Pasar keuangan Indonesia diharapkan melanjutkan tren positif hari ini. Selengkapnya mengenai sentimen pasar hari ini bisa dibaca pada halaman 3 dan 4 artikel ini.
Berikut pergerakan IHSG dan bursa Asia-Pasifik pada perdagangan Senin kemarin.
Sedangkan untuk mata uang rupiah pada perdagangan kemarin juga ditutup menguat terhadap dolar Amerika Serikat (AS).
Berdasarkan data Refinitiv, rupiah mengakhiri perdagangan kemarin di Rp 15,075/US$, naik 0,1% di pasar spot. Meski menguat, tetapi rupiah masih berada di atas Rp 15.000/US$.
Sedangkan di kawasan Asia, rupiah tidak sendirian, ada beberapa mata uang yang juga berhasil melawan The Greenback, yakni yuan China, ringgit Malaysia, dolar Singapura, dan baht Thailand.
Berikut pergerakan rupiah dan mata uang Asia pada perdagangan Senin kemarin.
Sementara di pasar surat berharga negara (SBN), pada perdagangan kemarin harganya terpantau menguat, menandakan bahwa imbal hasil (yield) mengalami penurunan dan tandanya sedang diburu oleh investor.
Terkhusus rupiah, sentimen positif datang menjelang pemberlakuan aturan Devisa Hasil Ekspor (DHE) yang mulai berlaku pada hari ini. Peraturan tersebut diharapkan dapat mendatangkan dolar AS dari ekspor yang selama ini diparkir di luar negeri.
Dengan peningkatan pasokan dolar AS, rupiah memiliki senjata untuk menguat. Namun, penguatan rupiah juga masih cenderung tertahan karena kekhawatiran masih terasa di pasar keuangan akibat kebijakan bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed).
Sementara itu untuk IHSG, penguatan terjadi karena investor cenderung merespons rilis kinerja keuangan emiten pada semester pertama di 2023, di mana perilisan kinerja keuangan emiten ini sudah dimulai sejak pekan lalu.
Beralih ke Amerika Serikat (AS), bursa saham Wall Street ditutup menghijau di perdagangan awal pekan sekaligus akhir perdagangan Juli 2023, di tengah pendapatan perusahaan yang optimistis dan harapan soft landing untuk ekonomi AS. Sementara pendinginan inflasi memicu taruhan pada jeda kenaikan suku bunga.
Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) ditutup menguat 0,28% ke posisi 35.559,53, 0S&P 500 naik 0,15% ke 4.588,96, dan Nasdaq Composite terapresiasi 0,21% menjadi 14.346,02.
Perdagangan periode Juli 2023 resmi berakhir dan Wall Street berhasil mengakhirinya dengan torehan positif. Sepanjang Juli 2023, Dow Jones berhasil melonjak 5,04%, sedangkan S&P 500 melesat 4,85%, dan Nasdaq melompat 5,55%.
Ketiga indeks berhasil menorehkan kinerja yang cukup baik di Juli 2023, karena prospek membaiknya sentimen global, terutama prospek kebijakan suku bunga bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed), meski The Fed mengisyaratkan masih akan bersikap hawkish, tergantung dengan data-data ekonomi AS kedepannya.
Sebelumnya pada pekan lalu, The Fed kembali menaikkan suku bunga ke level tertinggi dalam lebih dari 22 tahun setelah melewati kenaikan seperempat poin yang sangat dinantikan.
Ketua The Fed, Jerome Powell mengatakan bank sentral akan membuat keputusan berdasarkan data dari pertemuan demi pertemuan.
Investor semakin berharap tentang prospek skenario soft landing dalam beberapa pekan terakhir karena data ekonomi menunjukkan kekuatan berkelanjutan di pasar tenaga kerja dan inflasi yang menurun, serta pendapatan kuartal II-2023 yang lebih baik dari harapan pasar.
"Penghasilan yang masuk tidak seburuk yang ditakuti, jelas itu hal yang baik untuk pasar," kata Chris Zaccarelli, dari Independent Advisor Alliance, dikutip dari CNBC International.
"Salah satu alasan pasar menguat sepanjang bulan ini adalah selain kabar baik bagi perekonomian yang telah kami lihat sepanjang tahun. Kami juga melihat bahwa pendapatan perusahaan tampaknya tidak terlalu terpengaruh seperti yang dikhawatirkan banyak orang," tambahnya.
Sementara musim pendapatan kuartal II-2023 yang sudah berjalan lebih dari setengahnya, investor menanti rilis laporan keuangan dari nama-nama emiten besar seperti Amazon dan Apple pada Kamis pekan ini, yang dapat "mengatur nada" untuk pasar lainnya.
Selain masih dari rilis kinerja keuangan kuartal II-2023, investor juga akan berfokus kepada rilis data aktivitas manufaktur AS dan data tenaga kerja AS yang akan dirilis pada pekan ini.
Data aktivitas manufaktur AS periode Juli 2023 versi S&P Global dan ISM akan dirilis pada hari ini. Keduanya diprediksi mengalami kenaikan, tetapi keduanya terpantau masih berada di zona kontraksi, yang menandakan bahwa sektor manufaktur di AS masih lesu.
Sementara untuk data tenaga kerja AS yang akan dirilis pada hari ini yakni data JOLTS Job Openings. Adapun untuk data tenaga kerja AS lainnya yang akan dirilis pada pekan ini yakni data perubahan tenaga kerja ADP, data klaim pengangguran mingguan periode pekan lalu, dan data non-farm payroll (NFP.
Data tenaga kerja ini tentunya akan menjadi pertimbangan The Fed untuk menentukan langkah kebijakan suku bunga acuannya berikutnya. Jika inflasi terus menurun, tetapi data tenaga kerja masih cukup kuat, maka The Fed masih akan mempertahankan sikap hawkish-nya.
Pelaku pasar bakal memantau beberapa sentimen, di mana salah satunya yakni pergerakan bursa saham Wall Street yang berhasil mengakhiri perdagangan Juli 2023 dengan torehan positif.
Ketiga indeks berhasil menorehkan kinerja yang cukup baik di Juli 2023, karena prospek membaiknya sentimen global, terutama prospek kebijakan suku bunga bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed), meski The Fed mengisyaratkan masih akan bersikap hawkish, tergantung dengan data-data ekonomi AS ke depannya.
Investor semakin berharap tentang prospek skenario soft landing dalam beberapa pekan terakhir karena data ekonomi menunjukkan kekuatan berkelanjutan di pasar tenaga kerja dan inflasi yang menurun, serta pendapatan kuartal II-2023 yang lebih baik dari harapan pasar.
Sementara itu, investor akan berfokus kepada rilis data aktivitas manufaktur (PMI manufaktur) AS dan data tenaga kerja AS yang akan dirilis pada pekan ini.
Di hari ini, PMI manufaktur AS periode Juli 2023 versi S&P Global dan ISM akan dirilis pada hari ini. Keduanya diprediksi mengalami kenaikan.
Untuk versi S&P Global, diprediksi kembali menurun menjadi 49, dari sebelumnya di angka 46,3 pada Juni lalu. Sedangkan dari versi ISM, PMI manufaktur Negeri Paman Sam diprediksi hanya naik menjadi 46,8, dari sebelumnya pada Juni lalu di angka 46.
Meski ada potensi kenaikan, tetapi PMI manufaktur AS diprediksi masih berada di zona kontraksi, yang menandakan bahwa sektor manufaktur di AS masih lesu.
Selain data PMI manufaktur, AS juga akan merilis data tenaga kerja yakni data JOLTS Job Openings pada hari ini.
Menurut data dari Trading Economics,pasar lowongan kerja di AS diperkirakan akan ada penurunan ke 9,62 juta dibandingkan bulan sebelumnya di 9,82 juta.
Sementara dari Asia-Pasifik, terutama dari China, rilis data PMI manufaktur kembali berlanjut. Pada hari ini giliran dari versi swasta (Caixin).
Konsensus pasar dalam Trading Economics memperkirakan PMI manufaktur China versi Caixin cenderung sedikit turun menjadi 50,3, dari sebelumnya di angka 50,5 pada Juni lalu.
Sebelumnya kemarin, PMI manufaktur China versi resmi yakni NBS tercatat naik sedikit menjadi 49,3, dari sebelumnya di angka 49 pada Juni lalu. Meski mengalami kenaikan, tetapi PMI manufaktur NBS masih berada di zona kontraksi.
Jika PMI manufaktur versi Caixin naik sesuai prediksi, maka masih ada perbedaan antara data resmi (NBS) dengan data swasta (Caixin). Namun, perbedaan keduanya menandakan bahwa perekonomian China memang masih menentukan arah apakah sudah benar-benar pulih atau kembali lesu.
Sedangkan dari Jepang, Korea Selatan, dan Australia, beberapa data ekonomi dan agenda cukup penting akan dirilis pada hari ini, seperti data indeks keyakinan konsumen (IKK) Jepang, data neraca perdagangan Korea Selatan, dan keputusan suku bunga bank sentral Australia (Reserve Bank of Australia/RBA).
Beralih ke dalam negeri, beberapa data ekonomi penting akan dirilis pada hari ini. Adapun data ekonomi tersebut yakni data inflasi dan data aktivitas manufaktur.
Badan Pusat Statistik (BPS) akan mengumumkan data inflasi periode Juli 2023 pada hari ini. Inflasi Indonesia diperkirakan akan meningkat tajam pada Juli tahun ini sesuai pola musiman dan kenaikan harga pangan.
Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia dari 11 institusi memperkirakan inflasi Juli 2023 akan menembus 0,21% dibandingkan bulan sebelumnya (month-to-month/mtm). Inflasi bulanan pada Mei tercatat 0,14%.
Hasil polling juga memperkirakan inflasi (year-on-year/yoy) akan menembus 3,08% pada bulan ini. Inflasi inti (yoy) diperkirakan mencapai 2,50%.
Secara tahunan, inflasi menembus 3,52% sementara inflasi inti tercatat 2,58% pada Juni.
Inflasi tahunan akan melandai pada bulan ini karena semakin berkurangnya dampak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) pada September tahun lalu.
Secara bulanan, inflasi akan meningkat karena pola musiman yakni biaya pendidikan untuk musim ajaran baru. Kenaikan sejumlah harga pangan juga membuat inflasi Juli menanjak.
Selain data inflasi, data aktivitas manufaktur RI periode Juli 2023 juga akan dirilis pada hari ini. Data aktivitas manufaktur yang tercermin pada Purchasing Manager's Index (PMI) versi S&P Global diperkirakan akan sedikit naik menjadi 52,5, dari sebelumnya pada periode Juni lalu di angka 52.
Jika demikian, maka aktivitas manufaktur RI kembali ekspansif. PMI menggunakan angka 50 sebagai batasnya. Jika berada di bawah 50, menandakan sektor manufaktur sedang mengalami kontraksi. Sebaliknya, jika berada di atas 50, maka sektor manufaktur sedang berekspansi.
Adapun agenda dari dalam negeri pada hari ini yakni Food Agri Insight on Location yang akan digelar di Auditorium Kementerian Perdagangan pada pukul 10:00 WIB. Turut hadir Menteri Perdagangan, Ketua Umum GAPKI, Ketua Asosiasi Petani Kakao, Staf Khusus Menteri Perdagangan, perwakilan Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia.
Berikutnya, Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) akan mengadakan pertemuan dan menggelar press konferensi pada pukul 15:30 WIB di Menara Radius Prawiro, Lantai 25, Kompleks Perkantoran Bank Indonesia, Jakarta Pusat.
Acara KSSK ini menarik ditunggu karena akan memberikan gambaran bagaimana pemangku kebijakan fiskal dan moneter dalam menanggapi isu-isu ekonomi terkini terutama kenaikan suku bunga The Fed.
Menarik pula dinanti apakah akan ada kebijakan baru dari fiskal dan moneter. Dalam konferensi pers tersebut Menteri Keuangan, Gubernur BI, Ketua OJK, serta LPS yang akan menyampaikan paparan.
Masih dari dalam negeri, pada hari ini merupakan hari di mana revisi aturan DHE resmi berlaku. Aturan ini dibuat untuk membawa pulang DHE kembali ke Tanah Air.
Seperti diketahui, pemerintah merilis aturan baru terkait DHE SDA melalui Peraturan Pemerintah (PP) No.36 Tahun 2023 tentang Devisa Hasil Ekspor (DHE) dari kegiatan pengusahaan, pengelolaan, dan/atau pengolahan sumber daya alam.
Terdapat beberapa perubahan dalam aturan baru mengenai DHE sumber daya alam (SDA) ke dalam bank di dalam negeri.
Di antara perubahan tersebut adalah eksportir wajib menyimpan minimal 30% dari DHE dalam sistem keuangan Indonesia selama jangka waktu tertentu.
Aturan DHE SDA mencakup sektor pertambangan, perkebunan, kehutanan, dan perikanan.
Batas DHE yang akan dikenai kewajiban adalah US$ 250.000 per dokumen atau Rp 3,76 miliar. Dengan demikian, industri mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang melakukan ekspor tidak akan dikenai kewajiban ini.
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menjelaskan ada tujuh instrumen yang bisa digunakan eksportir untuk menaruh DHE.
Ketujuh instrumen tersebut adalah:
1. Penempatan DHE di rekening khusus DHE di bank yang melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing (valas)
2. Mengizinkan eksportir memindahkan DHE ke dalam bentuk deposito valas bank
3. Untuk Lembaga Pembiayaan Indonesia (LPEI) boleh digunakan untuk menerbitkan promissory note valas
4. Mengizinkan kredit deposito valas atau promissory note valas diolah BI. BI kemudian akan menyediakan instrumen yang sudah ada yakni term deposit valas di BI
5. Mengizinkan deposito valas DHE dijadikan agunan untuk mendapatkan kredit rupiah di bank
6. Mengizinkan eksportir untuk menggunakan deposit valas untuk swap mendapatkan rupiah
7. Mengizinkan bank-bank yang menyimpan DHE SDA untuk melakukan re-swap.
Perry menjelaskan eksportir yang menaruh DHE dalam term deposit valas dengan nilai di atas US$ 10 juta (Rp 10,5 miliar) dan ditaruh dalam jangka waktu 3 bulan akan mendapatkan bunga 5,385%.
Perhitungannya adalah BI akan memberikan bunga kepada bank yang memfasilitasi term deposit valas sebesar 5,51%. Bank hanya akan mendapatkan fee sebesar 0,125%. Dengan demikian, eksportir akan mendapatkan bunga sebesar 5,385%.
"Suku bunga deposit valas ini lebih tinggi dibandingkan deposit valas di dalam negeri yang berkisar 1,75-2,25%," tutur Perry, dalam konferensi pers, Jumat (28/7/2023).
Perry menambahkan BI mampu memberikan bunga yang lebih besar karena bank sentral RI tersebut akan memutar kembali DHE tersebut di deposito luar negeri, di sekuritas, atau dikelola dalam bentuk lain.
Sebagai catatan, BI sudah mengimplementasikan operasi moneter berupa term deposit valas sebagai instrumen penempatan DHE melalui bank kepada mulai 1 Maret 2023.
Nilai transaksi term deposit valas DHE mampu mendatangkan DHE sebesar US$ 1,11 miliar, termasuk US$ 294,75 pada Maret.
Di sisi lain, Bunga deposito valas yang ditawarkan BI untuk tenor 3 bulan dan dana penempatan sebesar US$ 10 juta sebesar 5,385% terbilang tinggi.
Sebagai perbandingan, bunga deposito valas dengan nilai di atas US$ 10 juta untuk tenor di Bank Mandiri sebesar 1,75%, di Bank Negara Indonesia sebesar 1,75% dan di Bank Central Asia sebesar 2,25%.
 Foto: CNBc term deposit DHE |
Bank-bank di Singapura menawarkan bunga deposito yang sangat tinggi untuk simpanan US$. DBS Singapura, misalnya, menawarkan bunga sebesar 0,05% untuk deposito senilai US$ 500.000-999.000.
HSBC Singapura, menawarkan bunga 3,95% untuk deposito senilai US$ di atas US$ 1 juta. Maybank Singapura menawarkan bunga sebesar 4,95% untuk deposito di atas US$100.000.
Catatan BI menunjukkan bunga deposito valas pada bank umum untuk tenor 3 bulan rata-rata mencapai 3,4% pada Mei 2023. Bunga tersebut jauh lebih besar dibandingkan Mei 2022 yang hanya 0,49%.
Sementara itu menurut Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menjelaskan potensi besar DHE SDA sangat besar yakni mencapai US$ 203 miliar. Nilai tersebut setara dengan 69,5% dari total ekspor Indonesia.
Aturan DHE baru menyebut ada kewajiban menyetor DHE minimal 30%. Dengan hitungan tersebut maka ada potensi DHE yang masuk sebesar US$ 60,9 miliar atau sekitar Rp 918,98 triliun.
"Potensi yang bisa didapatkan adalah US$ 60-100 miliar," tutur Airlangga, pada saat konferensi pers, pekan lalu.
Meski begitu, menurut Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Susiwijono Moegiarso menegaskan, pemerintah hingga kini belum mewajibkan para eksportir untuk mengkonversikan DHE ke dalam bentuk rupiah.
Menurutnya ini sejalan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2023 tentang Devisa Hasil Ekspor (DHE) dari Kegiatan Pengusahaan, Pengelolaan dan/atau Pengolahan Sumber Daya Alam. Sebab, PP ini tidak ada kalimat yang mewajibkan secara khusus.
"Jadi kalau ditanya apakah perlu dilakukan konversi, tidak, untuk yang kondisi normal sekarang," kata Susiwijono dalam acara sosialisasi PP 36/2023, Senin (31/7/2023).
Kendati begitu, dalam pasal 9 PP 36/2023 itu menyebutkan bahwa dalam hal terjadi permasalahan stabilitas makroekonomi dan/atau stabilitas sistem keuangan, dapat dilakukan konversi atas DHE SDA yang ditempatkan dalam Rekening Khusus DHE SDA sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dalam bagian penjelasan PP itu, disebutkan bahwa pengaturan mengenai DHE SDA dapat dilakukan konversi dalam rangka penanganan permasalahan stabilitas makroekonomi dan/ atau stabilitas sistem keuangan sesuai dengan ketentuan yang diatur oleh Bank Indonesia.
Menurut Susiwijono, ketentuan ini bukan berarti akan adanya regulasi dari BI tentang kewajiban konversi DHE oleh para eksportir. Sebab, bunyi pasal itu menurut dia masih sebatas dalam tataran dapat dikonversikan.
"Untuk kondisi tertentu misal ada kondisi betul-betul darurat dan sebagainya nanti di sini kata-katanya dapat," tegas Susiwijono.
Berikut sejumlah agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini:
- Rilis data final PMI manufaktur Australia versi Judo Bank periode Juli 2023 (06:00 WIB),
- Rilis data tingkat pengangguran Jepang periode Juni 2023 (06:30 WIB),
- Rilis data neraca perdagangan Korea Selatan periode Juli 2023 (07:00 WIB),
- Rilis data ekspor-impor Korea Selatan periode Juli 2023 (07:00 WIB),
- Rilis data PMI manufaktur Indonesia versi S&P Global periode Juli 2023 (07:30 WIB),
- Rilis data final PMI manufaktur Jepang versi Jibun Bank periode Juli 2023 (07:30 WIB),
- Rilis data PMI manufaktur Korea Selatan versi S&P Global periode Juli 2023 (07:30 WIB),
- Rilis data PMI manufaktur China versi Caixin periode Juli 2023 (08:30 WIB),
- Food Agri Insight on Location (10:00 WIB),
- Rilis data inflasi Indonesia periode Juli 2023 (11:00 WIB),
- Keputusan suku bunga bank sentral Australia (11:30 WIB),
- Siaran pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) terkait tanggapan pemangku fiskal dan moneter terhadap isu-isu kenaikan suku bunga The Fed (15:30 WIB),
- Rilis data final PMI manufaktur Inggris versi S&P Global periode Juli 2023 (15:00 WIB),
- Rilis data final PMI manufaktur Uni Eropa versi HCOB periode Juli 2023 (15:30 WIB),
- Rilis data tingkat pengangguran Uni Eropa periode Juni 2023 (16:00 WIB),
- Rilis data final PMI manufaktur Amerika Serikat versi S&P Global periode Juli 2023 (20:45 WIB),
- Rilis data PMI manufaktur Amerika Serikat versi ISM periode Juli 2023 (21:00 WIB).
Berikut sejumlah agenda emiten di dalam negeri pada hari ini:
- RUPS Tahunan PT Island Concepts Indonesia Tbk (10:00 WIB),
- RUPS Luar Biasa PT Saraswati Griya Lestari Tbk (14:00 WIB),
Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:
Indikator | Tingkat |
Pertumbuhan Ekonomi (Q1-2023 YoY) | 5,03% |
Inflasi (Juni 2023 YoY) | 3,52% |
BI-7 Day Reverse Repo Rate (Juli 2023) | 5,75% |
Surplus Anggaran (APBN Juni 2023) | 0,7% PDB |
Surplus Transaksi Berjalan (Q1-2023 YoY) | 0,9% PDB |
Surplus Neraca Pembayaran Indonesia (Q1-2023 YoY) | US$ 6,5 miliar |
Cadangan Devisa (Juni 2023) | US$ 137,5 miliar |
CNBC INDONESIA RESEARCH
[email protected]