Cadangan Devisa Mei Menciut US$ 4 M, Rupiah Pun Terkapar

Dwi Ayuningtyas, CNBC Indonesia
13 June 2019 15:51
Bank Indonesia (BI) hari ini (13/6/2019) mengumumkan cadangan devisa (cadev) per akhir Mei terkoreksi sekitar US$ 4 miliar.
Foto: Muhammad Luthfi Rahman
Jakarta, CNBC Indonesia - Bank Indonesia (BI) hari ini (13/6/2019) mengumumkan cadangan devisa (cadev) per akhir Mei terkoreksi sekitar US$ 4 miliar, menjadi US$ 120,3 miliar atau setara Rp 1.708,26 triliun.

Nilai ini turun 3,33% dibandingkan perolehan April yang tercatat sebesar US$ 124,3 miliar atau setara Rp 1.765,06 triliun (asumsi kurs Rp 14.200). Dengan demikian, cadangan devisa Indonesia terkikis sekitar Rp 56,8 triliun, patut disayangkan.

Terlebih lagi, dalam keterangan BI, penurunan cadev sebagian besar disebabkan oleh kebutuhan pembayaran utang luar negeri pemerintah dan berkurangnya penempatan valas perbankan di BI. Untuk diketahui, melansir data BI, jumlah utang luar negeri pemerintah pada kuartal I-2019 tercatat sebesar US$ 187,7 miliar atau setara Rp 2.655 triliun.

Rilis data tersebut mengakibatkan rupiah keok di hadapan mayoritas mata uang Negara Asia Tenggara dan beberapa rekan dagang Indonesia, terutama di hadapan Peso Filipina dan Yen Jepang



Data pergerakan nilai tukar rupiah terhadap mata dunia di atas berdasarkan nilai akhir perdagangan pasar spot pukul 14:50 WIB. Perdagangan pasar spot Malaysia dan Thailand sudah tutup, sehingga tidak ditampilkan.

Melansir tabel di atas, rupiah hanya perkasa di depan riel Kamboja, dan keok di hadapan semua mata uang negeri tetangga, termasuk juga dibandingkan rekan dagang seperti dolar Australia, yuan China, dan won Korea.

Ambruknya cadev langsung memantik aksi jual pelaku pasar, sehingga investor ramai-ramai menjual instrumen berbasis rupiah yang dimiliki. Dengan makin tipisnya cadangan devisa, amunisi BI untuk menstabilkan rupiah pun berkurang. Hal ini dapat mengakibatkan pergerakan mata uang Ibu Pertiwi menjadi lebih rentan.

Semakin rentannya nilai tukar rupiah akan berakibat buruk pada aktivitas bisnis dalam negeri, terutama jika dikaitkan dengan konsumsi minyak. Pasalnya, melemahnya rupiah berarti pemerintah mengimpor emas hitam dengan harga yang lebih mahal, dan ini akan semakin menggerus anggaran belanja negara.

Selain itu, harga minyak yang mahal juga mempengaruhi aktifitas industri dalam negeri karena biaya operasional pabrik dan pengiriman pun melonjak.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(dwa/dwa) Next Article Seberapa Tangguh Cadangan Devisa RI di ASEAN?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular