Fundamental Masih Buruk, Harga Minyak Melemah Lagi

Raditya Hanung, CNBC Indonesia
15 November 2018 11:03
Pada perdagangan hari ini Kamis (15/11/2018) pukul 10.42 WIB, harga minyak jenis brent kontrak Januari 2019 turun 0,38% ke level US$ 65,87/barel.
Foto: REUTERS/Andrew Cullen
Jakarta, CNBC IndonesiaPada perdagangan hari ini Kamis (15/11/2018) hingga pukul 10.42 WIB, harga minyak jenis brent kontrak Januari 2019 turun 0,38% ke level US$ 65,87/barel. Di waktu yang sama, harga minyak jenis light sweet kontrak Desember 2018 terkoreksi 0,5% ke level US$ 55,97/barel.

Dengan pergerakan itu, harga light sweet yang menjadi acuan di Amerika Serikat (AS) tak mampu mengulangi prestasi yang dicapainya pada perdagangan kemarin. Pada penutupan pedagangan hari Rabu (14/11), harganya mampu menguat 1%, dan memutus tren pelemahan 12 hari beruntun.

BACA: Ini 5 Biang Kerok Kejatuhan Harga Minyak Mentah Dunia!

Harga minyak AS kini kembali mendekati level terendahnya sejak November 2017. Sementara itu, harga brent yang menjadi acuan di Eropa juga masih ada di dekat level terendahnya sejak pertengahan Maret 2018, atau dalam 8 bulan terakhir.

Faktor fundamental memang masih tidak mendukung. Kombinasi kelebihan pasokan serta permintaan yang lemah di pasar masih menjadi "hantu" yang menyeret harga sang emas hitam ke jurang kehancuran.



Kemarin, harga komoditas ini terdorong oleh rencana Organisasi Negara-negara Eksportir Minyak (OPEC) untuk memangkas produksi sampai 1,4 juta barel/hari. Pasalnya OPEC menilai pasokan minyak memang berlebih. 

Dalam laporan edisi November 2018, OPEC memperkirakan permintaan minyak dunia pada 2019 naik 1,29 juta barel/hari menjadi 31,54 juta barel/hari. Sedangkan produksi minyak tahun depan diperkirakan naik 127.000 barel/hari menjadi 32,9 juta barel/hari. Artinya ada potensi kelebihan pasokan (over supply) sebesar 1,36 juta barel/hari.

"Saya yakin mengurangi produksi 1,4 juta barel/hari adalah yang paling masuk akal," ujar seorang sumber di OPEC kepada Reuters.

Meski demikian, hari ini pelaku pasar kembali diingatkan akan kondisi banjirnya pasokan, serta permintaan minyak yang lesu akibat perlambatan ekonomi dunia.

Dari sisi pasokan, awal pekan ini Departemen Energi AS (Energy Information Administration/EIA) mengumumkan produksi minyak mentah dari 7 cekungan minyak serpih (shale oil) utama diperkirakan mencapai rekor tertinggi sebesar 7,94 juta barel/hari pada Desember 2018.

Meroketnya produksi onshore tersebut telah menyokong produksi minyak mentah AS yang secara keseluruhan kini mencapai 11,6 juta barel/hari, yang merupakan rekor tertinggi dalam sejarah AS.

Seiring produksi yang kuat tersebut, kemarin American Petroleum Institute (API) melaporkan bahwa cadangan minyak mentah AS naik sebesar 8,8 juta barel pada pekan lalu, jauh di atas ekspektasi pasar yang memperkirakan kenaikan sebesar 3,2 juta barel.

Adapun, dari sisi permintaan, kabar yang ada juga tidak kalah buruknya. Perang dagang mulai melemahkan ekonomi China dan sekitarnya. Kemarin, bank AS Morgan Stanley menyatakan bahwa "kondisi ekonomi China memburuk secara material" pada kuartal III-2018.

Kemudian, kemarin pembacaan awal pertumbuhan ekonomi Jepang kuartal-III 2018 diumumkan sebesar -1,2% secara tahunan (year-on-year/YoY), lebih buruk dari estimasi pelaku pasar yakni minus 1% saja. Kontraksi ini disebabkan oleh ekspor yang turun 1,8%, penurunan terdalam dalam lebih dari 3 tahun terakhir. Sementara investasi terkontraksi 0,2%, pertama kali dalam 2 tahun.  

Persepsi perlambatan ekonomi dunia lantas menjadi indikasi bahwa permintaan komoditas global juga akan menurun. Saat pasokan melimpah, sementara permintaan lesu, jelas hal ini akan kembali menyeret harga minyak ke zona merah.

 (TIM RISET CNBC INDONESIA)  

(RHG/gus) Next Article Tak Bisa Tahan, Harga Minyak Turun karena Perlambatan Global

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular