Indonesia Gertak WTO, Netflix dan Spotify Bisa Kena Bea Impor

Novina Putri Bestari, CNBC Indonesia
17 June 2022 11:10
Squid Game (Dok. netflix)
Foto: Squid Game (Dok. netflix)

Jakarta, CNBC Indonesia - Indonesia menjadi salah satu negara yang bersiap untuk menolak moratorium tarif e-commerce yang ditetapkan WTO (World Trade Organization) sejak 1998. Jika moratorium tidak diperpanjang, Netflix dan Spotify wajib membayar pajak impor.

Mngutip sumber perdagangan, Reuters melaporkan bahwa Indonesia, India, dan Afrika Selatan mengancam untuk tidak menyetujui perpanjangan moratorium tarif transmisi elektronik. Moratorium itu pertama kali disepakati oleh negara anggota WTO pada tahun 1998. Kamudian, beberapa kali diperpanjang pada konferensi tingkat menteri.

Kemungkinan itu mendorong 108 asosiasi perusahaan teknologi, termasuk di India dan Indonesia untuk bersurat kepada WTO mendesak adanya pembaruan moratorium. Jika tidak dilakukan, mereka mengatakan terjadi kemunduran untuk WTO dan juga merusak pemulihan global.

John Neuffer, kepala eksekutif Asosiasi Industri Semikonduktor berbasis di Amerika Serikat (AS) menyatakan aliran data bebas tarif penting bagi negara yang ingin menarik asing. Selain juga menawarkan manfaat yang jelas untuk konsumen serta usaha kecil.

"Kami mendengar bel alarm bahwa segala sesuatu dalam masalah dengan lebih banyak risiko moratorium tidak diperpanjang," jelasnya kepada Reuters. "Risikonya adalah jika satu atau dua melakukannya, negara lain akan melakukan hal serupa".

Lalu, apa sebetulnya dampak dari moratorium tersebut. Moratorium atas tarif transmisi elektronik berarti negara anggota WTO tidak bisa menerapkan bea masuk dan cukai produk yang dikirimkan melalui internet.

Artinya, pajak impor boleh dikenakan atas konten musik, film, buku, dan peranti lunak yang diperdagangkan dalam bentuk fisik seperti CD, DVD, atau buku. Namun, konten serupa yang diperdagangkan dalam bentuk digital seperti e-book atau fail digital dan lewat streaming, bebas dari pajak impor.

Menurut laporan UNCTAD, moratorium ini membuat pemerintah di seluruh dunia kehilangan potensi pendapatan hingga US$ 10 miliar setiap tahun.

Tanpa pengawasan, juga ada kemungkinan sebuah produk dikirim secara digital untuk kemudian diproduksi dalam bentuk fisik di negara pengimpor. Apalagi, dengan kemajuan teknologi 3D Printing.

Menteri Keuangan Sri Mulyani pernah memberikan contohnya, yaitu perdagangan senjata api secara digital.

"Teknologi 3D printing ini menjadi makin populer dan murah untuk masyarakat, tapi dia juga bisa memproduksi barang yang membahayakan keselamatan publik, misalnya senjata api, senjata peledak," ujarnya dalam webinar International Conference on Digital Transformation in Customs secara virtual, Selasa (16/3/2021).

Menkeu menjelaskan, dengan 3D Printing ini akan sangat mudah membuat senjata api ilegal. Sebab hanya perlu mengirimkan gambar secara virtual maka bisa langsung diterima pembuat.

"Hanya dengan cetak biru yang dikirim secara digital," imbuhnya.


(dem/dem)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Indonesia Gertak WTO, Bikin Raksasa Teknologi Global Berdebar

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular