IHSG Anjlok, Pekan Ini Rp 124 Triliun Lenyap Dari Pasar Saham

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
10 May 2019 20:14
IHSG Anjlok, Pekan Ini Rp 124 Triliun Lenyap Dari Pasar Saham
Foto: Ilustrasi Bursa. (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) anjlok hingga 1,75% pada pekan ini, dari level 6.319,46 ke level 6.209,12. Dalam 5 hari perdagangan di pekan ini, IHSG menguat sebanyak 2 kali, sementara 3 lainnya melemah.

Seiring dengan koreksi begitu dalam yang dialami IHSG, praktis kapitalisasi pasarnya ikut merosot. Pada perdagangan terakhir di pekan kemarin, kapitalisasi pasar IHSG tercatat sebesar 7.188,2 triliun, seperti dilansir dari publikasi yang diterbitkan Bursa Efek Indonesia (BEI).


Pada akhir perdagangan pekan ini, kapitalisasi pasar IHSG tersisa 7.064 triliun. Ini artinya, hanya dalam sepekan dana senilai Rp 124,2 triliun lenyap dari pasar saham tanah air.

Sentimen dari dalam dan luar negeri menekan kinerja IHSG sepanjang pekan ini. Pada awal pekan, pelaku pasar sudah dibuat was-was oleh potensi eskalasi perang dagang AS-China. Sekedar mengingatkan, pada akhir bulan lalu delegasi AS menggelar dialog dagang lanjutan dengan China di Beijing.

IHSG Anjlok, Pekan Ini Rp 124 Triliun Lenyap Dari Pasar SahamFoto: Ilustrasi Bursa. (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Delegasi AS dipimpin oleh Kepala Perwakilan Dagang Robert Lighthizer dan Menteri Keuangan Steven Mnuchin, sementara delegasi China dikomandoi oleh Wakil Perdana Menteri Liu He.

Selepas pertemuan berlangsung, pemberitaan positif banyak terdengar, bahkan AS dan China disebut akan meneken kesepakatan dagang dalam waktu dekat.


Namun, optimisme tersebut kemudian sirna dan situasinya justru berbalik 180 derajat. Presiden AS Donald Trump mengumumkan rencana untuk menaikkan bea masuk atas importasi produk-produk asal China senilai US$ 200 miliar, dari yang saat itu 10% menjadi 25% pada hari ini. Lebih lanjut, produk impor asal China senilai US$ 325 miliar yang saat ini bebas bea masuk dalam waktu dekat akan dibebankan bea masuk senilai 25%.

"Selama 10 bulan terakhir, China membayar bea masuk 25% untuk importasi produk-produk high-tech senilai US$ 50 miliar dan 10% untuk produk-produk lain senilai US$ 200 miliar. Pembayaran ini sedikit banyak berperan dalam kinclongnya data ekonomi kita. Bea masuk senilai 10% akan naik menjadi 25% pada Jumat. Sementara US$ 325 miliar importasi produk-produk China belum kena bea masuk, tetapi dalam waktu dekat akan dikenakan 25%...." cuit Trump melalui akun @realDonaldTrump pada tanggal 5 Mei.


Meyusul ancaman Trump tersebut, China disebut mempertimbangkan untuk membatalkan dialog dagang dengan AS pada pekan ini di Washington. Mengutip seorang sumber, Wall Street Journal melaporkan bahwa China disebut terkejut dengan ancaman Trump.

Seiring dengan berjalannya waktu, sejatinya ada perkembangan positif. Lighthizer mengonfirmasi bahwa delegasi China akan tetap berkunjung ke Washington untuk menggelar dialog dagang pada hari Kamis dan Jumat (9-10 Mei). Sementara itu, pihak China mengatakan bahwa Wakil Perdana Menteri China Liu He akan ikut dalam rombongan yang mengunjungi AS tersebut.


Namun, kabar positif tersebut tak mampu mengangkat kinerja pasar saham tanah air. AS kini telah resmi menaikkan bea masuk terhadap produk impor asal China senilai US$ 200 miliar menjadi 25%, dari yang sebelumnya 10%. Kemarin, Trump juga mengatakan bahwa dirinya sudah mulai menyusun berkas yang diperlukan untuk mengenakan bea masuk sebesar 25% bagi produk impor asal China senilai US$ 325 miliar yang saat ini belum terdampak oleh perang dagang kedua negara.

Tak terima dengan langkah AS tersebut, Kementerian Perdagangan China mengatakan bahwa pihaknya akan meluncurkan kebijakan balasan, walau tak mengelaborasi kebijakan balasan yang dimaksud tersebut.


Dengan tensi yang begitu panas antar kedua negara, ada kemungkinan bahwa kesepakatan dagang tak akan bisa diteken pada pekan ini.

Simak video alasan Presiden Donald Trump naikkan tarif bea impor China di bawah ini:
[Gambas:Video CNBC]

Berlanjut ke halaman berikutnya >>>


Dari dalam negeri, rilis data Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) periode kuartal-I 2019 ikut membebani kinerja IHSG. Pada hari ini, Bank Indonesia (BI) mengumumkan bahwa NPI membukukan surplus senilai US$ 2,4 miliar pada 3 bulan pertama tahun ini.

Namun, transaksi berjalan (yang merupakan bagian dari NPI) membukukan defisit senilai US$ 7 miliar pada 3 bulan pertama tahun ini atau setara dengan 2,6% dari PDB. Memang lebih rendah dibandingkan defisit pada kuartal-IV 2018 yang sebesar 3,6% dari PDB, namun melebar dari defisit periode yang sama tahun lalu (kuartal-I 2018) yang hanya senilai US$ 5,19 miliar atau 2,01% dari PDB.


Jika defisit di awal tahun saja sudah lebih lebar, maka ada potensi bahwa defisit transaksi berjalan/Current Account Deficit (CAD) untuk keseluruhan tahun 2019 juga akan melebar. Praktis, kedepannya prospek dari pergerakan rupiah menjadi kelam.

Jika berbicara mengenai rupiah, transaksi berjalan merupakan hal yang sangat penting lantaran menggambarkan pasokan devisa yang tidak mudah berubah (dari aktivitas ekspor-impor barang dan jasa). Hal ini berbeda dengan pos transaksi modal dan finansial yang bisa cepat berubah karena datang dari aliran modal portfolio atau yang biasa disebut sebagai hot money.

Awan gelap yang menyelimuti prospek pergerakan rupiah tersebut membuat investor asing melepas kepemilikannya atas saham-saham dalam negeri. Pada hari ini, investor asing membukukan jual bersih senilai Rp 898 miliar di pasar saham Indonesia.

TIM RISET CNBC INDONESIA



Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular