
BI Bawa Rupiah Puncaki Klasemen Mata Uang Asia
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
15 November 2018 16:59

Kekuatan greenback juga datang dari kabar di Inggris. Setelah perundingan perpisahan Inggris dengan Uni Eropa yang sempat positif dengan kesepakatan di kabinet, datang berita mengejutkan.
Dominic Raab, Menteri Urusan Brexit Inggris, memutuskan mundur dari kabinet. Dia menyatakan tidak bisa menerima kesepakatan yang tercapai di level kabinet.
"Saya tidak bisa berdamai dengan kesepakatan ini. Ini masalah kepercayaan publik, saya tidak bisa mendukung kesepakatan ini," tegas Raab, mengutip Reuters.
Menurut Raab, draft yang diinisiasi Perdana Menteri Theresa May tersebut berpotensi melanggar keadaulatan Negeri John Bull. Sebab, draft itu menyebutkan bahwa pada akhirnya Brussel memiliki hak veto untuk membatalkan keluarnya Inggris dari Uni Eropa.
"Tidak ada negara demokratis yang tunduk terhadap rezim ekstensif seperti ini. Dipengaruhi secara eksternal untuk membuat aturan, dan tidak memiliki kuasa untuk keluar dari kesepakatan," tambah Raab.
Perkembangan ini membuat situasi Brexit kembali runyam. Apalagi setelah selesai di kabinet, draft kesepakatan Brexit harus dibahas di parlemen. Pengunduran diri Raab bisa menjadi senjata bagi oposisi untuk menjegal.
Artinya, risiko besar bernama No Deal Brexit (Inggris tidak mendapat apa-apa) kembali mengemuka. Jika ini terjadi, maka akan menjadi kerugian besar bagi pelaku usaha Inggris karena bisa dipersulit untuk masuk ke Eropa Daratan.
Investor pun memilih mencari aman. Risk appetite turun, dan aliran modal mulai kembali ke pelukan dolar AS.
Meski belum bisa membuat rupiah dan mata uang Asia melemah, tetapi sudah mampu membuat penguatannya berkurang. Jika arus modal terus mengarah ke Negeri Paman Sam, maka buka tidak mungkin dolar AS membalikkan kedudukan.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
Dominic Raab, Menteri Urusan Brexit Inggris, memutuskan mundur dari kabinet. Dia menyatakan tidak bisa menerima kesepakatan yang tercapai di level kabinet.
"Saya tidak bisa berdamai dengan kesepakatan ini. Ini masalah kepercayaan publik, saya tidak bisa mendukung kesepakatan ini," tegas Raab, mengutip Reuters.
"Tidak ada negara demokratis yang tunduk terhadap rezim ekstensif seperti ini. Dipengaruhi secara eksternal untuk membuat aturan, dan tidak memiliki kuasa untuk keluar dari kesepakatan," tambah Raab.
Perkembangan ini membuat situasi Brexit kembali runyam. Apalagi setelah selesai di kabinet, draft kesepakatan Brexit harus dibahas di parlemen. Pengunduran diri Raab bisa menjadi senjata bagi oposisi untuk menjegal.
Artinya, risiko besar bernama No Deal Brexit (Inggris tidak mendapat apa-apa) kembali mengemuka. Jika ini terjadi, maka akan menjadi kerugian besar bagi pelaku usaha Inggris karena bisa dipersulit untuk masuk ke Eropa Daratan.
Investor pun memilih mencari aman. Risk appetite turun, dan aliran modal mulai kembali ke pelukan dolar AS.
Meski belum bisa membuat rupiah dan mata uang Asia melemah, tetapi sudah mampu membuat penguatannya berkurang. Jika arus modal terus mengarah ke Negeri Paman Sam, maka buka tidak mungkin dolar AS membalikkan kedudukan.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular