga 1,03%. Padahal dalam 2 hari perdagangan pertama selepas pilpres tahun 2014, IHSG membukukan penguatan sebesar 0,16%.

Lantas, kinerja IHSG yang underperform tersebut dimanfaatkan investor untuk melakukan akumulasi. Apalagi, sepanjang tahun ini (hingga penutupan perdagangan hari Senin) IHSG baru membukukan penguatan sebesar 3,56%, menyisakan upside yang besar jika berkaca kepada tahun-tahun pemilu sebelumnya.


BERLANJUT KE HALAMAN 2

Beralih ke AS, Wall Street mencetak rekor pada perdagangan kemarin. Pada penutupan perdagangan, indeks Dow Jones naik 0,55%, indeks S&P 500 melesat 0,88%, dan indeks Nasdaq Composite melejit 1,32%.

Indeks S&P 500 dan Nasdaq Composite ditutup di level penutupan tertinggi sepanjang masa. Sementara itu, indeks Dow Jones hanya butuh apresiasi sebesar 1,1% lagi untuk mencapai level penutupan tertinggi sepanjang masa.

Kinclongnya kinerja keuangan dari para emiten membuat bursa saham Negeri Paman Sam sumringah.

Untuk periode kuartal-I 2019, Coca Cola mencatatkan pendapatan senilai US$ 8,02 miliar, di atas konsensus Refinitiv yang sebesar US$ 7,88 miliar. Sementara itu, laba per saham (Earnings Per Share/EPS) diumumkan sebesar US$ 48 sen, mengalahkan konsensus yang sebesar US$ 46 sen. Harga saham Coca-Cola melejit 1,71% pada penutupan perdagangan.


Kemudian, harga saham Twitter meroket sebesar 15,6% pasca perusahaan melaporkan pendapatan senilai US$ 787 juta pada 3 bulan pertama tahun 2019, mengalahkan konsensus Refinitiv yang sebesar 776,1 juta. EPS diumumkan sebesar US$ 37 sen, di atas estimasi yang sebesar US$ 15 sen.

Sepanjang kuartal-I 2019, Twitter mencatat bahwa secara rata-rata terdapat 330 juta pengguna aktif setiap bulannya, lebih tinggi dibandingkan konsensus FactSet yang sebanyak 318 juta saja.

Lebih lanjut, kinclongnya data ekonomi yang dirilis di AS juga berkontribusi dalam mendorong Wall Street mencetak rekor. Sepanjang bulan Maret, penjualan rumah baru tercatat mencapai 692.000 unit (annualized), level tertinggi sejak November 2017.



BERLANJUT KE HALAMAN 3


Untuk perdagangan hari ini, investor patut mencermati sejumlah sentimen. Pertama tentu kinerja Wall Street yang begitu cemerlang. Diharapkan, aksi beli yang dilakukan investor di bursa saham AS akan menjalar hingga ke Asia, termasuk Indonesia.

Kedua, hawa-hawa hard landing terkait perekonomian dunia yang kian memudar. Belum lama ini, kekhawatiran pelaku pasar bahwa perekonomian dunia akan mengalami hard landing kian besar pasca International Monetary Fund (IMF) memangkas proyeksinya atas pertumbuhan ekonomi dunia untuk tahun 2019 menjadi 3,3%, dari yang sebelumnya 3,5% pada proyeksi yang dibuat bulan Januari. Sebagai informasi, perekonomian dunia tumbuh hingga 3,6% pada tahun 2018.



Kuatnya data penjualan rumah di AS memberikan optimisme bahwa hard landing akan bisa dihindari. Pasalnya, rilis data tersebut melengkapi rangkaian rilis data ekonomi AS sebelumnya yang juga oke.

Penjualan barang-barang ritel periode Maret 2019 diumumkan naik sebesar 1,6% secara bulanan, menandai kenaikan tertinggi sejak September 2017 dan jauh membaik dibandingkan capaian bulan Februari yakni kontraksi sebesar 0,2%. Capaian pada bulan Maret juga berhasil mengalahkan konsensus yakni pertumbuhan sebesar 0,9% saja, seperti dilansir dari Forex Factory.

Kemudian, penjualan barang-barang ritel inti (mengeluarkan komponen mobil) periode Maret 2019 tumbuh sebesar 1,2% secara bulanan, membaik ketimbang bulan Februari yang minus 0,2%. Capaian tersebut juga juga berhasil mengalahkan konsensus yakni pertumbuhan sebesar 0,7% saja, seperti dilansir dari Forex Factory.

Tak sampai di situ, klaim tunjangan pengangguran untuk minggu yang berakhir pada 13 April tercatat turun 5.000 dibandingkan pekan sebelumnya menjadi 192.000, lebih rendah dari konsensus yang sebesar 207.000, dilansir dari Forex Factory.

Lebih lanjut, data ekonomi China selaku negara dengan nilai perekonomian terbesar kedua di dunia juga memberikan optimisme bahwa hard landing akan bisa dihindari. Pada pekan lalu, pertumbuhan ekonomi China periode kuartal-I 2019 diumumkan di level 6,4% YoY, mengalahkan konsensus yang sebesar 6,3% YoY, seperti dilansir dari Trading Economics.



BERLANJUT KE HALAMAN 4


Sentimen ketiga yang harus dicermati pelaku pasar adalah potensi ribut-ribut AS dengan Uni Eropa. Belum juga perang dagang AS-China bisa diselesaikan (walaupun perkembangan dari negosiasi kedua negara terbilang baik), kini pelaku pasar keuangan dunia sudah dihadapkan pada serial baru dari perang dagang yang disutradarai oleh Presiden Donald Trump.

Melalui sebuah cuitan di Twitter (seperti biasa), Trump mengungkapkan kegeramannya kepada Uni Eropa seiring dengan anjloknya laba bersih pabrikan motor Harley Davidson pada kuartal-I 2019 yang nyaris mencapai 27%.



Harley Davidson mengatakan bahwa menurunnya permintaan, biaya impor bahan baku yang lebih tinggi (karena bea masuk yang dikenakan AS), dan bea masuk yang dikenakan Uni Eropa terhadap produk perusahaan merupakan 3 faktor utama yang membebani bottom line mereka.

“Sangat tidak adil bagi AS. Kami akan membalas!” tegas Trump.



Lantas, perang dagang AS-Uni Eropa kian menjadi sebuah keniscayaan. Pasalnya, ancam-mengancam mengenakan bea masuk bukan kali ini saja terjadi.

Beberapa waktu yang lalu, Trump mengungkapkan rencana untuk memberlakukan bea masuk bagi impor produk Uni Eropa senilai US$ 11 miliar. Rencana tersebut dilandasi oleh kekesalannya yang menuding bahwa Uni Eropa memberikan subsidi yang kelewat besar kepada Airbus, yang dinilainya sebagai praktik persaingan tidak sehat.

"Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) menemukan bahwa Uni Eropa memberikan subsidi kepada Airbus yang kemudian mempengaruhi AS. Kami akan menerapkan bea masuk kepada (impor) produk Uni Eropa senilai US$ 11 miliar. Uni Eropa sudah mengambil keuntungan dari perdagangan dengan AS selama bertahun-tahun. Ini akan segera berakhir!" keluh Trump di Twitter pada tanggal 9 April.

Merespons ancaman Trump tersebut, Uni Eropa telah merilis daftar produk AS yang berpotensi dikenakan bea masuk. Nilainya mencapai US$ 20 miliar.

Produk-produk AS yang bisa terkena bea masuk di antaranya adalah pesawat terbang, helikopter, produk kimia, ikan beku, jeruk sitrus, saus sambal, tembakau, koper, traktor, hingga konsol video game.



Masuk ke sentimen keempat, walaupun belum meletus seperti dengan China, potensi perang dagang AS-Uni Eropa sangat mungkin untuk membuat pelaku pasar memasang mode defensif dengan melepas instrumen berisiko di kawasan Asia.

Hal ini sejatinya sudah mulai terlihat: hingga pukul 5:50 WIB, indeks dolar AS melejit sebesar 0,36%. Minat investor untuk memeluk instrumen safe haven seperti dolar AS sedang tinggi-tingginya Hal ini patut membuat investor waspada. Pasar keuangan Asia bisa diterpa tekanan jual yang besar kala perdagangan dibuka nanti.

Jadi, walaupun Wall Street mencetak rekor, dipastikan perdagangan di pasar keuangan Asia pada hari ini tak akan berlangsung mudah.



BERLANJUT KE HALAMAN 5


Simak Agenda dan Data Berikut Ini

Berikut adalah peristiwa-peristiwa yang akan terjadi hari ini:
  • Rilis Indeks Iklim Bisnis IFO Jerman periode April (15:30 WIB)

Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:


IndikatorTingkat
Pertumbuhan ekonomi (2018 YoY)5,17%
Inflasi (Maret 2019 YoY)2,48%
BI 7 Day Reverse Repo Rate (Maret 2019)6%
Defisit anggaran (APBN 2019)-1,84% PDB
Transaksi berjalan (2018)-2,98% PDB
Neraca pembayaran (2018)-US$ 7,13 miliar
Cadangan devisa (Maret 2019)US$ 124,54 miliar
 
Untuk mendapatkan informasi seputar data-data pasar, silakan klik di sini.


TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular