Inflasi Inti Masih Rendah, Daya Beli Belum Pulih?

Raditya Hanung, CNBC Indonesia
03 July 2018 08:17
Inflasi Inti Masih Rendah, Daya Beli Belum Pulih?
Foto: CNBC Indonesia/Rivi Satrianegara
Jakarta, CNBC Indonesia - Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan data inflasi Juni 2018. Bulan lalu, terjadi inflasi 0,59% secara bulanan (month-to-month/ MtM) dan 3,12% secara tahunan (year-on-year/ YoY).

Catatan tersebut mampu mengungguli konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia yang memperkirakan inflasi sebesar 0,51% MtM dan 2,97% YoY.

Data ini sempat ditanggapi positif oleh pelaku pasar. Meski Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melemah hingga 0,91% pada perdagangan hari Senin (02/07/2018), indeks saham sektor barang konsumsi mampu menguat sendirian sebesar 0,24%.

Kuatnya data inflasi Juni nampaknya memperkuat persepsi investor bahwa konsumsi masyarakat sudah membaik. Sebelumnya, persepsi ini muncul setelah impor barang konsumsi di Mei 2018 mampu menguat signifikan.


Meski demikian, perbaikan konsumsi masyarakat nampaknya masih perlu dikonfirmasi lebih lanjut. Pasalnya, ada terselip angka yang agak mengkhawatirkan pada rilis data inflasi bulan lalu. Realisasi inflasi inti bulan Juni 2018 hanya sebesar 2,72% YoY, atau lebih rendah dari ekspektasi pasar sebesar 2,78% YoY.

Sebagai catatan, inflasi inti di sepanjang tahun 2018 memang konsisten di bawah 3% YoY. Pada momentum bulan Ramadhan dan lebaran tahun ini pun, inflasi inti belum mampu naik secara signifikan. Inflasi inti bulan Juni 2018 malah menunjukkan penurunan dari bulan sebelumnya.

Hal ini berbanding terbalik dengan data inflasi inti historis yang selalu di atas 3% YoY, di sepanjang tahun 2017. Tercatat hanya sekali inflasi inti jatuh ke bawah 3% pada tahun lalu, yakni pada bulan Agustus 2017 (2,98% YoY).
Inflasi Inti Masih Rendah, Daya Beli Belum Pulih?Foto: Tim Riset CNBC Indonesia/ Raditya Hanung
Seperti diketahui, inflasi inti adalah salah satu komponen pembentuk inflasi yang cenderung persisten (menetap, sulit bergerak atau naik-turun). Pergerakan inflasi inti lebih dipengaruhi oleh faktor-faktor yang sifatnya fundamental (bukan musiman) seperti pasokan dan permintaan, nilai tukar, ekspektasi kenaikan harga, dan sebagainya.

Ketika inflasi pangan (volatile food) melambat, maka pemerintah patut berbangga karena berhasil mengendalikan gejolak harga kebutuhan pokok. Namun, bila laju inflasi inti yang melambat, maka sebaiknya perlu waspada.

Melambatnya inflasi inti bisa menjadi pertanda perekonomian tidak bergerak normal. Konsumen biasanya menahan pembelian, sehingga produsen kemudian bereaksi dengan menurunkan harga. Ada masalah di pasokan dan permintaan (supply-demand), ada yang terhambat sehingga rodanya tidak berjalan mulus.

Pemerintah berkali-kali menegaskan tidak ada penurunan daya beli. Dalam data Produk Domestik Bruto (PDB), konsumsi rumah tangga tetap tumbuh positif.

Namun, perlu dicatat bahwa konsumsi rumah tangga hanya tumbuh 4,95% pada kuartal I-2018. Hampir tidak bergerak dibandingkan dengan periode yang sama pada 2017 yaitu 4,94%. Sejak kuartal IV-2016, konsumsi rumah tangga belum mampu tumbuh di atas 5%.

Inflasi Inti Masih Rendah, Daya Beli Belum Pulih?Foto: Tim Riset CNBC Indonesia/ Raditya Hanung
Stagnasi konsumsi rumah tangga mungkin ada kaitannya dengan sektor pertanian yang melambat. Pasalnya, data BPS per Februari 2018 menyebutkan bahwa sebagian besar pekerja di Indonesia bekerja di sektor pertanian, yaitu mencapai 30,46%. Ini menduduki posisi pertama, disusul perdagangan (18,53%) dan industri pengolahan (14,11%).

Sebagai catatan, pertumbuhan sektor Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan hanya sebesar 3,14% YoY pada kuartal I-2018, jauh lebih lambat dari periode yang sama tahun 2017 sebesar 7,15%.


Tidak hanya itu, Nilai Tukar Petani (NTP) juga berada dalam tren menurun sejak akhir tahun 2017. NTP Juni 2018 tercatat sebesar 102,04, masih di bawah NTP Desember 2017 sebesar 103,06. NTP malah sempat anjlok ke 101,61 pada April 2018.

Inflasi Inti Masih Rendah, Daya Beli Belum Pulih?Foto: Tim Riset CNBC Indonesia/ Raditya Hanung
NTP menjadi salah satu indikator dalam menentukan tingkat kesejahteraan petani, dengan melihat tingkat daya beli mereka di pedesaan. Semakin tinggi NTP, makin tinggi pula daya beli petani dan secara relatif menunjukkan kenaikan kesejahteraan masyarakat perdesaan.


Kala pendapatan mayoritas pekerja di Indonesia terganggu, maka konsumsi secara keseluruhan tentu akan terganggu. Ini merupakan salah satu penyebab rendahnya inflasi inti yang patut menjadi perhatian.

Kesimpulannya, hal yang bisa dilakukan untuk memperbaiki daya beli masyarakat dalam jangka pendek adalah pembenahan di sektor pertanian. Lahan-lahan irigasi perlu direhabilitasi atau diperluas jaringannya, sehingga panen tidak lagi terlalu tergantung musim. Ketika lahan dengan irigasi semakin masif, maka panen akan lebih terjamin tanpa perlu khawatir kendala cuaca.

Selain itu, benih-benih unggul juga perlu disebar lebih luas lagi. Dengan demikian, panen bisa meningkat baik kuantitas maupun kualitasnya.


TIM RISET CNBC INDONESIA



Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular