Pak Menhub, Diskon Tarif Ojol Dihapus atau Diperbolehkan?

Muhammad Choirul Anwar, CNBC Indonesia
13 June 2019 06:14
Pak Menhub, Diskon Tarif Ojol Dihapus atau Diperbolehkan?
Foto: cnbc tv
Jakarta, CNBC Indonesia - Kementerian Perhubungan (Kemenhub) tampak bersikap labil dalam mengatur diskon tarif ojek online dan taksi online. Sebelumnya, Kemenhub mewacanakan pelarangan, kini malah tidak ingin mengatur.

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengakui diskon tarif transportasi online sempat menjadi pembahasan tetapi tidak jelas apa yang akan diputuskan.


"Kalau ada evaluasi itu karena ada usulan dari mereka (stakeholder). Tidak ada kita lakukan," ujar Budi karya  ketika dicecar awak media mengenai larangan diskon, Rabu (12/6/2019) usai rapat kerja bersama Komisi V DPR RI.

"Memang kita melakukan diskusi intensif. Tidak ada [pelarangan diskon]," bebernya.

Pak Menhub, Diskon Tarif Ojol Dihapus atau Diperbolehkan?Foto: infografis/Ini Aturan Baru Taksi Online/Edward Ricardo

Dirjen Perhubungan Darat Kemenhub, Budi Setiyadi, menambahkan bahwa mengenai diskon memang belum ada arah kebijakan yang mengerucut.

"Sementara saya belum bisa mengatakan diatur atau tidak. Tapi kalau memang itu di luar domain saya, saya gak akan ngatur itu semuanya," urainya.


Yang jelas, Kemenhub hanya mengatur secara tegas mengenai tarif.

"Tadi kan Pak Menteri udah menyampaikan, bahwa promo promo itu sepanjang dari kemudian nanti aplikator mengusulkan ada promo memang dimasukkan dalam unsur untuk dalam rangka penghitungan ya mungkin kita nanti akan diskusikan dulu," tandasnya.

Simak video tentang rencana Kemenhub larang diskon tarif ojek online di bawah ini.

[Gambas:Video CNBC]


Lanjut ke halaman berikut >>>


Pernyataan yang dilontarkan Menhub Budi Karya sontak membikin bingung. Padahal sebelumnya Kemenhub berencana melarang diskon tarif transportasi online.

Bahkan Kemenhub berencana menerbitkan aturan khusus mengenai diskon tarif transportasi online. Rencananya aturan pelarangan ini akan diterbitkan akhir Juni 2019.


Budi Setiyadi mengatakan urgensi melarang praktik diskon tarif di transportasi online termasuk ojek online demi melindungi masyarakat, pengemudi dan keberlanjutan dari bisnis transportasi online.

"Kalau sistemnya predatory pricing tidak bagus. Aplikator memang ada keinginan jor-joran beri diskon hingga mematikan aplikator yang lain tetapi tidak boleh dalam persaingan usaha seperti itu," ujar Budi Setiyadi dalam wawancara dengan CNBC Indonesia TV, Selasa (11/6/2019).

"Kan tidak boleh di satu negara jadi satu saja aplikator. Kasihan masyarakat sudah pakai satu jadi okay-okay saja [tarif tinggi]. Jadi [perlu] menjaga persaingan." 

Budi Setiyadi menambahkan predatory price tidak baik karena masuk ranahnya Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Bila terbukti ada predatory price, aplikator akan mendapatkan sanksi. 

"Makanya saya katakan tadi kalau diskon masih bisa tapi sifatnya royalty program dan poin-poin. Misalnya, dia pakai 5 kali gratis satu kali naik atau pakai 5 kali dapat potongan 10%," terang Budi. "Jangan tiap transaksi dapat diskon dan jangan di luar tarif batas bawah dan tarif batas atas."



Lanjut ke halaman berikutnya >>>



Rencana Kemenhub untuk melarang diskon tarif ojek online mendapat dukungan dari Pendiri Institute for Competition and Policy Analysis (ICPA), Syarkawi Rauf.

Mantan Ketua KPPU ini mengatakan praktik promo tidak wajar yang mengarah pada predatory pricing menghilangkan posisi tawar pengemudi transportasi online terhadap aplikator.

"Promo tidak wajar tujuannya cuma satu yaitu menghancurkan kompetisi dan mengarah pada monopoli. Ini akhirnya yang rugi mitra pengemudi dan konsumen," ungkap Syarkawi Rauf dalam keterangan resmi yang diterima CNBC Indonesia, Rabu (12/6/2019).

Mantan Ketua Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU) ini mencontohkan yang terjadi di Singapura dan Filipina ketika Uber hengkang dari pasar Asia Tenggara karena diakuisisi Grab dan Grab jadi penguasa tunggal, KPPU Singapura menerima komplain dari mitra pengemudi tentang kenaikan tingkat komisi yang diambil oleh aplikator dari penghasilan driver.


Menurut KPPU Singapura, Grab juga sempat mengurangi jumlah poin insentif yang didapatkan driver (lewat program GrabRewards Scheme) di bulan Juli 2018, dan meningkatkan syarat performa driver untuk mendapatkan poin tersebut.

Setelah monopoli, Grab juga ditemukan telah memberlakukan kewajiban eksklusivitas (exclusivity obligations) kepada perusahaan taksi, perusahaan sewa mobil, dan mitra drivernya. 

Temuan-temuan KPPU Singapura ini berakhir pada denda Rp 140 miliar lebih yang harus dibayar Grab. Adapun di Filipina, Grab didenda Rp 4 miliar karena gagal menjaga persaingan sehat pada harga, promosi pelanggan, insentif driver, dan kualitas layanan.

Syarkawi Rauf menambahkan untuk menghindari praktik tidak sehat ini, pemerintah bisa melakukan upaya mencegah adanya praktek predatory pricing dan menjaga persaingan usaha di industri ekonomi digital tetap sehat dengan belajar dari praktek yang sudah terjadi di negara tetangga dan di Industri lain di tanah air.



Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular