Polling CNBC Indonesia

BI Diramal Naikkan Bunga Acuan, Tapi Nggak Sekarang Kok

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
19 January 2022 15:14
Dollar-Rupiah
Ilustrasi Rupiah dan Dolar AS (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Bank Indonesia (BI) diperkirakan masih mempertahankan suku bunga acuan bulan ini. Namun ke depan, kemungkinan MH Thamrin bakal searah dengan tren kebijakan moneter global: menaikkan suku bunga acuan.

Gubernur Perry Warjiyo dan sejawat dijadwalkan menggelar Rapat Dewan Gubernur (RDG) edisi Januari 2022 pada 19-20 Januari 2022. Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan BI 7 Day Reverse Repo Rate bertahan di 3,5%. Seluruh institusi yang terlibat dalam pembentukan konsensus sepakat bulat, tidak ada yang mbalelo.

Jika sesuai ekspektasi, maka suku bunga acuan akan bertahan di 3,5% sejak Februari 2021 atau hampir setahun. Ini adalah suku bunga acuan terendah dalam sejarah Indonesia merdeka.

"Kami memperkirakan BI 7 Day Reverse Repo Rate tetap di 3,5%. BI sebelumnya memberi sinyal hanya akan mengubah sedikit posisi (stance) mereka dari pro-growth menjadi pro-stability," kata Nicholas Mapa, Ekonom ING.

Namun tidak akan selamanya BI mempertahankan bunga acuan (ya iya lah). Pelaku pasar memperkirakan BI 7 Day Reverse Repo Rate akan mulai naik pada pertengahan 2022.

"Saya memperkirakan BI 7 Day Reverse Repo Rate baru naik paling cepat Juni," ujar Tirta Citradi, Ekonom MNC Sekuritas.

"Kenaikan suku bunga acuan kemungkinan baru terjadi pada semester II, sebanyak 50 basis poin (bps). Namun kenaikan ini akan tergantung dari perkembangan inflasi domestik," sebut Helmi Arman, Ekonom Citi.

Halaman Selanjutnya --> BI Bakal Ikut Arus Tren Kebijakan Moneter Global

Kenaikan BI 7 Day Reverse Repo Rate pada 2022 memang hampir mustahil terhindarkan. Mau tidak mau, suka tidak suka, arah kebijakan moneter global memang akan cenderung ketat.

Seiring pemulihan ekonomi setelah hantaman pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19), permintaan meningkat pesat. Permintaan yang naik tajam belum bisa diimbangi oleh kecepatan produksi barang dan jasa. Hasilnya adalah inflasi meninggi.

Di Amerika Serikat (AS), inflasi Desember 2021 mencapai 7% year-on-year/yoy. Ini adalah rekor tertinggi sejak 1982.

Demi menjangkar ekspektasi inflasi, bank sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) memang sudah saatnya menaikkan suku bunga. Tanpa 'rem' berupa suku bunga yang lebih tinggi, ekonomi akan melaju terlalu kencang, inflasi terus tinggi, sehingga menggerus daya beli dan penciptaan lapangan kerja.

Gubernur Fed Lael Brainard memberi sinyal era suku bunga dekat dengan 0% akan segera berakhir. "Kami akan berada dalam posisi untuk melakukan itu (menaikan suku bunga) segera setelah pembelian aset dihentikan," katanya.

"Perkiraan saya, kami akan memiliki kenaikan 25 basis poin (bps) pada Maret, kecuali ada perubahan dalam data," kata Presiden Fed Philadelphia Patrick Harker.

"Mengangkat (suku bunga) pada Maret, tampaknya hal yang cukup masuk akal," kata Presiden Fed San Francisco Mary Daly.

Pelaku pasar memperkirakan Ketua Jerome 'Jay' Powell dan kolega akan menaikkan suku bunga acuan sampai empat kali tahun ini. Mengutip CME FedWatch, kemungkinan Federal Funds Rate akan berada di 1-1,25% pada akhir 2022 adalah 33,1%. Paling tinggi di antara kemungkinan lainnya.

fedSumber: CME FedWatch

Kenaikan suku bunga acuan akan ikut mendongkrak imbalan investasi aset-aset berbasis dolar AS, terutama instrumen berpendapatan tetap seperti obligasi.

Kemarin, imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS seri acuan tenor 10 tahun ditutup di 1,8753%. Ini adalah yang tertinggi sejak Desember 2019.

Perkembangan ini akan membuat arus modal mengalir deras ke pasar obligasi pemerintah AS. Akibatnya, aset-aset lain hanya kebagian remah rengginang. Ini membuat risiko tekanan terhadap rupiah meningkat.

Oleh karena itu, BI perlu bertindak. Untuk membuat Indonesia tetap atraktif di mata investor, imbalan investasi di Tanah Air harus kompetitif. Menaikkan suku bunga acuan adalah cara untuk menjaga agar Indonesia tetap 'seksi'.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular