
Newsletter
Berharap Tuah Bunga Acuan
Hidayat Setiaji & Anthony Kevin & Raditya Hanung, CNBC Indonesia
16 November 2018 05:33

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia melanjutkan performa positif pada perdagangan kemarin. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menguat signifikan, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) terapresiasi, dan imbal hasil (yield) obligasi pemerintah menurun.
Kemarin, IHSG ditutup melesat 1,66%. IHSG menjadi yang terbaik kedua di kawasan setelah Hang Seng yang melonjak 1,75%.
Sementara rupiah menguat 0,74% di hadapan greenback. Seluruh mata uang utama Asia juga menguat terhadap dolar AS, tetapi tidak ada yang setajam rupiah.
Sedangkan yield obligasi pemerintah tenor 10 tahun turun 3,1 basis poin (bps). Penurunan yield adalah pertanda harga instrumen ini sedang naik karena tingginya minat pelaku pasar.
Sejumlah sentimen positif memang mendorong investor untuk berbelanja aset-aset berisiko di negara berkembang, termasuk Indonesia. Dari Eropa, Perdana Menteri Inggris Theresa May berhasil mengamankan dukungan dari kabinetnya terkait dengan draf perceraian Inggris dan Uni Eropa (Brexit).
"Keputusan kolektif hari ini adalah kabinet menyepakati draf perjanjian pengunduran diri. Saya percaya dengan kepala dan hati saya bahwa keputusan ini adalah yang terbaik bagi kepentingan Inggris," kata PM May dalam pengumuman seusai rapat kabinet yang berlangsung selama 5 jam.
Salah satu poin penting dalam draf ini adalah disetujuinya masa transisi yang bisa diperpanjang paling lambat pada pertengahan 2020. Selama masa transisi berlaku, kerja sama yang selama ini berlaku antara Inggris dengan Uni Eropa (seperti di bidang perdagangan dan imigrasi) akan tetap dijalankan, memberikan kepastian bagi dunia usaha sembari menyiapkan diri untuk perceraian sesungguhnya.
Dari dalam negeri, sebenarnya ada sentimen negatif kala Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan data perdagangan internasional periode Oktober 2018. Ekspor tumbuh 3,59% year-on-year (YoY) sementara impor melonjak 23,66% YoY. Ini membuat neraca perdagangan mengalami defisit dalam yaitu mencapai US$ 1,82 miliar.
Data ini jauh dari konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia yang memperkirakan neraca perdagangan Oktober defisit tipis di US$ 62,5 juta. Ekspor diramal tumbuh dalam kisaran terbatas yaitu 1,4% YoY, dan impor diproyeksikan masih tumbuh dua digit yaitu 10%.
Pelaku pasar sempat ragu karena data perdagangan yang jauh dari ekspektasi. Sebab neraca perdagangan Oktober akan menjadi awal pembentukan transaksi berjalan (current account) kuartal IV-2018. Start yang buruk dikhawatirkan membuat transaksi berjalan mengalami defisit parah seperti kuartal sebelumnya, yang mencapai 3,37% dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Namun kekhawatiran ini sirna setelah Bank Indonesia (BI) mengumumkan hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) November 2018. Perry Warjiyo dan sejawat memutuskan untuk menaikkan BI 7 Day Reverse Repo Rate sebesar 25 bps ke 6%. Keputusan yang sangat mengejutkan, karena konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan suku bunga acuan ditahan di 5,75%.
Kenaikan suku bunga acuan akan membuat aset-aset berbasis rupiah menjadi menarik karena imbalan investasi ikut terkerek. Akibatnya, investor berbondong-bondong masuk ke pasar keuangan Indonesia. Di pasar saham, investor asing mencatatkan beli bersih yang luar biasa yaitu mencapai Rp 1,37 triliun.
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
Kemarin, IHSG ditutup melesat 1,66%. IHSG menjadi yang terbaik kedua di kawasan setelah Hang Seng yang melonjak 1,75%.
Sementara rupiah menguat 0,74% di hadapan greenback. Seluruh mata uang utama Asia juga menguat terhadap dolar AS, tetapi tidak ada yang setajam rupiah.
Sedangkan yield obligasi pemerintah tenor 10 tahun turun 3,1 basis poin (bps). Penurunan yield adalah pertanda harga instrumen ini sedang naik karena tingginya minat pelaku pasar.
Sejumlah sentimen positif memang mendorong investor untuk berbelanja aset-aset berisiko di negara berkembang, termasuk Indonesia. Dari Eropa, Perdana Menteri Inggris Theresa May berhasil mengamankan dukungan dari kabinetnya terkait dengan draf perceraian Inggris dan Uni Eropa (Brexit).
"Keputusan kolektif hari ini adalah kabinet menyepakati draf perjanjian pengunduran diri. Saya percaya dengan kepala dan hati saya bahwa keputusan ini adalah yang terbaik bagi kepentingan Inggris," kata PM May dalam pengumuman seusai rapat kabinet yang berlangsung selama 5 jam.
Salah satu poin penting dalam draf ini adalah disetujuinya masa transisi yang bisa diperpanjang paling lambat pada pertengahan 2020. Selama masa transisi berlaku, kerja sama yang selama ini berlaku antara Inggris dengan Uni Eropa (seperti di bidang perdagangan dan imigrasi) akan tetap dijalankan, memberikan kepastian bagi dunia usaha sembari menyiapkan diri untuk perceraian sesungguhnya.
Dari dalam negeri, sebenarnya ada sentimen negatif kala Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan data perdagangan internasional periode Oktober 2018. Ekspor tumbuh 3,59% year-on-year (YoY) sementara impor melonjak 23,66% YoY. Ini membuat neraca perdagangan mengalami defisit dalam yaitu mencapai US$ 1,82 miliar.
Data ini jauh dari konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia yang memperkirakan neraca perdagangan Oktober defisit tipis di US$ 62,5 juta. Ekspor diramal tumbuh dalam kisaran terbatas yaitu 1,4% YoY, dan impor diproyeksikan masih tumbuh dua digit yaitu 10%.
Pelaku pasar sempat ragu karena data perdagangan yang jauh dari ekspektasi. Sebab neraca perdagangan Oktober akan menjadi awal pembentukan transaksi berjalan (current account) kuartal IV-2018. Start yang buruk dikhawatirkan membuat transaksi berjalan mengalami defisit parah seperti kuartal sebelumnya, yang mencapai 3,37% dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Namun kekhawatiran ini sirna setelah Bank Indonesia (BI) mengumumkan hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) November 2018. Perry Warjiyo dan sejawat memutuskan untuk menaikkan BI 7 Day Reverse Repo Rate sebesar 25 bps ke 6%. Keputusan yang sangat mengejutkan, karena konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan suku bunga acuan ditahan di 5,75%.
Kenaikan suku bunga acuan akan membuat aset-aset berbasis rupiah menjadi menarik karena imbalan investasi ikut terkerek. Akibatnya, investor berbondong-bondong masuk ke pasar keuangan Indonesia. Di pasar saham, investor asing mencatatkan beli bersih yang luar biasa yaitu mencapai Rp 1,37 triliun.
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular