Internasional

'Perang Dagang Akan Berlangsung Lama Dengan Tensi Meningkat'

Ester Christine Natalia, CNBC Indonesia
28 August 2018 10:12
Perang dagang akan berlangsung lama karena AS-China belum merasakan dampak yang signifikan.
Foto: Aristya Rahadian Krisabella
Jakarta, CNBC Indonesia - Amerika Serikat (AS) dan China akan terus melanjutkan perseteruan perang dagang karena belum ada "dampak yang cukup menyakitkan" bagi kedua belah pihak yang memaksa untuk mundur, kata seorang pakar, Senin (27/8/2018).

"Menurut saya kita akan melihat periode yang lebih panjang dengan tensi yang terus meningkat," kata Deborah Elms, Direktur Eksekutif di Asian Trade Centre di Singapura.

Satu hal yang menjadi masalah adalah "kedua belah pihak merasa di atas angin dalam perdebatan ini," kata Elms kepada CNBC International.

Komentar tersebut muncul setelah AS dan China menerapkan tarif baru terhadap satu sama lain Kamis (23/8/2018) lalu. Kedua negara dengan perekonomian terbesar di dunia itu juga mengakhiri pertemuan tanpa hasil yang cukup berarti.

Dia mengatakan kemungkinan situasi akan semakin memburuk dalam beberapa bulan ke depan, menjelang pemilu pertengahan AS.

"Menurut saya kita belum merasakan dampak yang cukup menyakitkan di sistem untuk kedua negara mengatakan, 'Oke, saya menyatakan kita memiliki pendekatan yang berbeda sekarang.' Itulah tantangannya," kata Elms.

Para pemantau pasar kini mengawasi bea masuk baru AS terhadap produk impor China senilai US$200 miliar (Rp 2.921 triliun) yang akan diterapkan dalam beberapa bulan ke depan. 

Seperti yang sudah diketahui oleh para analis, China tidak mengimpor barang AS yang cukup banyak untuk bisa mengimbangi potensi kenaikan bea masuk berdasarkan dolar-dengan-dolar dari Washington. Sehingga, jika AS terus menaikkan jumlah produk yang dikenakan tarif impor, "sesuatu harus diberikan," kata Elms.

Jika "mereka kemudian tidak bisa menyamakan AS, mereka harus melakukan hal lain -- mungkin di [bidang] jasa [atau] pembalasan terhadap perusahaan AS di China. Itu akan menjadi mekanisme lain dan mereka harus menanti dan melihat apa [langkah yang akan diambil] itu, tetapi itu akan menjadi sesuatu [yang memiliki pengaruh]," katanya.

Perusahaan-perusahaan AS yang beroperasi di China harus bersiap untuk "pengawasan yang jauh lebih tinggi," tambahnya.

Beberapa mengatakan mata uang China bisa menjadi senjata non-tarif dalam perang dagang. Namun, pada hari Jumat (24/8/2018) bank sentral People's Bank of China (PBOC) menepis spekulasi tersebut ketika mengumumkan perubahan kebijakan yuan guna membuat nilai tukar mata uang tetap stabil.



(roy) Next Article Deteksi Corona, Jokowi: Jangan Sampai Indonesia Diragukan

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular