
Internasional
Tekanan Baru ke Rupee India: Kenaikan Harga Minyak Dunia
Rehia Sebayang, CNBC Indonesia
28 August 2018 17:59

Jakarta, CNBC Indonesia - Perekonomian India berada dalam kondisi sulit. Pasalnya, kenaikan harga minyak akan terus membebani rupee yang sudah melemah, memperlebar defisit anggaran, dan mempengaruhi prospek pertumbuhannya.
Meningkatnya harga minyak dan juga permintaan India yang tak henti-hentinya, akan mendorong impor minyak dan menambah defisit neraca berjalan, yang mengukur arus barang, jasa dan investasi masuk dan keluar dari negara itu, kata para ekonom.
Defisit yang melebar akan menghasilkan pelemahan rupee, karena impor yang semakin banyak berarti India harus membeli lebih banyak mata uang asing untuk memenuhi kebutuhannya.
"INR (Rupee India) diperkirakan akan terus menghadapi tekanan depresiasi selama sisa tahun 2018, yang mencerminkan beberapa faktor termasuk kenaikan suku bunga Fed AS, defisit neraca transaksi berjalan India yang melebar, dan sentimen negatif investor global terhadap mata uang dan aset pasar berkembang," kata Kepala Ekonom IHS Markit Asia-Pasifik, Rajiv Biswas, dalam email ke CNBC International.
Biswas memperkirakan rupee akan terdepresiasi lebih lanjut, jatuh ke 72 rupee terhadap dolar AS pada akhir 2018 dan mencapai 74 rupee pada Agustus 2019. Rupee terakhir diperdagangkan pada 70,16 terhadap dolar pada penutupan Senin (27/8/2018). Rupee telah mengalami 9,96% penurunan sejak awal tahun ini.
Rupee, bersama dengan rupiah Indonesia dan peso Filipina, akan terus menjadi yang paling rentan di Asia, kata sebuah catatan Riset ANZ.
Konsultan energi global Wood Mackenzie memprediksi India akan menjadi negara pengimpor minyak terbesar di dunia pada 2024, menggantikan China. Menurut laporannya Senin, permintaan diperkirakan akan tumbuh sebesar 3,5 juta barel per hari hingga 2035, yang merupakan sepertiga dari permintaan minyak global.
Jumlah itu didorong oleh meningkatnya tingkat pendapatan, kelas menengah yang sedang tumbuh dan meningkatnya kebutuhan akan mobilitas, kata laporan itu.
Meningkatnya harga minyak dan juga permintaan India yang tak henti-hentinya, akan mendorong impor minyak dan menambah defisit neraca berjalan, yang mengukur arus barang, jasa dan investasi masuk dan keluar dari negara itu, kata para ekonom.
"INR (Rupee India) diperkirakan akan terus menghadapi tekanan depresiasi selama sisa tahun 2018, yang mencerminkan beberapa faktor termasuk kenaikan suku bunga Fed AS, defisit neraca transaksi berjalan India yang melebar, dan sentimen negatif investor global terhadap mata uang dan aset pasar berkembang," kata Kepala Ekonom IHS Markit Asia-Pasifik, Rajiv Biswas, dalam email ke CNBC International.
Biswas memperkirakan rupee akan terdepresiasi lebih lanjut, jatuh ke 72 rupee terhadap dolar AS pada akhir 2018 dan mencapai 74 rupee pada Agustus 2019. Rupee terakhir diperdagangkan pada 70,16 terhadap dolar pada penutupan Senin (27/8/2018). Rupee telah mengalami 9,96% penurunan sejak awal tahun ini.
Rupee, bersama dengan rupiah Indonesia dan peso Filipina, akan terus menjadi yang paling rentan di Asia, kata sebuah catatan Riset ANZ.
Konsultan energi global Wood Mackenzie memprediksi India akan menjadi negara pengimpor minyak terbesar di dunia pada 2024, menggantikan China. Menurut laporannya Senin, permintaan diperkirakan akan tumbuh sebesar 3,5 juta barel per hari hingga 2035, yang merupakan sepertiga dari permintaan minyak global.
Jumlah itu didorong oleh meningkatnya tingkat pendapatan, kelas menengah yang sedang tumbuh dan meningkatnya kebutuhan akan mobilitas, kata laporan itu.
Next Page
Defisit perdagangan melebar
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular