Kondisi Eksternal Mendukung, IHSG Melesat 1,02%

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
27 December 2018 17:00
Kondisi Eksternal Mendukung, IHSG Melesat 1,02%
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Mengawali hari dengan penguatan sebesar 0,75% ke level 6.173,52, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengakhiri perdagangan dengan memperlebar penguatannya menjadi 1,02% ke level 6.190,64.

Nilai transaksi tercatat Rp 9,8 triliun dengan volume 21,8 miliar unit saham. Frekuensi perdagangan adalah 382.034 kali.

Performa IHSG senada dengan mayoritas bursa saham utama kawasan Asia yang juga diperdagangkan di zona hijau: indeks Nikkei naik 3,88%, indeks Strait Times naik 1,16%, dan indeks Kospi naik 0,02%.

Seluruh sektor penghuni IHSG diperdagangkan menguat, dengan kenaikan terbesar dialami oleh sektor properti, real estate & konstruksi bangunan (+2,05%).

5 saham yang berkontribusi paling signifikan dalam mendorong IHSG naik adalah: PT Unilever Indonesia Tbk/UNVR (+2,36%), PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk/CPIN (+4%), PT Astra International Tbk/ASII (+1,23%), PT Bank Mega Tbk/MEGA (+8,89%), dan PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk/ICBP (+4,39%).

Investor di bursa saham Benua Kuning memasang mode risk-on pada hari ini. Instrumen berisiko seperti saham menjadi incaran mereka.

Kepercayaan diri investor bangkit setelah melihat performa Wall Street yang begitu apik pada perdagangan kemarin (26/12/2018), di mana Dow Jones ditutup melesat 4,98%, indeks S&P 500 melambung 4,95%, dan indeks Nasdaq terdongkrak 5,84%.

Wajar jika Wall Street membukukan performa yang begitu oke. Pasalnya, koreksi sudah terjadi selama empat hari beruntun. Pada penutupan perdagangan tanggal 24 Desember, indeks S&P 500 berada dalam posisi terendahnya sejak April 2017.

Saham-saham peritel gencar diburu investor seiring dengan musim liburan yang diharapkan akan mendongkrak penjualan secara signifikan. Saham-saham peritel yang diburu investor di antaranya: Walmart (5,03%), Target (5,54%), Amazon (9,45%), dan Alibaba (4,08%).


Sentimen positif lainnya bagi IHSG datang dari anjloknya harga minyak mentah dunia. Hingga sore hari, harga minyak WTI kontrak pengiriman Februari 2019 jatuh 1,69% ke level US$ 45,44/barel, sementara minyak brent kontrak pengiriman Februari 2019 terpangkas 1,85% ke level US$ 53,46/barel.

Setelah pada siang hari berhasil menyentuh zona hijau, kini harga minyak terkoreksi secara dalam. Sebagai informasi, kemarin harga minyak WTI meroket 7,12%, sementara minyak brent melejit 6,99%.

Dengan harga minyak yang tak lagi perkasa, investor berharap bahwa defisit perdagangan minyak dan gas (migas) bisa diperkecil sehingga pada pada akhirnya akan membuat defisit neraca berjalan (Current Account Deficit/CAD) menipis.

Pada kuartal-III 2018 CAD mencapai 3,37% dari Produk Domestik Bruto (PDB), terdalam sejak kuartal II-2014, seiring dengan besarnya defisit perdagangan migas.

Merespons harga minyak yang tak lagi perkasa, rupiah ditutup menguat 0,1% di pasar spot ke level Rp 14.555/dolar AS. Penguatan rupiah memberikan kepercayaan diri tambahan bagi investor untuk masuk ke bursa saham tanah air.



Namun, perdagangan hari ini tak sepenuhnya tanpa risiko. Perlambatan ekonomi dunia yang kian nyata terlihat dengan lengket melekat di benak investor. Bahkan, indeks Shanghai dan Hang Seng yang dibuka di zona hijau dipaksa mengakhiri hari di zona merah karenanya.

Dari AS yang merupakan negara dengan perekonomian terbesar di dunia, Richmond Manufacturing Index periode Desember diumumkan sebesar -8, jauh di bawah konsensus yang sebesar 16, seperti dilansir dari Forex Factory.

Data ini menunjukkan tingkat aktivitas manufaktur di wilayah Richmond. Angka di bawah 0 menunjukkan bahwa kondisinya memburuk dibandingkan periode sebelumnya.

Beralih ke China yang merupakan negara dengan perekonomian terbesar kedua di dunia, laba bersih dari perusahaan-perusahaan industri dumumkan turun 1,8% YoY pada bulan November menjadi 594,8 miliar yuan (Rp 1.254 triliun). Mengutip Reuters, ini menandai penurunan pertama sejak Desember 2015.

Sementara selama sebelas bulan pertama tahun ini, laba bersih dari perusahaan-perusahaan industri naik 11,8% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya menjadi 6,1 triliun yuan, melambat dari kenaikan 13,6% pada periode Januari-Oktober.

Perang dagang antara AS dengan China terlihat benar-benar menyakiti perekonomian masing-masing negara. Masalahnya, hingga kini masih ada banyak hal yang menyelimuti jalannya negosiasi antar kedua negara, seperti penahanan CFO Huawei Meng Wanzhou.

TIM RISET CNBC INDONESIA



Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular