
Pertemuan Trump-Xi Masih Abu-Abu, Bursa Saham Asia Loyo
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
14 June 2019 09:18

Jakarta, CNBC Indonesia - Mayoritas bursa saham utama kawasan Asia dibuka melemah pada hari ini: indeks Hang Seng turun 0,42%, indeks Straits Times turun 0,19%, dan indeks Kospi turun 0,32%. Sementara itu, indeks Nikkei dan Shanghai dibuka menguat tipis masing-masing sebesar 0,08%.
Potensi eskalasi perang dagang AS-China menjadi faktor yang menekan kinerja bursa saham Benua Kuning. Sebelumnya, sempat terdapat optimisme bahwa Presiden AS Donald Trump akan melakukan dialog dengan Presiden China Xi Jinping ketika gelaran KTT G-20 berlangsung pada akhir bulan ini di Jepang.
Namun, semakin mendekati akhir bulan Juni, pertemuan Trump dengan Xi masih abu-abu, belum ada kepastian, walau memang Washington masih ingin kedua pemimpin negara bertemu guna membuka jalan menuju damai dagang.
"Namun belum ada proses formalisasi," ujar Lawrence Kudlow, Penasihat Ekonomi Gedung Putih, mengutip Reuters.
Sebelumnya, pejabat senior di lingkungan pemerintahan China mengungkapkan bahwa Beijing bahkan belum melakukan apapun terkait rencana pertemuan Trump-Xi.
"Bagi China, yang penting adalah protokol dan bagaimana beliau dihormati. China tidak ingin Xi pergi ke sebuah pertemuan yang akan mempermalukan dirinya," tegas sang pejabat, dikutip dari Reuters.
Sekedar mengingatkan, Trump sebelumnya sudah mengancam bahwa dirinya akan akan membebankan bea masuk tambahan bagi produk impor asal China jika Xi sampai tak menemuinya di sela-sela KTT G-20 nanti.
Belum tereskalasi lagi saja, perekonomian China sudah begitu tertekan. Belum lama ini, penjualan mobil periode Mei 2019 diumumkan anjok hingga 16,4% secara tahunan, menandai penurunan selama 11 bulan beruntun. Kontraksi pada bulan Mei juga lebih buruk ketimbang kontraksi pada bulan April yang sebesar 14,6%.
Mengingat posisi China sebagai negara dengan nilai perekonomian terbesar kedua di dunia, tekanan terhadap perekonomian China pastilah memberi dampak negatif yang relatif signifikan bagi negara-negara lain.
Di sisi lain, sentimen positif bagi bursa saham China datang dari pernyataan Wakil Perdana Menteri Liu He bahwa regulator sudah sepatutnya meningkatkan dukungan bagi perekonomian dan mendorong likuiditas di sistem keuangan tetap berlimpah. Pernyataan ini disampaikan oleh Liu He dalam sebuah forum yang digelar di Shanghai kemarin (13/6/2019).
Hal ini lantas mengindikasikan bahwa pemerintah akan menerbitkan kebijakan baru yang diarahkan untuk mendukung laju perekonomian di tengah perang dagang dengan AS yang masih saja panas.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/hps) Next Article Top! Awal Tahun Bursa Asia Hijau, Tanda akan Bangkitkah?
Potensi eskalasi perang dagang AS-China menjadi faktor yang menekan kinerja bursa saham Benua Kuning. Sebelumnya, sempat terdapat optimisme bahwa Presiden AS Donald Trump akan melakukan dialog dengan Presiden China Xi Jinping ketika gelaran KTT G-20 berlangsung pada akhir bulan ini di Jepang.
Namun, semakin mendekati akhir bulan Juni, pertemuan Trump dengan Xi masih abu-abu, belum ada kepastian, walau memang Washington masih ingin kedua pemimpin negara bertemu guna membuka jalan menuju damai dagang.
Sebelumnya, pejabat senior di lingkungan pemerintahan China mengungkapkan bahwa Beijing bahkan belum melakukan apapun terkait rencana pertemuan Trump-Xi.
"Bagi China, yang penting adalah protokol dan bagaimana beliau dihormati. China tidak ingin Xi pergi ke sebuah pertemuan yang akan mempermalukan dirinya," tegas sang pejabat, dikutip dari Reuters.
Sekedar mengingatkan, Trump sebelumnya sudah mengancam bahwa dirinya akan akan membebankan bea masuk tambahan bagi produk impor asal China jika Xi sampai tak menemuinya di sela-sela KTT G-20 nanti.
Belum tereskalasi lagi saja, perekonomian China sudah begitu tertekan. Belum lama ini, penjualan mobil periode Mei 2019 diumumkan anjok hingga 16,4% secara tahunan, menandai penurunan selama 11 bulan beruntun. Kontraksi pada bulan Mei juga lebih buruk ketimbang kontraksi pada bulan April yang sebesar 14,6%.
Mengingat posisi China sebagai negara dengan nilai perekonomian terbesar kedua di dunia, tekanan terhadap perekonomian China pastilah memberi dampak negatif yang relatif signifikan bagi negara-negara lain.
Di sisi lain, sentimen positif bagi bursa saham China datang dari pernyataan Wakil Perdana Menteri Liu He bahwa regulator sudah sepatutnya meningkatkan dukungan bagi perekonomian dan mendorong likuiditas di sistem keuangan tetap berlimpah. Pernyataan ini disampaikan oleh Liu He dalam sebuah forum yang digelar di Shanghai kemarin (13/6/2019).
Hal ini lantas mengindikasikan bahwa pemerintah akan menerbitkan kebijakan baru yang diarahkan untuk mendukung laju perekonomian di tengah perang dagang dengan AS yang masih saja panas.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/hps) Next Article Top! Awal Tahun Bursa Asia Hijau, Tanda akan Bangkitkah?
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular