BI Bawa Rupiah Puncaki Klasemen Mata Uang Asia

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
15 November 2018 16:59
BI Bawa Rupiah Puncaki Klasemen Mata Uang Asia
Ilustrasi Rupiah dan Dolar AS (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) ditutup menguat di perdagangan pasar spot hari ini. Rupiah tidak pernah menyentuh zona merah dan menjadi mata uang dengan penguatan terbaik di Asia. 

Pada Kamis (15/11/2018), US$ 1 berada di Rp 14.675 kala penutupan pasar spot. Rupiah menguat 0,74% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya.


Sepanjang hari ini, rupiah selalu menguat alias tidak pernah merasakan zona depresiasi. Dibuka menguat 0,3%, rupiah terus menanjak sehingga penguatannya mencapai 0,37%. 

Penguatan rupiah sempat terhambat dan terkikis usai rilis neraca perdagangan. Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan ekspor Oktober 2018 tumbuh 3,59% year-on-year (YoY) sementara impor melonjak 23,66% YoY. Ini membuat neraca perdagangan mengalami defisit dalam yaitu mencapai US$ 1,82 miliar. 

Data ini jauh dari konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia yang memperkirakan neraca perdagangan Oktober defisit tipis di US$ 62,5 juta. Ekspor diramal tumbuh dalam kisaran terbatas yaitu 1,4% YoY, dan impor diproyeksikan masih tumbuh dua digit yaitu 10%. 


Rupiah kemudian menanjak setelah pengumuman suku bunga acuan. Bank Indonesia (BI) memutuskan menaikkan suku bunga acuan 7 Day Reverse Repo Rate sebesar 25 basis poin menjadi 6%. 

Usai pengumuman suku bunga acuan, rupiah melesat. Dolar AS dipaksa lengser dari level 14.700. Bahkan penguatan rupiah nyaris mencapai 1%. 


Berikut perkembangan kurs dolar AS terhadap rupiah hari ini: 

 


(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Meski penguatan rupiah agak tergerus jelang penutupan pasar, tetap apresiasi 0,74% sudah cukup mengantarkan rupiah duduk di puncak klasemen mata uang Asia. Di hadapan dolar AS, tidak ada mata uang lain yang menguat setajam rupiah. 

Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap sejumlah mata uang utama Asia pada pukul 16:19 WIB: 



Penguatan rupiah yang tergerus jelang penutupan pasar disebabkan oleh kebangkitan dolar AS. Pada pukul 16:21 WIB, Dollar Index (yang mengukur posisi greenback di hadapan enam mata uang utama) menguat 0,23%. 

Dolar AS mendapat kekuatan dari pernyataan Jerome Powell, Gubernur The Federal Reserve. Dalam sebuah acara di Dallas, Powell menyebut ekonomi Negeri Adidaya masih sangat kuat dan akan terus tumbuh. "Pemotongan tarif pajak dan peningkatan belanja pemerintah mampu mendorong perekonomian," katanya, dikutip dari Reuters. 

Namun, Powell juga menggarisbawahi sejumlah risiko di perekonomian AS. Perlambatan ekonomi di negara-negara lain sedikit banyak nantinya akan berdampak kepada AS.

Dari dalam negeri, Powell melihat ada risiko di sektor properti. "Harga material, kelangkaan pekerja, termasuk suku bunga karena kenaikan bunga kredit pemilikan rumah," katanya.


(BERLANJUT KE HALAMAN 3)


Kekuatan greenback juga datang dari kabar di Inggris. Setelah perundingan perpisahan Inggris dengan Uni Eropa yang sempat positif dengan kesepakatan di kabinet, datang berita mengejutkan. 


Dominic Raab, Menteri Urusan Brexit Inggris, memutuskan mundur dari kabinet. Dia menyatakan tidak bisa menerima kesepakatan yang tercapai di level kabinet. 


"Saya tidak bisa berdamai dengan kesepakatan ini. Ini masalah kepercayaan publik, saya tidak bisa mendukung kesepakatan ini," tegas Raab, mengutip Reuters. 

Menurut Raab, draft yang diinisiasi Perdana Menteri Theresa May tersebut berpotensi melanggar keadaulatan Negeri John Bull. Sebab, draft itu menyebutkan bahwa pada akhirnya Brussel memiliki hak veto untuk membatalkan keluarnya Inggris dari Uni Eropa. 

"Tidak ada negara demokratis yang tunduk terhadap rezim ekstensif seperti ini. Dipengaruhi secara eksternal untuk membuat aturan, dan tidak memiliki kuasa untuk keluar dari kesepakatan," tambah Raab. 

Perkembangan ini membuat situasi Brexit kembali runyam. Apalagi setelah selesai di kabinet, draft kesepakatan Brexit harus dibahas di parlemen. Pengunduran diri Raab bisa menjadi senjata bagi oposisi untuk menjegal. 

Artinya, risiko besar bernama No Deal Brexit (Inggris tidak mendapat apa-apa) kembali mengemuka. Jika ini terjadi, maka akan menjadi kerugian besar bagi pelaku usaha Inggris karena bisa dipersulit untuk masuk ke Eropa Daratan.  

Investor pun memilih mencari aman. Risk appetite turun, dan aliran modal mulai kembali ke pelukan dolar AS.

Meski belum bisa membuat rupiah dan mata uang Asia melemah, tetapi sudah mampu membuat penguatannya berkurang. Jika arus modal terus mengarah ke Negeri Paman Sam, maka buka tidak mungkin dolar AS membalikkan kedudukan.   


TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular