
Gara-gara Rupiah & Global, Yield SUN 10 Tahun Tembus 8%
Irvin Avriano Arief, CNBC Indonesia
29 May 2019 19:31

Jakarta, CNBC Indonesia - Koreksi harga obligasi rupiah pemerintah yang berlanjut pada perdagangan Rabu ini (29/5/2019) membuat imbal hasil (yield) tenor acuan 10 tahun kembali ke atas level psikologis 8%, tepatnya menjadi 8,03%.
Koreksi harga surat utang negara (SUN) terjadi di tengah pelemahan rupiah, musim dividen, dan tekanan sentimen negatif ekonomi global khususnya ketidakjelasan kelanjutan perundingan damai dagang China-Amerika Serikat (AS). Pada Rabu ini, US$ 1 dibanderol Rp 14.395 kala penutupan perdagangan pasar spot.
Yield 8% kembali disentuh oleh SUN acuan FR0078 bertenor 10 tahun setelah sempat turun hingga level 7% sejak 24 April, hingga kemudian kembali lagi ke atas 8% hari ini.
Pelemahan harga SUN hari ini turut membuat tingkat imbal hasil tenor 15 tahun lebih tinggi dari seri 20 tahun dan membentuk inversi kurva yield. Inversi adalah kondisi lebih tingginya yield seri lebih pendek dibanding yield seri lebih panjang.
Inversi tersebut membentuk kurva yield terbalik (inverted yield curve), yang menjadi cerminan investor yang lebih meminati seri panjang dibanding yang pendek karena menilai akan terjadi kontraksi jangka pendek, sekaligus indikator adanya potensi tekanan ekonomi bahkan berujung krisis.
Pada penutupan pasar hari ini, Refinitiv mencatat yield seri 15 tahun mencapai 8,505% dibanding seri 20 tahun 8,503%.
Naiknya yield menunjukkan penurunan harga karena tekanan jual yang lebih besar daripara aksi belinya di pasar.
Turunnya harga SUN itu tidak senada dengan koreksi yang terjadi di pasar surat utang pemerintah negara berkembang yang lain.
Data Refinitiv menunjukkan terkoreksinya harga SUN itu tercermin dari empat seri acuan (benchmark) yang sekaligus menaikkan tingkat imbal hasilnya (yield).
Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder. Yield juga lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.
SUN adalah surat berharga negara (SBN) konvensional rupiah yang perdagangannya paling ramai di pasar domestik, sehingga dapat mencerminkan kondisi pasar obligasi secara umum.
Keempat seri yang menjadi acuan itu adalah FR0077 bertenor 5 tahun, FR0078 bertenor 10 tahun, FR0068 bertenor 15 tahun, dan FR0079 bertenor 20 tahun.
Seri acuan yang paling melemah adalah FR0079 yang bertenor 15 tahun dengan kenaikan yield 9,8 basis poin (bps) menjadi 8,505%. Besaran 100 bps setara dengan 1%.
Sumber: Refinitiv
Sumber: PT Penilai Harga Efek Indonesia/IBPA
Koreksi pasar obligasi pemerintah hari ini tercermin pada harga obligasi wajarnya, di mana indeks INDOBeX Government Total Return milik PT Penilai Harga Efek Indonesia (PHEI/IBPA) masih melemah.
Indeks tersebut turun 0,47 poin (0,19%) menjadi 244,49 dari posisi kemarin 244,96.
Koreksi SBN hari ini juga membuat selisih (spread) obligasi rupiah pemerintah tenor 10 tahun dengan surat utang pemerintah AS (US Treasury) tenor serupa mencapai 579 bps, melebar dari posisi kemarin 567 bps.
Yield US Treasury 10 Tahun Turun Hingga Level Terendah Sejak September 2017
Yield US Treasury 10 tahun turun lagi hingga 2,24% dari posisi kemarin 2,28%. Posisi yield US Treasury 10 tahun tersebut menjadi yang terendah sejak 26 September 2017 ketika berada pada 2,22%, yang mengindikasikan investor melihat kondisi jangka pendek Amerika Serikat dan global kurang kondusif dan setara dengan posisi 2017 tersebut.
Terkait dengan pasar US Treasury, saat ini juga masih terjadi inversi pada tenor 3 bulan-10 tahun, yang lumrah terjadi sejak perang dagang China-AS memanas pada Agustus tahun lalu.
Saat ini pelaku pasar global lebih menantikan inversi yang terjadi pada tenor 3 bulan-10 tahun yang mulai terjadi pada awal tahun tetapi timbul dan tenggelam, sebagai indikator yang lebih menegaskan kembali bahwa potensi resesi AS semakin dekat dibanding inversi tenor lain.
Inversi tersebut membentuk kurva yield terbalik (inverted yield curve), yang menjadi cerminan investor yang lebih meminati US Treasury seri panjang dibanding yang pendek karena menilai akan terjadi kontraksi jangka pendek, sekaligus indikator adanya potensi tekanan ekonomi bahkan hingga krisis.
Sumber: Refinitiv
Terkait dengan porsi investor di pasar SBN, data Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu (DJPPR) terakhir menunjukkan investor asing menggenggam Rp 951 triliun SBN, atau 38,07% dari total beredar Rp 2.498 triliun berdasarkan data per 24 Mei.
Angka kepemilikannya masih positif atau bertambah Rp 57,75 triliun dibanding posisi akhir Desember Rp 893,25 triliun, sehingga persentasenya masih naik dari 37,71% pada periode yang sama.
Meskipun demikian, sepanjang Mei ini investor asing sudah keluar dari pasar SUN senilai Rp 11,57 triliun dan sepekan lalu nilai dana asing keluar mencapai Rp 3,43 triliun.
Koreksi hari ini juga terjadi di pasar valas yang turun 0,17%, sedangkan pasar ekuitas sedang melonjak 1,18%.
Dari pasar surat utang negara berkembang, penguatan terjadi secara luas yaitu di China, India, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand.
Di negara maju, penguatan terjadi pada pasar bund Jerman, OAT Perancis, JGB Jepang, dan US Treasury AS.
Hal tersebut mencerminkan pelaku pasar global sedang mengejar instrumen yang dianggap lebih aman (safe haven) di tengah kontraksi pasar keuangan global sekarang ini, salah satunya obligasi pemerintah negara maju.
Sumber: Refinitiv
TIM RISET CNBC INDONESIA
(irv/tas) Next Article Lepas Liburan, Harga Obligasi Pemerintah Meroket
Koreksi harga surat utang negara (SUN) terjadi di tengah pelemahan rupiah, musim dividen, dan tekanan sentimen negatif ekonomi global khususnya ketidakjelasan kelanjutan perundingan damai dagang China-Amerika Serikat (AS). Pada Rabu ini, US$ 1 dibanderol Rp 14.395 kala penutupan perdagangan pasar spot.
Yield 8% kembali disentuh oleh SUN acuan FR0078 bertenor 10 tahun setelah sempat turun hingga level 7% sejak 24 April, hingga kemudian kembali lagi ke atas 8% hari ini.
Pelemahan harga SUN hari ini turut membuat tingkat imbal hasil tenor 15 tahun lebih tinggi dari seri 20 tahun dan membentuk inversi kurva yield. Inversi adalah kondisi lebih tingginya yield seri lebih pendek dibanding yield seri lebih panjang.
Inversi tersebut membentuk kurva yield terbalik (inverted yield curve), yang menjadi cerminan investor yang lebih meminati seri panjang dibanding yang pendek karena menilai akan terjadi kontraksi jangka pendek, sekaligus indikator adanya potensi tekanan ekonomi bahkan berujung krisis.
Pada penutupan pasar hari ini, Refinitiv mencatat yield seri 15 tahun mencapai 8,505% dibanding seri 20 tahun 8,503%.
Naiknya yield menunjukkan penurunan harga karena tekanan jual yang lebih besar daripara aksi belinya di pasar.
Turunnya harga SUN itu tidak senada dengan koreksi yang terjadi di pasar surat utang pemerintah negara berkembang yang lain.
Data Refinitiv menunjukkan terkoreksinya harga SUN itu tercermin dari empat seri acuan (benchmark) yang sekaligus menaikkan tingkat imbal hasilnya (yield).
Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder. Yield juga lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.
SUN adalah surat berharga negara (SBN) konvensional rupiah yang perdagangannya paling ramai di pasar domestik, sehingga dapat mencerminkan kondisi pasar obligasi secara umum.
Keempat seri yang menjadi acuan itu adalah FR0077 bertenor 5 tahun, FR0078 bertenor 10 tahun, FR0068 bertenor 15 tahun, dan FR0079 bertenor 20 tahun.
Seri acuan yang paling melemah adalah FR0079 yang bertenor 15 tahun dengan kenaikan yield 9,8 basis poin (bps) menjadi 8,505%. Besaran 100 bps setara dengan 1%.
Yield Obligasi Negara Acuan 29 Mei'19 | |||||
Seri | Jatuh tempo | Yield 28 Mei'19 (%) | Yield 29 Mei'19 (%) | Selisih (basis poin) | Yield wajar IBPA 28 Mei'19 |
FR0077 | 5 tahun | 7.523 | 7.565 | 4.20 | 7.5386 |
FR0078 | 10 tahun | 7.959 | 8.034 | 7.50 | 8.0142 |
FR0068 | 15 tahun | 8.407 | 8.505 | 9.80 | 8.5139 |
FR0079 | 20 tahun | 8.445 | 8.503 | 5.80 | 8.4746 |
Avg movement | 6.83 |
Yield Wajar IBPA Obligasi Negara Acuan 29 Mei'19 | ||||
Seri | Jatuh tempo | Yield 28 Mei'19 (%) | Yield 29 Mei'19 (%) | Selisih (basis poin) |
FR0077 | 5 tahun | 7.4871 | 7.5386 | 5.15 |
FR0078 | 10 tahun | 7.9459 | 8.0142 | 6.83 |
FR0068 | 15 tahun | 8.4024 | 8.5139 | 11.15 |
FR0079 | 20 tahun | 8.4125 | 8.4746 | 6.21 |
Avg movement | 7.34 |
Koreksi pasar obligasi pemerintah hari ini tercermin pada harga obligasi wajarnya, di mana indeks INDOBeX Government Total Return milik PT Penilai Harga Efek Indonesia (PHEI/IBPA) masih melemah.
Indeks tersebut turun 0,47 poin (0,19%) menjadi 244,49 dari posisi kemarin 244,96.
Koreksi SBN hari ini juga membuat selisih (spread) obligasi rupiah pemerintah tenor 10 tahun dengan surat utang pemerintah AS (US Treasury) tenor serupa mencapai 579 bps, melebar dari posisi kemarin 567 bps.
Yield US Treasury 10 Tahun Turun Hingga Level Terendah Sejak September 2017
Yield US Treasury 10 tahun turun lagi hingga 2,24% dari posisi kemarin 2,28%. Posisi yield US Treasury 10 tahun tersebut menjadi yang terendah sejak 26 September 2017 ketika berada pada 2,22%, yang mengindikasikan investor melihat kondisi jangka pendek Amerika Serikat dan global kurang kondusif dan setara dengan posisi 2017 tersebut.
Terkait dengan pasar US Treasury, saat ini juga masih terjadi inversi pada tenor 3 bulan-10 tahun, yang lumrah terjadi sejak perang dagang China-AS memanas pada Agustus tahun lalu.
Saat ini pelaku pasar global lebih menantikan inversi yang terjadi pada tenor 3 bulan-10 tahun yang mulai terjadi pada awal tahun tetapi timbul dan tenggelam, sebagai indikator yang lebih menegaskan kembali bahwa potensi resesi AS semakin dekat dibanding inversi tenor lain.
Inversi tersebut membentuk kurva yield terbalik (inverted yield curve), yang menjadi cerminan investor yang lebih meminati US Treasury seri panjang dibanding yang pendek karena menilai akan terjadi kontraksi jangka pendek, sekaligus indikator adanya potensi tekanan ekonomi bahkan hingga krisis.
Yield US Treasury Acuan 29 Mei'2019 | |||||
Seri | Benchmark | Yield 28 Mei'19 (%) | Yield 29 Mei'19 (%) | Selisih (Inversi) | Satuan Inversi |
UST BILL 2019 | 3 Bulan | 2.356 | 2.353 | 3 bulan-5 tahun | 31.7 |
UST 2020 | 2 Tahun | 2.117 | 2.087 | 2 tahun-5 tahun | 5.1 |
UST 2021 | 3 Tahun | 2.063 | 2.035 | 3 tahun-5 tahun | -0.1 |
UST 2023 | 5 Tahun | 2.074 | 2.036 | 3 bulan-10 tahun | 11.5 |
UST 2028 | 10 Tahun | 2.268 | 2.238 | 2 tahun-10 tahun | -15.1 |
Terkait dengan porsi investor di pasar SBN, data Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu (DJPPR) terakhir menunjukkan investor asing menggenggam Rp 951 triliun SBN, atau 38,07% dari total beredar Rp 2.498 triliun berdasarkan data per 24 Mei.
Angka kepemilikannya masih positif atau bertambah Rp 57,75 triliun dibanding posisi akhir Desember Rp 893,25 triliun, sehingga persentasenya masih naik dari 37,71% pada periode yang sama.
Meskipun demikian, sepanjang Mei ini investor asing sudah keluar dari pasar SUN senilai Rp 11,57 triliun dan sepekan lalu nilai dana asing keluar mencapai Rp 3,43 triliun.
Koreksi hari ini juga terjadi di pasar valas yang turun 0,17%, sedangkan pasar ekuitas sedang melonjak 1,18%.
Dari pasar surat utang negara berkembang, penguatan terjadi secara luas yaitu di China, India, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand.
Di negara maju, penguatan terjadi pada pasar bund Jerman, OAT Perancis, JGB Jepang, dan US Treasury AS.
Hal tersebut mencerminkan pelaku pasar global sedang mengejar instrumen yang dianggap lebih aman (safe haven) di tengah kontraksi pasar keuangan global sekarang ini, salah satunya obligasi pemerintah negara maju.
Yield Obligasi Tenor 10 Tahun Negara Maju & Berkembang | |||
Negara | Yield 28 Mei'19 (%) | Yield 29 Mei'19 (%) | Selisih (basis poin) |
Brasil | 8.64 | 8.65 | 1.00 |
China | 3.358 | 3.328 | -3.00 |
Jerman | -0.154 | -0.163 | -0.90 |
Perancis | 0.258 | 0.235 | -2.30 |
Inggris | 0.918 | 0.918 | 0.00 |
India | 7.166 | 7.13 | -3.60 |
Jepang | -0.072 | -0.088 | -1.60 |
Malaysia | 3.819 | 3.812 | -0.70 |
Filipina | 5.685 | 5.609 | -7.60 |
Rusia | 7.96 | 7.98 | 2.00 |
Singapura | 2.112 | 2.106 | -0.60 |
Thailand | 2.435 | 2.405 | -3.00 |
Amerika Serikat | 2.268 | 2.24 | -2.80 |
Afrika Selatan | 8.36 | 8.485 | 12.50 |
TIM RISET CNBC INDONESIA
(irv/tas) Next Article Lepas Liburan, Harga Obligasi Pemerintah Meroket
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular