e-Commerce

Bagaikan Yoyo, Aturan Pajak Toko Online pun Naik-Turun

Roy Franedya, CNBC Indonesia
15 January 2019 10:08
Bagaikan Yoyo, Aturan Pajak Toko Online pun Naik-Turun
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Luthfi Rahman
Jakarta, CNBC Indonesia - Polemik Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 210 tentang pajak e-commerce berakhir dengan kompromi. Pemerintah akhirnya memilih untuk melonggarkan aturan demi memfasilitasi para pengusaha toko online.

Pada Jumat lalu (11/1/2019) Sri Mulyani menerbitkan aturan yang berisi tata cara pemungutan pajak dari toko online. Tak ada pajak baru yang dikenakan pada pedagang atau pengelola toko online.

Dalam beleid tersebut pedagang dan pengelola toko online memiliki kewajiban pajak penghasilan (PPh), pajak pertambahan nilai (PPN) dan Pajak penjualan atas barang mewah (PPNBM).

Cuma kementerian keuangan menugaskan e-commerce sebagai memungut, menyetor dan melaporkan PPN, dan PPh dari pedagang online. Para e-commerce ini dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak (PKP). Para marketplace ini juga harus melaporkan rekapitulasi transaksi yang dilakukan pedagang pengguna platform.

Pedagang online juga diwajibkan untuk memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP) dan melaporkannya ke pengelola e-commerce, bila tidak punya bisa memberitahukan nomor Kartu Tanda Penduduk (KTP) saja.

"Penyedia platform marketplace yang dikenal di Indonesia antara lain Blibli, Bukalapak, Elevenia, Lazada, Shopee, dan Tokopedia. Selain perusahaan-perusahaan ini, pelaku over- the-top di bidang transportasi juga tergolong sebagai pihak penyedia platform marketplace," ujar Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak, Hestu Yoga Saksama dalam keterangan resmi, Jumat (11/1/2019).

Aturan ini rencananya akan diterapkan pada April 2019. Namun, sebelum aturan ini berlaku, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) akan mensosialisasikan kebijakan ini kepada pelaku usaha.

[Gambas:Video CNBC]
Munculnya aturan ini ternyata disambut dengan keberatan oleh para pengelola marketplace atau e-commerce. Kemarin (14/1/2019) mereka menggelar acara jumpa pers yang intinya mereka minta aturan tersebut ditunda pelaksanaannya.

Ada beberapa alasan penundaan yang diberikan Asosiasi e-commerce Indonesia (iDEA). Pertama, aturan ini tanpa sosialiasi yang cukup dan dikhawatirkan dapat menghambat pertumbuhan UMKM.

Kedua, PMK 210 bisa mematikan pengusaha mikro. Menurut studi iDEA, saat ini banyak pengusaha yang berjualan di e-commerce merupakan perusahaan mikro yang masih coba-coba. Dipaksa bikin NPWP bisa membuat pengusaha mikro memilih gulung tikar.

Ketiga, aturan yang tidak sama dengan berjualan di media sosial (medsos). iDEA melihat para e-commerce termasuk taat pada peraturan yang ada. Tetapi perdagangan di medsos minim aturan.

Bila aturan pajak ini diterapkan maka akan semakin banyak pedagang yang pindah dari e-commerce ke berjualan di media sosial. Hal ini bikin bisnis e-commerce terancam.

Maklum, e-commerce hanya penyedia jasa yang mempertemukan pedagang dengan pembeli secara daring. Bila jumlah pedagang berkurang maka bisnis e-commerce bisa tutup.

Keempat, aturan pajak dan kebijakan mendorong UMKM masuk digital bikin bingung pengusaha e-commerce. PMK 210 bikin nilai pajak naik dalam jangka pendek, tetapi bisa menyusutkan pengusaha UMKM karena mereka masih berjualan untuk bertahan hidup.

Sementara pemerintah mendorong pengusaha UMKM masuk digital. Pemerintah ingin UMKM masuk digital guna mendorong pertumbuhan ekonomi. Sektor UMKM termasuk yang paling kuat dalam hadapi krisis.

Ketua iDEA, Ignasius Untung mengatakan kelemahan lain dalam penerapan aturan ini bisa datang dari foto NPWP yang tidak sesuai. Pedagang bisa saja menganti fotonya dengan menggunakan program photoshop dan marketplace tidak bisa validasi hal tersebut karena repot.

Kesiapan infrastruktur juga tidak akan terkejar hingga April 2019. Membangun sistem bisa saja dilakukan tetapi koneksi antara sistem marketplace dengan Dirjen Pajak dan Dukcapil tidak mudah.

Karena peraturan ini dapat memiliki dampak yang besar untuk ekonomi, Ignasius menghawatirkan PMK 210 akan digunakan untuk politik.

"Apa lagi ini musim politik hati hati nanti banyak digoreng sama politikus sih," ujar Ignatius Untung di Jakarta, Senin (14/1/2019).



Setelah jumpa pers tersebut, iDEA pun bertemu dengan kementerian keuangan untuk membahas tentang pajak toko online.

"Hari ini Kementerian Keuangan dalam hal ini Badan Kebijakan Fiskal, Ditjen Pajak dan Ditjen Bea Cukai telah mengadakan pertemuan dengan idEA (Asosiasi e-commerce Indonesia)," kata Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Keuangan, Nufransa Wira Sakti dalam keterangannya, Senin (14/1/2019).

Dalam pertemuan tersebut, terdapat 5 poin hasil diskusi Kemenkeu dengan Asosiasi. Berikut 5 poin hasil kesepakatan tersebut:

1. Pedagang atau penyedia jasa tidak wajib memiliki NPWP 

Dalam informasi yang beredar di media, PMK e-commerce mewajibkan pedagang atau penyedia jasa untuk memiliki NPWP ketika akan mendaftarkan diri pada Online Market Place. Pertemuan tadi menyepakati semangat utama dan substansi bahwa pedagang/merchant tidak diwajibkan untuk ber-NPWP saat mendaftarkan diri di platform marketplace. Hal tersebut merupakan interpretasi yang tepat dan komprehensif terhadap keseluruhan PMK tersebut. 

"Bagi yang belum memiliki NPWP, dapat memberitahukan Nomor Induk Kependudukan (NIK) kepada penyedia platform marketplace. NIK dimiliki oleh seluruh penduduk," terang Nufransa. 

2. PMK dibuat bukan untuk memenuhi target penerimaan pajak 

Pemerintah membuat aturan PMK e-commerce bukan untuk mengejar target penerimaan pajak, namun lebih untuk menjangkau lebih banyak informasi untuk membangun ekosistem dan database e-commerce yang komprehensif. Data akan dianalisis untuk melihat perkembangan e-commerce di Indonesia sebagai dasar penentuan kebijakan pengembangan bisnis e-commerce di masa yang akan datang.

Karena itu, aturan operasional dari PMK tersebut akan memastikan perlindungan terhadap UKM mikro dan kelompok masyarakat yang baru memulai bisnis e-commerce. Detil teknis perlindungan ini akan didiskusikan lebih lanjut dengan pelaku usaha.

"Kemenkeu dan idEA juga sepakat untuk bekerjasama lebih erat ke depannya untuk merumuskan aturan pelaksanaan yang mengakomodir kepentingan seluruh stakeholder," tambah Nufransa.

3. Pelaku usaha tidak akan berpindah ke platform media sosial 

Dengan adanya pengaturan dan kepastian hukum yang lebih jelas dalam menjamin perlindungan konsumen, diharapkan konsumen akan beralih ke platform e-commerce. Yang pada akhirnya para pelaku bisnis di media sosial juga akan beralih kepada platform e-commerce. Melalui data penjual yang telah teridentifikasi, pembeli akan mendapatkan jaminan akan ketersediaan dan kesesuaian barang yang dipesan oleh pembeli. 

Dengan peraturan ini, juga terdapat persamaan perlakuan antara pengusaha konvensional dan pengusaha yang memasarkan barang ataupun jasanya melalui e-commerce. Ini akan memudahkan dan memberikan kepastian hukum bagi pedagang dan penyedia jasa apabila di kemudian hari ada permasalahan di mata hukum.

Ditjen Bea Cukai dan Ditjen Pajak mendukung bisnis dibawah platform e-commerce dan mengajak pelaku bisnis di luar platform e-commerce untuk bergabung.

"Pelaku usaha menyambut baik upaya level playing field yang diupayakan PMK ini agar mereka yang berjualan di media sosial juga dapat memiliki peluang dan ketaatan pajak yang sama dengan berjualan di platform e-commerce," terang Nufransa lebih jauh.

4. Kemudahan data pelaporan 

Data pelaporan oleh penyedia platform marketplace dirancang semudah mungkin sehingga tidak memberatkan semua pihak, termasuk penjual dan pembeli. Kementerian Keuangan akan melakukan koordinasi dengan Bank Indonesia dan Badan Pusat Statistik, agar pelaporan platform marketplace dapat dipermudah 

Dengan adanya aturan PMK e-commerce, ada persamaan perlakuan antara pengusaha konvensional dan pengusaha yang memasarkan barang ataupun jasanya melalui e-commerce. Ini akan memudahkan dan memberikan kepastian hukum bagi pedagang dan penyedia jasa apabila di kemudian hari ada permasalahan di mata hukum.

5. Mempermudah proses impor pengiriman barang e-commerce 

Dari aspek kepabeanan, PMK ini memperkenalkan skema Delivery Duty Paid untuk impor barang kiriman dalam rangka memberikan kepastian dan transparansi proses impor barang kiriman dengan pemenuhan kewajiban perpajakan melalui fasilitas penyedia Platform Marketplace domestik. Melalui skema ini, pembeli akan mendapatkan kepastian harga dan pedagang akan mendapatkan kemudahan dalam proses impor barangnya.

"Mekanisme baru kepabeanan ini sedang dalam tahap ujicoba oleh beberapa pelaku usaha marketplace bersama DJBC," tutup Nufransa.



Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular