
Rokok Merana, Kekayaan Taipan Pemilik GGRM & HMSP Merosot

Jakarta, CNBC Indonesia - Dua emiten rokok di Indonesia kini tak lagi bersinar seperti dahulu, di mana pamor dua emiten rokok di deretan saham berkapitalisasi pasar terbesar sudah tergeser oleh emiten lainnya di luar industri rokok yang tergolong masih baru.
Adapun emiten rokok tersebut yakni PT Gudang Garam Tbk (GGRM) dan PT H.M Sampoerna Tbk (HMSP). Dahulu, keduanya dikenal oleh investor sebagai saham yang memiliki kapitalisasi pasar terbesar. Bahkan keduanya juga sempat masuk ke jajaran 10 besar.
Namun kini, keduanya tergeser oleh saham yang masih relatif lebih muda yang juga sudah memiliki kapitalisasi pasar di atas Rp 100 triliun. Meski begitu, kapitalisasi pasar HMSP masih berada di kisaran Rp 100 triliun, tetapi di GGRM, kapitalisasi pasarnya saat ini sekitar Rp 50 triliun.
Secara kinerja sahamnya, GGRM sepanjang tahun ini terkorekis hingga 8,99%. Sedangkan saham HMSP terpangkas 3,63%.
Saham GGRM yang dulu dianggap paling mahal secara nominal di Bursa Efek Indonesia (BEI), kini harganya sudah jauh menurun.
Adapun harga nominal termahal yang pernah dicetak oleh GGRM yakni Rp 94.400 per saham pada tahun 2019 lalu. Sedangkan harga GGRM saat ini mencapai Rp 27.575 per saham. Di lain sisi, kinerja saham GGRM dan HMSP juga terus menurun dalam kurun waktu 3 tahun terakhir.
Bahkan, pamor GGRM semakin meredup setelah BEI resmi mengeluarkan GGRM dari indeks LQ45 dan IDX30. Hal ini merupakan bagian dari evaluasi berkala oleh BEI yang melakukan perombakan terhadap sejumlah indeks unggulan, termasuk IDX30 dan LQ45, untuk periode Agustus 2022 sampai Januari 2023.
Seiring dengan semakin redupnya pamor GGRM dan HMSP sebagai saham termahal dan memiliki kapitalisasi pasar besar, kinerja keuangan keduanya pada kuartal II-2022 juga merosot.
Di GGRM, Berdasarkan laporan keuangan perseroan pada semester I tahun ini, pendapatan produsen rokok 'Garpit' ini membukukan pendapatan Rp 61,67 triliun pada semester satu tahun ini. Perolehan tersebut naik 1,8% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya, Rp 60,57 triliun.
Beban pokok tercatat Rp 56,54 triliun, naik 4,37% secara tahunan. Paruh pertama tahun lalu, beban pokok sebesar Rp 54,17 triliun.
Nah, kenaikan beban pokok yang lebih besar dibanding kenaikan pendapatan membuat laba kotor GGRM menyusut. Penurunannya sebesar 19,76% secara tahunan menjadi RP 5,14 triliun di semester pertama tahun ini.
Pendapatan lain-lain turun jadi Rp 134,66 miliar. Sedang beban usaha naik 9,24% secara tahunan menjadi RP 3,89 triliun. GGRM juga sejatinya mencatat keuntungan selisih kurs, namun dengan nilai yang terbilang tidak signifikan.
Ditambah dengan beban bunga yang lompat 407,27% secara tahunan menjadi Rp 165,52 miliar. Alhasil, GGRM mencatat penurunan laba bersih hingga 59,37% secara tahunan menjadi Rp 956,14 miliar.
Selain GGRM, kinerja keuangan HMSP juga makin merana. Berdasarkan laporan keuangan perseroan, HMSP mencatat penjualan bersih RP 53,5 triliun pada semester pertama tahun ini. Penjualan itu naik 12,34% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya, Rp 47,63 triliun.
Beban pokok perusahaan naik 17,35% secara tahunan menjadi Rp 45,52 triliun. Nah, Dari sini ihwal penurunan kinerja keuangan HMSP.
Kenaikan beban melampaui kenaikan penjualan bersih. Porsi beban pokok terhadap pendapatan paruh pertama tahun ini juga mencapai 85,08%, lebih tinggi dari porsi periode yang sama tahun lalu, 81,45 triliun.
Setelah ditelisik lebih lanjut, kenaikan beban pokok yang cukup sognifikan itu rupanya dipicu oleh kenaikan beban pita cukai. Beban pita cukai HMSP mencapai Rp 34,13 triliun, lompat 28% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya, Rp 26,67 triliun.
Imbas kenaikan beban pokok secara keseluruhan, laba kotor HMSP turun 9,67% secara tahunan menjadi Rp 9,81 triliun. Ditambah dengan kenaikan beban di pos keuangan lain, laba bersih HMSP turut mengecil.
Sepanjang semester pertama tahun ini, laba bersih tercatat Rp 3,05 triliun. Angka ini turun 26,25% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya, Rp 4,13 triliun.
