Internasional

Dalam Setahun 58 Eksekutif Resign, Ada Apa dengan Tesla?

Ester Christine Natalia, CNBC Indonesia
15 September 2018 15:55
Dalam Setahun 58 Eksekutif Resign, Ada Apa dengan Tesla?
Foto: courtesy CNBC
Jakarta, CNBC Indonesia - Di awal bulan ini, CEO produsen kendaraan listrik Tesla, Elon Musk, membuat dunia gempar. Ia terlihat sedang menghisap ganja di depan publik ketika muncul di acara podcast "The Joe Rogan Experience" sembari membahas berbagai topik dengan pembawa acara pada tanggal 6 September malam.

Hal-hal yang mereka bicarakan termasuk perilaku bercuit di Twitter (tweeting) dan perangkat "neuralink" yang dapat menghubungkan otak manusia dengan komputer.

Tak hanya tertangkap kamera dengan sepuntung rokok campuran tembakau dan ganja di mulutnya, Musk juga terlihat berdiskusi sambil menenggak wiski.

Tindakan yang melanggar kode etik perusahaan itu langsung memberi dampak negatif ke Tesla. Sebab perusahaan tidak segera berkomentar tentang perilaku Musk ini, sehari kemudian harga saham perusahaan langsung turun 9%. Koreksi itu pun memperpanjang penurunan harga saham yang dialami Tesla sepanjang minggu. Tercatat sahamnya anjlok 11% dalam pekan tersebut.


Tindakan Musk tak hanya menyebabkan saham perusahaan terjerembab. Para eksekutif juga berturut-turut meninggalkan Tesla. Beberapa jam setelah perilaku Musk viral, perusahaan mengumumkan bahwa Direktur Akuntan Dave Morton sudah mengundurkan diri terhitung sejak tanggal 4 September.

Padahal, dia baru satu bulan bekerja di perusahaan itu untuk menggantikan Eric Branderiz, yang sudah bergabung dengan Tesla sejak Oktober 2016 dan mengundurkan diri karena alasan pribadi.

"Sejak saya bergabung dengan Tesla pada 6 Agustus, tingkat perhatian publik yang ditempatkan pada perusahaan, serta kecepatan dalam perusahaan, telah melampaui harapan saya," kata Morton dalam sebuah pernyataan yang dilansir dari CNBC International. "Akibatnya, ini membuat saya mempertimbangkan kembali masa depanku."

Kepala Pengembangan Sumber Daya Manusia (Human Resource/HR) Gaby Toledano juga meninggalkan perusahaan pada tanggal 7 September.

Awalnya, Toledano mengambil cuti sebelum perusahaan diguncang skandal memo pribadi dan kemungkinan penyelidikan acak Komisi Sekuritas dan Bursa (Securities and Exchange Commission/SEC). Ia pun praktis tidak pernah kembali lagi dari masa cutinya.

Para Eksekutif Ramai-Ramai Mundur, Ada Apa dengan Tesla?Foto: Elon Musk tertangkap mengisap ganja dalam sebuah wawancara (youtube)

Di hari yang sama, perusahaan juga mengumumkan bahwa Sarah O'Brien selaku Wakil Direktur Komunikasi telah mengundurkan diri.

Kemudian pada hari Rabu (12/9/2018) lalu, Wakil Direktur Keuangan untuk Seluruh Dunia, Justin McAnear, mengumumkan bahwa dia keluar dari Tesla karena "kesempatan yang tidak bisa dilewatkan".

Secara total, 41 eksekutif sudah keluar dari Tesla sepanjang tahun 2018 ini, menurut lacakan short-seller Tesla Jim Chanos. Jika dirunut 12 bulan ke belakang, sebanyak 58 eksekutif sudah meninggalkan perusahaan itu. Padahal, perusahaan sedang berjuang menghadapi keterlambatan produksi, gejolak harga saham dan perilaku liar CEO-nya, dikutip dari CNBC International.

Ini bukanlah kali pertama Musk membuat sensasi. Pada bulan April, dia mencibir salah satu penggagas upaya penyelamatan anggota klub sepakbola yang terjebak di Gua Chiang Rai, Thailand sebagai 'pedo guy' atau pria pedofil di Twitter.

Cuitannya itu langsung membuat saham Tesla terkoreksi 3,5%. Sejumlah analis dan investor yang dikutip Reuters secara anonim mengatakan komentar Musk menambah kekhawatiran mereka bahwa pernyataan publik Musk mengganggunya dari bisnis utama Tesla dalam memproduksi mobil listrik. 

Di awal bulan Agustus, dia juga sempat mengungkapkan keinginan untuk menarik saham Tesla dari bursa efek dengan harga $420 (Rp 6.219.360) per lembar saham. Ketika itu, nilai pasar Tesla akan menjadi sekitar $71 miliar.

"Saya mempertimbangkan untuk memprivatisasi Tesla seharga US$420. Pendanaan sudah diamankan," tulisnya di Twitter.

Awalnya, pernyataan sang CEO itu hanya dianggap sebagai candaan karena '420' adalah kode populer yang mendukung konsumsi ganja. Tapi ternyata Musk sangat serius mengenai pernyataannya.

Musk juga sebelumnya pernah mengisyaratkan keinginannya untuk memprivatisasi perusahaan pembuat kendaraan listrik itu. Seperti pada bulan November 2017, ketika ia berkata pada Rolling Stone, "Sebenarnya menjadi perusahaan publik membuat kami kurang efisien." 

Lalu tiba-tiba pada tanggal 7 Agustus, Musk menyampaikan proposal tidak resminya. Ia membuat pernyataan yang lebih formal melalui postingan di blog perusahaan.

Beberapa alasan yang membuatnya berniat memprivatisasi perusahaan yang sudah melantai di bursa itu termasuk untuk menjaga kerahasiaan informasi persaingan usaha dan melindungi harga saham Tesla.

Dalam postingan itu, Musk menulis bahwa menjadi perusahaan publik "telah memberi tekanan besar pada Tesla untuk membuat keputusan yang mungkin tepat untuk kuartal tertentu, tetapi tidak selalu tepat untuk jangka panjang."

Kabar tersebut membuat harga saham Tesla naik sekitar 8% di hari yang sama, memperpanjang kenaikan yang sebelumnya terjadi setelah merebaknya kabar mengenai sovereign wealth fund Arab yang ingin memiliki saham Tesla. Di hari itu, harga saham perusahaan ditutup dengan kenaikan 11%.

Meski demikian, pernyataan rencana 'go private' itu menyebabkan Tesla menghadapi pengawasan ketat dari SEC.



Sebagai pemimpin, tentu Musk memiliki andil besar di Tesla. Namun, perilakunya yang buruk berdampak negatif untuk perusahaan, karyawan, para pemegang saham dan keluarga Musk.

Suzy Welch, seorang pakar di bidang kepemimpinan dan manajemen sekaligus kontributor CNBC International, mengatakan Musk melupakan pekerjaannya sebagai pemimpin.

"Ini bukan hanya seorang jenius yang berakting lagi. Dia lupa bahwa pekerjaannya adalah menjadi seorang pemimpin," katanya di awal bulan September, dilansir dari CNBC Make It.

Ulah Musk yang menghisap ganja dan menenggak wiski di depan publik adalah sesuatu yang "menyedihkan", kata Welch.

Namun bagaimanapun juga, Musk adalah "seorang jenius yang hebat dan seorang visioner". Masalahnya muncul ketika para jenius dan visioner mulai "mempercayai semua hal yang tertulis tentang mereka." Pada saat itu, mereka tidak lagi "diatur oleh kerendahan hati. Mereka mulai percaya bahwa mereka adalah seorang nabi," tutur Welch.

Singkatnya, Welch menyebut Musk telah "melupakan jati dirinya". 

Begitu seseorang mulai berpikir bahwa dia "tak tersentuh" dan terhubung ke kekuatan yang lebih tinggi, maka "dia kehilangan semua kemampuan mengatur diri". Kepemimpinan yang kuat mensyaratkan seseorang tetap beralasan, bersedia melakukan pekerjaan kasar yang tidak jelas dalam menjalankan sebuah perusahaan. 

Itulah sebabnya mengapa perilaku tidak menentu dari Musk saat ini memiliki implikasi yang tidak menguntungkan bagi perusahaannya, karyawannya dan para pemegang sahamnya, serta keluarganya, kata Welch.

Eksodus eksekutif menunjukkan bahwa karyawan bahkan berpikir Tesla "mungkin melewati batas namun tanpa hasil," jelasnya.

Sebagai seseorang yang dapat menghasilkan uang bagi perusahaan, masalah itu adalah suatu kemunduran.

"Ini kombinasi yang sangat berbahaya, ketika seseorang ingin menjadi seorang nabi dan seorang selebriti," katanya.



Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular