e-Commerce

Kalah Modal, Ini Toko Online RI yang Ditinggal Kabur Investor

Roy Franedya, CNBC Indonesia
22 November 2018 15:36
Kalah Modal, Ini Toko Online RI yang Ditinggal Kabur Investor
Foto: CNBC Indonesia
Jakarta, CNBC Indonesia - Banyak pihak yang menyalahkan e-commerce atau toko online atas tutupnya beberapa gerai toko ritel konvensional dan terus berkurangnya pengunjung pusat perbelanjaan (mal).

Namun, persaingan dalam industri ritel online juga tergolong ketat. Beberapa e-commerce telah menjadi korban ganasnya persaingan. Pemilik memilih untuk menutup bisnis atau menjual kepada pihak lain.

Ganasnya persaingan ritel online karena para pelaku perang potongan harga (diskon) untuk menarik pengunjung ke situs meski kinerja keuangan terus berdarah-darah. Istilah kerennya startegi bakar duit.

Terbaru adalah Mataharimall.com milik Lippo Grup. Situs belanja online yang berdiri 2015 akhirnya digabung dengan Matahari Departement Stores dan bersalin nama menjadi MATAHARI.com.

Fokus bisnisnya pun berdari sebelumnya sebagai situs yang menjual fesyen dan produk lifestyle dari pihak ketiga menjadi situs yang memamerkan produk-produk Matahari.

Berikut cerita beberapa perusahaan yang gagal menaklukan bisnis ritel online di Indonesia.

Raksasa toko online asal Jepang ini masuk ke Indonesia pada 2011 silam dengan menggandeng MNC Group. Namun pada 1 Maret 2016, Rakuten mengumumkan penutupan operasinya di Indonesia bersama dengan dua negara lain di kawasan Asia Tenggara.

Ketika itu, Juru Bicara Rakuten mengatakan penutupan ini dikarenakan berubahnya skema bisnis online. Sebelumnya model yang diadopsi business-to-business-to-customer (B2B2C), kini menjadi customer-to-customer (C2C) dengan fokus di mobile commerce (m-commerce).

Namun, Japan Times melaporkan Rakuten kesulitan menghadapi kompetisi bisnis online yang sangat ketat di kawasan ASEAN. Tekanan dari para pemain yang ada sangat tinggi bahkan agresif. Investasi ratusan juta dolar tak berhenti mengalir ke kas startup.

"Rakuten kesulitan menghadapi kompetitor besar seperti Lazada dari Jerman. Rakuten tidak lagi melihat adanya potensi pertumbuhan yang lebih lanjut di kawasan itu," tulis Japan Times.

[Gambas:Video CNBC]


Indosat Ooredoo mendirikan e-commerce Cipika pada Agustus 2014 dengan harapan menjadi mesin bisnis baru untuk menopang keuangan ketika industri telekomunikasi terus tertekan karena persaingan yang ketat dan industri yang tidak ideal.

Bahkan Indosat membentuk divisi e-commerce untuk menyokong Cipika. Namun, Cipika hanya berusia tiga tahun. Pada 1 Juni 2017, Indosat memutuskan mematikan Cipika.

Ketika itu, President Director & CEO Alexander Rusli mengatakan alasan penutupan Cipika adalah karena terlalu jauh dari core bisnis dan untuk mengembangkannya butuh pendanaan yang sangat besar sampai menjadi untung.

"Indosat tidak juga melihat ada keuntungan untuk masuk dalam permainan valuasi. Valuasi telco sangat jelas dan terkait Ebitda," ucapnya seperti dikutip dari Detik inet.

[Gambas:Video CNBC]


XL Axiata juga mencoba peruntungannya dalam bisnis e-commerce dengan mendirikan Elevenia pada Juli 2013. XL menggandeng perusahaan Korea Selatan, SK Planet mendirikan perusahaan patungan bernama PT XL Planet yang merupakan induk Elevenia. XL dan SK Planet menyetorkan modal awal sebesar US$ 18,30 juta.

Namun pada Agustus 2017, XL Axiata mengumumkan rencana penjualan Elevenia kepada PT Jaya Kencana Mulia Lestari dan Superb Premium Pte. Ltd, perusahaan milik Grup Salim. 

Penjualan ini pun tergolong mengejutkan. Menurut catatan DealstreetAsia, Elevenia telah mendapat kucuran dana US$50 juta dari kedua induk perusahaannya di 2016. Jumlah total investasi di Elevenia terhitung US$110 juta setelah sebelumnya mendapat dua kali aliran investasi sebesar US$36,6 juta di 2014 dan US412 juta di Januari 2015.

CEO XL Axiata Dian Siswarini mengatakan rencana penjualan Elevania sudah terbesit sejak 2016 setelah raksasa e-commerce asing masuk ke pasar Indonesia.

"Dunia e-commerce (Indonesia) sudah crowded dengan investasi dari luar yang besar sehingga kalau bisnis seperti ini kan yang besar yang bakal menang," ujar Dian seperti dikutip dari Detikinet.

"Kalau mau di situ akan butuh dana yang sangat besar, sementara XL sebagai perusahaan telko butuh dana besar juga. Jadi nggak bisa punya dua hal yang butuh dana besar, akhirnya ambil keputusan lebih baik dana yang dimiliki difokuskan ke bisnis telko."

[Gambas:Video CNBC]


Rocket Internet mencoba merambah pasar Asia Tenggara dengan mendirikan e-commerce Lamido dan Lazada. Lamido didirikan pada 2013 dan Lazada pada 2012.

Lamido awalnya didirikan sebagai penantang utama dari Tokopedia dan Bukalapak yang menyasar masyarakat kelas menengah bawah. Namun dalam perkembangannya Lamido tidak mampu bersaing.


Selain itu, Lamido juga baru bersaing ketat dengan Lazada. Akhirnya pada 2015, Lamido dilebur ke dalam Lazada.

Pada 2016, para pegang saham Lazada mengumumkan penjualan saham kepada Alibaba Grup. Raksasa e-commerce ini menggelontorkan dana sebesar US$500 juta untuk beli kepemilikan pemegang saham lama dan US$1 miliar untuk ekspansi bisnis. Setahun kemudian Alibaba kembali suntik Lazada US$1 miliar.

[Gambas:Video CNBC]


Next Page
1. Rakuten
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular