Pajak E-Commerce Ditolak, Kemenkeu Buka Suara

Iswari Anggit, CNBC Indonesia
15 January 2019 08:28
idEA meminta agar Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menunda dan mengkaji ulang aturan tersebut.
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Luthfi Rahman
Jakarta, CNBC Indonesia - Baru saja terbit dan belum berlaku, Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.210/PMK.010/2018 tentang e-commerce telah menerima penolakan dari berbagai pihak, terutama Asosiasi E-commerce Indonesia (idEA). idEA meminta agar Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menunda dan mengkaji ulang aturan tersebut.

Permintaan ini, menurutĀ idEA, bukan semata-mata karena para pengusaha menolak membayar pajak, melainkan karena mereka menilai peraturan tersebut justru dapat menghambat pertumbuhan UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah).


Pasalnya, banyak pengusaha UMKM di dunia e-commerce yang baru merintis atau masih coba-coba. Dengan aturan pajak yang memaksa para pengusaha UMKM baru ini membuat NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak), dikhawatirkan mereka akan merasa kesulitan dan justru memilih "gulung tikar".

Ditambah lagi, penetapan aturan ini dilakukan jelang masa kampanye jelang Pemilihan Umum (Pemilu) 2019. Hal ini memberi kesan kalau pemerintah terburu-buru memungut pajak dari dunia e-commerce yang sedang booming, dan rawan dijadikan senjata politik.

"Berdasarkan beberapa pertimbangan di atas, idEA meminta Kementerian Keuangan untuk menunda dan mengkaji ulang pemberlakuan PMK 210 ini, sambil bersama-sama melakukan kajian untuk menemukan rumusan yang tepat dan tidak mengorbankan salah satu dari dua target pemerintah [pedagang online dan e-commerce]," ujar Ketua idEA Ignasius Untung dalam keterengan resmi, Senin (14/1/2019).

Pajak E-Commerce Ditolak, Kemenkeu Buka SuaraFoto: Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) (CNBC Indonesia/Bernhart Farras)

Menanggapi banyaknya penolakan, Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Keuangan Nufransa Wira Sakti, menjelaskan win-win solution antara pihaknya dengan para pengusaha. Dalam keterangan resminya, Nurfansa menjabarkan lima poin yang menjadi kesepakatan Kementerian Keuangan dan pengusaha.


Kelima poin tersebut di antaranya:

1. Pedagang atau penyedia jasa tidak wajib memiliki NPWP, melainkan cukup menyerahkan Nomor Induk Kependudukan atau NIK pada penyedia platform marketplace.

2. PMK ini bukan untuk memenuhi target penerimaan pajak, namun untuk menjangkau lebih banyak informasi guna membangun ekosistem dan database e-commerce yang komprehensif. Bahkan, aturan operasional dari PMK tersebut akan memastikan perlindungan terhadap UMKM dan kelompok masyarakat yang baru memulai bisnis e-commerce.

3. Pelaku usaha tidak akan berpindah ke platform media sosial. Dengan peraturan ini, juga terdapat persamaan perlakuan antara pengusaha konvensional dan pengusaha yang memasarkan barang ataupun jasanya melalui e-commerce. Ini akan memudahkan dan memberikan kepastian hukum bagi pedagang dan penyedia jasa apabila di kemudian hari ada permasalahan di mata hukum.

4. Kemudahan data pelaporan, sehingga tidak memberatkan semua pihak. Kementerian Keuangan akan melakukan koordinasi dengan Bank Indonesia dan Badan Pusat Statistik, agar pelaporan platform marketplace dapat dipermudah.

5. Mempermudah proses impor pengiriman barang e-commerce. Dari aspek kepabeanan, PMK ini memperkenalkan skema Delivery Duty Paid untuk impor barang kiriman. Melalui skema ini, pembeli akan mendapatkan kepastian harga dan pedagang akan mendapatkan kemudahan dalam proses impor barangnya.




(prm/prm) Next Article Pengusaha: Aturan Pajak e-Commerce Rawan Digoreng Politikus

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular