Kinerja 2020

Siapa Terkuat, Gudang Garam-HMSP atau Bentoel & Wismilak?

Aldo Fernando, CNBC Indonesia
23 April 2021 08:13
Kolase/ HM Sampoerna vs Gudang garam/Aristya Rahadian
Foto: Kolase/ Foto 5 Perusahaan Rokok Terbesar

Jakarta, CNBC Indonesia - Pandemi Covid-19 yang melanda dunia membawa dampak negatif yang signifikan bagi seluruh sendi perekonomian, tak terkecuali sektor industri rokok Tanah Air.

Selain itu, efek lanjutan dari pagebluk berkaitan dengan aturan pembatasan pergerakan orang alias PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar), yang akhirnya turut mempengaruhi tingkat daya beli masyarakat.

Sejurus dengan itu, kondisi ekonomi yang serba sulit kala pandemi juga mempengaruhi perubahan prioritas belanja konsumen, salah satunya perubahan preferensi konsumen rokok ke produk-produk yang lebih terjangkau harganya alias downtrading.

Alhasil, hal tersebut membuat volume industri rokok cenderung menyusut sepanjang tahun lalu.

Lalu, bagaimana sebenarnya performa fundamental emiten-emiten rokok Ibu Pertiwi? Emiten mana yang kebal dari dampak pandemi dan mana yang paling menderita?

Tim Riset CNBC Indonesia akan membahas secara singkat kinerja keuangan empat emiten rokok raksasa yang melantai di bursa sepanjang 2020.

Keempat emiten yang dimaksud PT Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk (HMSP), PT Gudang Garam Tbk (GGRM), PT Wismilak Inti Makmur Tbk (WIIM) dan PT Bentoel Internasional Investama Tbk (RMBA). Satu emiten yang tak masuk pembahasan yakni PT Indonesian Tobacco Tbk. (ITIC).

Dari keempat emiten di atas, tiga di antaranya mencatatkan penurunan kinerja. Bahkan, ada satu emiten yang malah membukukan rugi bersih pada tahun lalu.

Adapun satu emiten malah berhasil 'menerbangkan' laba bersih perusahaan pada masa pandemi.

Mari kita bahas dari emiten yang paling boncos dahulu.

NEXT: Siapa paling boncos?

Mari kita bahas dari emiten yang paling mencatat kinerja buruk terlebih dahulu.

Bentoel Internasional alias RMBA menjadi satu-satunya emiten rokok yang malah mengalami rugi bersih pada 2020. RMBA membukukan rugi bersih sebesar Rp 2,67 triliun per akhir Desember tahun lalu.

Adapun pada tahun sebelumnya, tepatnya pada tahun 2019, emiten rokok milik British American Tobacco ini mencatatkan laba bersih Rp 50,6 miliar.

Sepanjang 2020, perusahaan membukukan penjualan sebesar Rp 13,89 triliun. Angka penjualan tersebut mengalami penurunan 33,3% dibanding dengan tahun 2019 yang mencatatkan penjualan sebesar Rp 20,8 triliun.

Selanjutnya, beban pokok penjualan sepanjang 2019 tercatat sebesar Rp 12,5 triliun. Angka tersebut turun 29,5% dibanding tahun sebelumnya yang sebesar Rp 17,74 triliun.

Tak hanya mencatatkan kerugian, perusahaan juga mencatatkan penurunan aset. Sepanjang 2020 total aset Bentoel Rp 12,46 triliun, turun 26% dibanding tahun 2019 yang sebesar Rp 17 triliun.

HMSP-GGRM

Mirip dengan Bentoel, tetapi dengan kondisi yang lebih baik, duo raksasa HMSP dan GGRM mendapatkan rapor yang kurang oke sepanjang tahun pandemi.

Pada tahun lalu, laba bersih HMSP anjlok parah. Emiten rokok dengan nilai kapitalisasi pasar terbesar di BEI  ini membukukan penurunan laba bersih sebesar Rp 8,58 triliun per 31 Desember 2020.

Nilai tersebut mengalami penurunan sebesar 37,95% dibanding periode yang sama pada tahun sebelumnya Rp 13,72 triliun.

Penyebab penurunan laba bersih tersebut adalah menurunnya penjualan bersih HMSP sebesar 13,2% menjadi Rp 92,42 triliun dari sebelumnya Rp 106,55 triliun.

Rinciannya, pendapatan tersebut dikontribusi dari penjualan sigaret kretek mesin (SKM) Rp 61,23 triliun yang lebih rendah dari sebelumnya Rp 74,39 triliun.

Kemudian, sigaret kretek tangan (SKT) sebesar Rp 21,45 triliun, justru naik dari tahun lalu Rp 19,69 triliun. Sigaret putih mesin (SPM) memberi andil Rp 8,92 triliun dan sigaret putih tangan (SPT) Rp 16,95 miliar.

Sedangkan, dari pasar ekspor memberikan andil terhadap penjualan bersih sebesar Rp 218,58 triliun dari sebelumnya Rp 408,18 miliar.

Segmen SKM masih menjadi andalan anak usaha Philip Morris International Inc. ini sampai sekarang. Sepanjang 2020, SKM menyumbang 66,25% dari total pendapatan bersih perusahaan.

Selanjutnya emiten produsen brand rokok Surya 16, GGRM yang mencatatkan penurunan kinerja keuangan pada 2020. Laba bersih perusahaan tergerus sebesar 29,71% menjadi Rp 7,65 triliun pada 2020, dari tahun sebelumnya sebesar Rp 10,88 triliun.

Meskipun laba bersih merosot, pendapatan perusahaan naik tipis sebesar 3,58% dari Rp 110,52 triliun pada 2019, menjadi Rp 114,48 triliun pada tahun lalu.

Lebih rinci, secara segmen, sigaret kretek mesin (SKM) masih menjadi andalan perusahaan. Sepanjang tahun lalu, SKM menyumbang pendapatan Rp 104,68 triliun atau 91,44% dari total pendapatan perusahaan.

Kemudian, sigaret kretek tangan (SKT) membukukan Rp 8,55 triliun atau 7,47%, rokok klobot Rp 25,01 miliar atau 0,02%, kertas karton Rp 1,13 triliun atau 0,98%, dan lainnya Rp 94.75 miliar atau 0,08%.

Seiring dengan meningkatnya pendapatan, beban pokok usaha ikut naik 10,65% menjadi Rp 97,09 triliun pada 2020. Pada tahun sebelumnya, beban pokok GGRM tercatat sebesar Rp 87,74 triliun.

NEXT: Yang Lain Buntung, Emiten Ini Malah Untung

Berbeda dengan GGRM dan HMSP, emiten produsen brand kretek Galan dan SKM brand Diplomat, Wismilak alias WIIM, malah berhasil membukukan kinerja yang moncer.

Laba bersih WIIM sepanjang 2020 membumbung tinggi sebesar 531,57% menjadi Rp 172,25 miliar dari laba bersih tahun sebelumnya yang sebesar Rp 27,27 miliar.

Peningkatan laba bersih ini terjadi seiring top line alias pendapatan usaha yang melonjak dari Rp 1,39 triliun per 31 Desember 2019 menjadi Rp 1,99 triliun pada akhir tahun lalu.

Bersamaan dengan naiknya pendapatan, beban usaha sepanjang tahun lalu tercatat meningkat 42,26% sebesar Rp 1,36 triliun dari tahun sebelumnya Rp 962,04 miliar.

Permintaan Rokok dan Kenaikan Cukai

Kenaikan cukai rokok pada tahun ini bakal menjadi tantangan tersendiri bagi para emiten rokok. Seperti diketahui, tarif cukai hasil tembakau (CHT) atau cukai rokok secara resmi mulai berlaku pada 1 Februari 2021. Kebijakan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 198/PMK.010/2020 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau.

Meski begitu, tidak semua golongan atau jenis rokok dinaikkan tarif cukainya. Hanya jenis Sigaret Kretek Mesin (SKM) dan Sigaret Putih Mesin (SPM) yang tarif cukainya naik. Untuk kategori SKM cukainya naik 13,8%-16,9% tergantung golongan, sementara untuk SPM naik 16,5% - 18,4%.

Kendati demikian, riset Mandiri Sekuritas (Mansek) pada 29 Maret lalu menjelaskan, permintaan rokok rupanya mulai mengalami peningkatan. Ini bisa dilihat dari peningkatan penjualan grosir secara bulanan atau month-on-month (MoM) milik HMSP.

Dalam riset ini, Mandiri Sekuritas juga memaparkan permintaan rokok jenis SKM, yang terimbas kenaikan cukai, sedikit mengungguli SKT.

Mansek menyebutkan, HMSP akan melanjutkan strategi mereka untuk memperkuat segmen SKT, yang adalah segmen unggulan perusahaan, dengan meluncurkan edisi terbatas Dji Sam Soe 12. Menurut Mansek, terdongkraknya permintaan rokok HM Sampoerna berkaitan dengan mobilitas yang lebih tinggi di wilayah penjualan HMSP.

Sementara itu, sang pesaing, GGRM, menaikkan harga jual yang kedua kali pada tahun ini yang akan efektif pada 5 April lalu. Adapun rata-rata kenaikan 2,1% di 10 SKU (stock-keeping units).

Sebelumnya, distributor GGRM, PT Surya Madistrindo, memberi tahu pihak pedagang grosir perusahaan pada 26 Maret 2021 terkait kenaikan harga ex-factory (harga pokok penjualan barang dari pabrik penjual) yang akan berlangsung pada 5 April mendatang.

Menurut periset, penyesuaian tersebut menandai kenaikan harga yang kedua GGRM setelah pengumuman tarif cukai pada 2021 dan kenaikan yang ke 13 sejak November 2019.

Demikian pula, PT Djarum juga menaikkan harga ex-factory perusahaan dengan rata-rata 3,4% di 23 SKU pada 16 Maret lalu, sementara RMBA menaikkan harga rata-rata sekitar 6,1% untuk Dunhill Mild dan Dunhill Filter pada 8 Maret.

Mandiri Sekuritas memberi rating overweight dalam risetnya untuk kedua raksasa rokok di atas, HMSP dan GGRM.

Bagaimana Harga Saham

Tim Riset CNBC Indonesia akan mecoba menilik sekilas gerak saham emiten rokok dalam sebulan dan year to date (Ytd).

Mengacu pada tabel di atas, kinerja keuangan WIIM yang moncer diiringi dengan kinerja saham yang ciamik pula. Dalam sebulan belakangan, saham WIIM berhasil terkerek 8,57%. Adapun secara Ytd sudah melesat 75,93%. Ketiga saham emiten sisanya cenderung tertekan, baik dalam sebulan maupun Ytd.

Saham emiten produsen brand rokok GG Mild, GGRM, memang masih naik 0,84% dalam sebulan. Namun, sejak awal tahun saham ini malah ambles 1,89%.

Sementara, saham HMSP terus menyusut, yakni 4,36% dalam sebulan dan 12,62% secara Ytd. Begitupula dengan saham emiten pembuat rokok brand Dunhill, RMBA, yang anjlok 8,13% dalam sebulan terakhir dan ambles 13,53% dalam sebulan.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular