
BI Diramal Naikkan Bunga Acuan, Tapi Nggak Sekarang Kok

Kenaikan BI 7 Day Reverse Repo Rate pada 2022 memang hampir mustahil terhindarkan. Mau tidak mau, suka tidak suka, arah kebijakan moneter global memang akan cenderung ketat.
Seiring pemulihan ekonomi setelah hantaman pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19), permintaan meningkat pesat. Permintaan yang naik tajam belum bisa diimbangi oleh kecepatan produksi barang dan jasa. Hasilnya adalah inflasi meninggi.
Di Amerika Serikat (AS), inflasi Desember 2021 mencapai 7% year-on-year/yoy. Ini adalah rekor tertinggi sejak 1982.
Demi menjangkar ekspektasi inflasi, bank sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) memang sudah saatnya menaikkan suku bunga. Tanpa 'rem' berupa suku bunga yang lebih tinggi, ekonomi akan melaju terlalu kencang, inflasi terus tinggi, sehingga menggerus daya beli dan penciptaan lapangan kerja.
Gubernur Fed Lael Brainard memberi sinyal era suku bunga dekat dengan 0% akan segera berakhir. "Kami akan berada dalam posisi untuk melakukan itu (menaikan suku bunga) segera setelah pembelian aset dihentikan," katanya.
"Perkiraan saya, kami akan memiliki kenaikan 25 basis poin (bps) pada Maret, kecuali ada perubahan dalam data," kata Presiden Fed Philadelphia Patrick Harker.
"Mengangkat (suku bunga) pada Maret, tampaknya hal yang cukup masuk akal," kata Presiden Fed San Francisco Mary Daly.
Pelaku pasar memperkirakan Ketua Jerome 'Jay' Powell dan kolega akan menaikkan suku bunga acuan sampai empat kali tahun ini. Mengutip CME FedWatch, kemungkinan Federal Funds Rate akan berada di 1-1,25% pada akhir 2022 adalah 33,1%. Paling tinggi di antara kemungkinan lainnya.
![]() |
Kenaikan suku bunga acuan akan ikut mendongkrak imbalan investasi aset-aset berbasis dolar AS, terutama instrumen berpendapatan tetap seperti obligasi.
Kemarin, imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS seri acuan tenor 10 tahun ditutup di 1,8753%. Ini adalah yang tertinggi sejak Desember 2019.
Perkembangan ini akan membuat arus modal mengalir deras ke pasar obligasi pemerintah AS. Akibatnya, aset-aset lain hanya kebagian remah rengginang. Ini membuat risiko tekanan terhadap rupiah meningkat.
Oleh karena itu, BI perlu bertindak. Untuk membuat Indonesia tetap atraktif di mata investor, imbalan investasi di Tanah Air harus kompetitif. Menaikkan suku bunga acuan adalah cara untuk menjaga agar Indonesia tetap 'seksi'.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
