Jelang Weekend, Perang Dagang & Harga Minyak Buat IHSG Loyo

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
14 June 2019 16:56
Jelang Weekend, Perang Dagang & Harga Minyak Buat IHSG Loyo
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Setelah terkoreksi dalam 2 hari perdagangan terakhir, pada hari ini, Jumat (14/6/2019), bursa saham Indonesia kembali terkulai. Walaupun menguat 0,08% pada pembukaan perdagangan, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengakhiri perdagangan sesi 2 dengan koreksi 0,36% ke level 6.250,27.

Kinerja IHSG senada denganĀ mayoritas bursa saham utama kawasan Asia yang juga sedang ditransaksikan melemah: indeks Shanghai turun 0,99%, indeks Hang Seng turun 0,65%, indeks Straits Times turun 0,18%, dan indeks Kospi turun 0,37%.


Potensi eskalasi perang dagang AS-China menjadi faktor yang menekan kinerja bursa saham Benua Kuning. Sebelumnya, sempat ada optimisme bahwa Presiden AS Donald Trump akan melakukan dialog dengan Presiden China Xi Jinping ketika gelaran KTT G-20 berlangsung pada akhir bulan ini di Jepang.

Namun, semakin mendekati akhir bulan Juni, pertemuan Trump dengan Xi masih abu-abu, belum ada kepastian, walau memang Washington masih ingin kedua pemimpin negara bertemu guna membuka jalan menuju damai dagang.

"Namun belum ada proses formalisasi," ujar Lawrence Kudlow, Penasihat Ekonomi Gedung Putih, mengutip Reuters.

Sebelumnya, pejabat senior di lingkungan pemerintahan China mengungkapkan bahwa Beijing bahkan belum melakukan apapun terkait rencana pertemuan Trump-Xi.


"Bagi China, yang penting adalah protokol dan bagaimana beliau dihormati. China tidak ingin Xi pergi ke sebuah pertemuan yang akan mempermalukan dirinya," tegas sang pejabat, dikutip dari Reuters.

Sekadar mengingatkan, Trump sebelumnya sudah mengancam bahwa dirinya akan akan membebankan bea masuk tambahan bagi produk impor asal China jika Xi sampai tak menemuinya di sela-sela KTT G-20 nanti.

Belum tereskalasi lagi saja, perekonomian China sudah begitu tertekan. Pada hari ini, produksi industri periode Mei 2019 diumumkan hanya tumbuh 5% secara tahunan, di bawah konsensus yang sebesar 5,5%, dilansir dari Trading Economics.


Mengingat posisi China sebagai negara dengan nilai perekonomian terbesar kedua di dunia, tekanan terhadap perekonomian China pastilah memberi dampak negatif yang relatif signifikan bagi negara-negara lain.

BERLANJUT KE HALAMAN BERIKUTNYA

Investor asing memegang peranan penting dalam membuat IHSG menutup pekan di zona merah. Hingga akhir perdagangan, investor asing membukukan jual bersih senilai Rp 159,9 miliar di pasar saham tanah air (pasar reguler).

Wajar jika aksi jual dilakukan oleh investor asing. Pasalnya, kinerja rupiah sedang tak mendukung. Hingga sore hari, rupiah melemah 0,32% di pasar spot ke level 14.320/dolar AS. Kala rupiah melemah dengan signifikan, investor asing berpotensi menanggung yang namanya kerugian kurs.



Saham-saham yang banyak dilepas investor asing di antaranya: PT Gudang Garam Tbk/GGRM (Rp 81,7 miliar), PT Bank Danamon Tbk/BDMN (Rp 50 miliar), PT Bank Negara Indonesia Tbk/BBNI (Rp 32,6 miliar), PT Perusahaan Gas Negara Tbk/PGAS (Rp 25,3 miliar), dan PT Unilever Indonesia Tbk/UNVR (Rp 25 miliar).

Melesatnya harga minyak mentah dunia menjadi faktor yang membebani kinerja mata uang Garuda. Pada perdagangan kemarin, Kamis (13/6/2019), harga minyak WTI dan Brent sama-sama melesat 2% lebih.

Harga minyak mentah dunia mendapatkan suntikan energi dari memanasnya situasi di timur tengah pasca dua buah kapal tanker yang tengah mengangkut naphta dan metanol diserang di perairan Fujairah, Selat Hormuz. Meskipun tidak ada korban jiwa dan muatan yang timpang, tetapi dua kapal tersebut terbakar dan rusak parah.

Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo menuding Iran sebagai dalang di balik penyerangan tersebut. Dirinya mengatakan bahwa kesimpulan tersebut diambil berdasarkan data intelijen, jenis senjata yang digunakan, dan tingkat kesulitan penyerangan.



Meskipun belakangan Iran menampik tuduhan tersebut, pelaku pasar menilai ketegangan ini akan berdampak buruk pada distribusi pasokan minyak global. Bila kondisi Timur Tengah semakin memanas, terlebih di Selat Hormuz, perusahaan-perusahaan kargo akan semakin takut untuk melakukan operasi pengiriman melalui wilayah tersebut.

Diketahui bahwa seperlima konsumsi minyak global didistribusikan melalui Selat Hormuz.

Tingginya harga minyak mentah dunia memantik kekhawatiran bahwa defisit transaksi berjalan/current account deficit (CAD) Indonesia akan kian sulit diredam.

Sebagai informasi, CAD periode kuartal-I 2019 tercatat senilai US$ 7 miliar atau setara dengan 2,6% dari PDB, sudah jauh lebih dalam dari defisit periode yang sama tahun lalu (kuartal-I 2018) yang hanya senilai US$ 5,19 miliar atau 2,01% dari PDB.



Jika berbicara mengenai rupiah, pos transaksi berjalan merupakan hal yang sangat penting lantaran menggambarkan pasokan devisa yang tidak mudah berubah (dari aktivitas ekspor-impor barang dan jasa). Hal ini berbeda dengan pos transaksi finansial (yang merupakan koponen pembentuk NPI lainnya) yang bisa cepat berubah karena datang dari aliran modal portfolio atau yang biasa disebut sebagai hot money. Dari dalam negeri, sejatinya ada sentimen positif bagi bursa saham Tanah Air yakni rilis angka pertumbuhan penjualan barang-barang ritel. Melalui Survei Penjualan Eceran (SPE) periode April 2019, Bank Indonesia (BI) mencatat bahwa penjualan barang-barang ritel di tanah air tumbuh hingga 6,7% secara tahunan (year-on-year/YoY) pada bulan April, jauh mengalahkan capaian periode yang sama tahun sebelumnya yang sebesar 4,1%.

Lantas, sepanjang 4 bulan pertama tahun ini pertumbuhan penjualan barang-barang ritel selalu berhasil mengalahkan capaian periode yang sama tahun sebelumnya. Untuk periode Januari 2019, penjualan barang-barang ritel tumbuh sebesar 7,2%, lebih baik dari capaian Januari 2018 yakni kontraksi sebesar 1,8%.



Untuk periode Februari 2019, penjualan barang-barang ritel tumbuh sebesar 9,1%, lebih baik dari capaian Februari 2018 yakni pertumbuhan sebesar 1,5%. Beralih ke periode Maret 2019, penjualan barang-barang ritel tumbuh sebesar 10,1%, lebih baik dari capaian Maret 2018 yakni pertumbuhan sebesar 2,5%.

Memasuki bulan Ramadan, pertumbuhan penjualan ritel bisa dijaga di level yang relatif tinggi. Penyebabnya apa lagi kalau bukan distribusi Tunjangan Hari Raya (THR). Angka sementara yang dipublikasikan BI menunjukkan bahwa penjualan barang-barang ritel tumbuh sebesar 9% pada bulan Mei, mengalahkan pertumbuhan pada Mei 2018 yang sebesar 8,3%.

Sejatinya, rilis data ini bisa dimanfaatkan untuk mengoleksi saham-saham sektor barang konsumsi lantaran konsumsi masyarakat Indonesia terbukti sedang kuat. Namun, potensi eskalasi perang dagang AS-China dan pelemahan rupiah membuat sentimen positif ini tak dimanfaatkan oleh pelaku pasar saham tanah air.



Per akhir sesi 2, indeks sektor barang konsumsi justru jatuh hingga 0,54%, menjadikannya sektor dengan kontribusi terbesar bagi koreksi IHSG.

Saham-saham barang konsumsi yang dilego pelaku pasar di antaranya: PT Gudang Garam Tbk/GGRM (-1,9%), PT Unilever Indonesia Tbk/UNVR (-0,22%), PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul Tbk/SIDO (-2,42%), PT HM Sampoerna Tbk/HMSP (-1,18%), dan PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk/ICBP (-0,25%).


TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular