Jerman Terbitkan Obligasi Tanpa Bunga, Kok Ada yang Mau Beli?

Houtmand P Saragih & Irvin Avriano Arief, CNBC Indonesia
26 August 2019 17:52
Negeri Panser untuk menjual obligasi yang bukan hanya tidak membagikan kupon tetapi juga penerbitannya dilakukan pada tingkat imbal hasil (yield) negatif.
Foto: FOTO FILE: Pengunjung berjalan di dalam kubah kaca gedung Reichstag, kursi majelis rendah parlemen Jerman Bundestag di Berlin, Jerman, 12 Januari 2018. REUTERS / Hannibal Hanschke
Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump sempat nyinyir saat Jerman menerbitkan obligasi tanpa kupon (zero coupon/ZC) pada pekan lalu berimbas pada ancaman presiden ke-45 tersebut pada bank sentral, The Fed. 

Yang membuat Trump berang dalam penerbitan itu adalah kemampuan Negeri Panser untuk menjual obligasi yang bukan hanya tidak membagikan kupon tetapi juga penerbitannya dilakukan pada tingkat imbal hasil (yield) negatif.  

Patut dipahami dulu bahwa obligasi ZC, atau zero coupon bond, adalah surat utang yang memiliki keunikan tersendiri dibandingkan dengan obligasi pada umumnya karena tidak membagikan kupon secara rutin kepada investornya. Karena tidak memberikan kupon, investor yang berinvestasi pada instrumen tersebut akan mendapatkan obligasinya dengan harga beli yang terdiskon dari harga nominalnya di awal.  

Artinya, jika seorang investor membeli obligasi ZC senilai US$ 5 miliar, maka yang harus dia investasikan atau dengan kata lain, dana yang harus dipinjamkan kepada penerbit efek itu tidak sampai nilai par atau 100%.  

Dengan asumsi diskon yang ditetapkan 10%, maka nilai yang harus disetorkan dan dapat dimanfaatkan si penerbit dari investor tersebut adalah US$ 4,5 miliar. Lalu, nantinya saat jatuh tempo, si penerbit harus melunasi 100% atau sesuai dengan nilai nominal yang dibeli investor tadi yaitu US$ 5 miliar. 

Obligasi jenis tersebut masih bisa ditransaksikan di pasar sekunder, artinya si investor obligasi dapat menjualnya di pasar kepada investor yang berminat sehingga harganya bergerak sesuai hukum pasar yang tergantung penawaran-permintaan. Namun, pergerakan harga obligasi ZC relatif tidak berfluktuasi seperti halnya obligasi biasa. 

Meskipun demikian, obligasi ZC juga masih memiliki sifat dasar surat utang yaitu harganya selalu akan menuju 100% semakin dekat dengan jatuh tempo dan akan berakhir di 100% ketika jatuh tempo.

Jerman Terbitkan Obligasi Tanpa Bunga, Kok Ada yang Mau Beli?Foto: Grafis/Pergerakan Harga Obligasi/Arie Pratama
Jerman Terbitkan Obligasi Tanpa Bunga, Kok Ada yang Mau Beli?Foto: Grafis/Pergerakan Harga Obligasi/Arie Pratama


Demikian terkait harga obligasi ZC. Namun, di pasar obligasi, yang seringkali menjadi satuan transaksi adalah tingkat imbal hasil (yield) di mana pergerakan harga dan yield saling bertolak belakang. Sehingga, ketika harga naik maka akan menekan yield turun, begitupun sebaliknya.  

Yield yang menjadi acuan hasil investasi yang didapat investor lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibanding harga karena yield mencerminkan harga, kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka. 

Untuk yield, dapat dicontohkan dengan kasus yang mirip, yaitu yield obligasi ZC dengan nominal senilai US$ 5 miliar terbit dengan diskon 10% dan memiliki tenor 1 tahun.

Artinya, yield atau return obligasi tersebut bagi investor adalah sebesar 10% juga. Seiring dengan penerbitannya, yield juga dapat bergerak dan naik-turun sebagaimana harga, tetapi arah pergerakan obligasi ZC menjelang jatuh tempo juga bertolak belakang dengan harga yaitu pergerakan yield selalu turun mendekati 0%. 

Hal tersebut berarti semakin mendekati jatuh tempo, yield yang berarti potensi keuntungan (return) sekaligus risiko si obligasi ZC akan turun dan mendekati 0%.

Maka dari itu, tanpa memperhitungkan adanya risiko dan gejolak yang berarti di pasar, investor yang membeli obligasi ZC setelah terbit akan mendapatkan yield yang lebih rendah dan otomatis harga yang lebih mahal, daripada jika membeli ketika terbit. Mekanisme obligasi tanpa kupon itu berarti keuntungan yang akan didapatkan investor hanya akan didapat sekali di akhir masa obligasi itu beredar, atau jatuh tempo. 

Sisi negatif dari obligasi jenis ZC tersebut adalah risiko arus kas (cash flow) bagi investor karena tidak mendapatkan hasil apa-apa hingga surat utangnya diserap kembali oleh penerbit atau emiten ketika jatuh tempo. Namun, sisi positifnya bagi investor adalah risiko yang lebih besar artinya yield atau return yang diminta kepada emiten bisa lebih besar daripada penerbitan obligasi biasa. 

Sebaliknya, bagi emiten, tidak membayar kupon rutin adalah keuntungan tersendiri dan menjadi hal positif karena tidak mengganggu arus kas bisnis rutinnya, tetapi di sisi negatifnya adalah kupon dan pokok obligasi harus dibayar sekaligus (lump sum) sehingga harus menyediakan kas besar di titik jatuh tempo. 

Dalam praktiknya, di Indonesia sendiri pemerintah pernah menerbitkan obligasi ZC yang tenornya di atas 1 tahun. Namun, saat ini yang rutin terbit hanya obligasi ZC melalui surat perbendahaan negara (SPN) konvensional dan SPN syariah. SPN sendiri adalah jenis surat berharga negara (SBN) yang tenornya tidak sampai 1 tahun, yang kalau di pasar obligasi pemerintah AS namanya adalah T-Bills.



Kembali ke Jerman, penerbitan obligasi ZC barunya dengan yield negatif, tepatnya pada angka -0,11%, artinya investor obligasi baru Jerman senilai 869 juta euro tersebut rela tidak diberi kupon rutin oleh si penerbit hingga jatuh tempo 30 tahun ke depan, bahkan membelinya di harga premium dari nilai nominalnya.  

Patut diketahui juga pula bahwa hasil penjualan obligasi ZC denominasi euro itu tidak sampai separuh dari angka penawaran total 2 miliar euro, yang berarti tidak sukses-sukses amat, seperti yang diomelkan Trump. 

Meskipun jumlah obligasinya kecil, jumlah penerbitan itu masih menunjukkan ada investor yang membeli obligasi tanpa kupon dan dibeli di harga tinggi (harga premium), menandakan investor masih memprediksi dan masih berkeyakinan tinggi bahwa kondisi ekonomi akan lebih buruk. 

Sehingga, buruknya kondisi ekonomi di kemudian hari tersebut dapat memicu kenaikan harga obligasi sekaligus menekan yield-nya di pasaran nantinya, dan menghasilkan cuan bagi si pemilik awal.  

Si pemilik efek utang itu berarti dapat menjual portofolionya itu dengan harga yang lebih tinggi lagi di pasar kepada investor lain kemudian hari dengan harga yang lebih tinggi. 

Sebagai catatan, suku bunga Jerman sudah berada di 0% sejak 2016 dan yield obligasi pemerintah seri 10 tahun juga sudah negatif sejak Maret tahun ini, tepatnya -0,67%.



Selain Jerman, beberapa negara yang yield obligasinya sudah turun hingga negatif adalah obligasi pemerintah Jepang yang biasa disebut JGBs, Belanda (NEDs atau DSLs), dan Belgia (OLOs). 

Biasanya, yield obligasi akan turun lebih rendah daripada level suku bunga karena fungsi dan kodratnya sebagai instrumen yang risikonya setara dengan keberadaan pemerintahan negara tersebut, atau bahkan sering dianggap tanpa risiko (zero risk instrument) karena dijamin sepenuhnya oleh pemerintah.  

Umpatan Trump juga menggarisbawahi bahwa leletnya reaksi The Fed terhadap pemangkasan suku bunga juga berimbas pada fleksibilitas penerbitan obligasi pemerintah AS yang akhirnya berdampak pada pendanaannya yang lebih mahal karena masih membayar kupon kepada investor. 

Padahal, suami Melania Klauss Trump itu dan hampir seluruh dunia mengakui kekuatan politik, ekonomi, sosial, dan militer AS tentu di atas negara lain di dunia, terutama Jerman yang sedang dilanda perlambatan ekonomi dan diramal segera terhempas resesi tahun ini.

Pertumbuhan PDB AS

source: tradingeconomics.com


Pertumbuhan PDB Jerman

source: tradingeconomics.com

Resesi adalah penurunan aktivitas ekonomi yang sangat signifikan yang berlangsung selama lebih dari beberapa bulan. Sebuah perekonomian bisa dikatakan mengalami resesi jika pertumbuhan ekonominya negatif selama dua kuartal berturut-turut.
 

Malahan, dengan posisi tawar yang lebih kuat tersebut AS masih harus membayar kupon yang lebih tinggi kepada investor obligasi pemerintahannya, yang umum dijuluki US Treasury atau T-Notes, dibanding Jerman. 

Saat ini, Trump justru iri dengan yield negatif obligasi Jerman yang sejatinya justru menunjukkan bahwa pelaku pasar begitu skeptis terhadap perekonomian negeri pencipta Mercedes-Benz dan BMW itu.

Ingat, biar bagaimanapun juga obligasi terbitan pemerintah Jerman merupakan safe haven yang akan menjadi incaran investor ketika ekonominya atau ekonomi dunia bermasalah. 

Padahal, Trump selalu 'kebakaran jenggot' jika pemerintahannya dinilai tidak berhasil mengangkat kinerja perekonomian AS, sehingga sirik-nya presiden yang menjuluki dirinya President T itu tidaklah rasional. 

Lantas, nikmat Tuhan mana lagi yang kau dustakan Mr. Trump?    

TIM RISET CNBC INDONESIA
(irv/irv) Next Article Lepas Liburan, Harga Obligasi Pemerintah Meroket

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular