
BI Tidak Akan Kemana-Mana Demi Menjaga Rupiah

Jakarta, CNBC Indonesia -Bank Indonesia (BI) diperkirakan akan tetap mempertahankan suku bunga acuan di level 5,75% pada bulan ini demi menjaga stabilitas nilai tukar rupiah. BI akan menggelar Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada pada Rabu dan Kamis pekan ini (20-21 September 2023).
BI akan mengumumkan kebijakan suku bunga pada Kamis siang atau beberapa jam setelah bank sentral Amerika Serikat Teh Federal Reserve (Teh Fed) menentukan kebijakan suku bunga mereka.
Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memproyeksi bank sentral RI akan menahan suku bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR). Dari 11 institusi yang terlibat dalam pembentukan konsensus, semuanya memperkirakan BI akan menahan suku bunga di level 5,75%. Suku bunga Deposit Facility kini berada di posisi 5,00%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 6,50%.
Suku bunga sebesar 5,75% sudah berlaku sejak Januari tahun ini atau delapan bulan terakhir. BI mengerek suku bunga sebesar 225 bps dari 3,50% pada Juli 2022 menjadi 5,75% pada Januari tahun ini.
Bank Indonesia diperkirakan masih akan menahan suku bunga untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah. Mata uang Garuda melemah sekitar 0,97% sepanjang bulan ini. Mata uang Garuda tertekan karena gejolak eksternal mulai dari Amerika Serikat (AS) hingga China.
Pelaku pasar keuangan global memperkirakan bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed) memang akan menahan suku bunga pada hari ini. Namun, pelaku pasar melihat The Fed masih belum akan melonggarkan suku bunga dalam waktu dekat. Terlebih, inflasi AS malah meningkat menjadi 3,7% (year on year/yoy) pada Agustus 2023, dari 3,2% (yoy) pada Juli.
Survei yang dilakukan CME FedWatch Tool menunjukkan jika 99% pasar bertaruh Teh Fed akan mempertahankan suku bunga.
The Fed menggelar pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) sejak Selasa kemarin dan akan mengumumkan kebijakan suku bunga pada hari ini waktu AS atau Kamis dini hari waktu Indonesia.
Adanya ekspektasi pasar terhadap kebijakan suku bunga The Fed yang masih hawkish dalam waktu lama inilah yang memicu capital outflow. Data BI menunjukkan investor asing mencatat net sell sebesar Rp 4,45 triliun pada 11-14 September 2023.
Tekanan eksternal rupiah juga datang dari China. Pelemahan ekonomi China dan yuan membuat mata uang Asia ikut tertekan, termasuk rupiah.
Gubernur BI Perry Warjiyo pada konferensi pers hasil RDG menegaskan jika stabilitas rupiah kini menjadi fokus BI bukan lagi inflasi. Pasalnya, inflasi sudah jauh melandai dibandingkan puncaknya pada September 2022 lalu.
Inflasi Indonesia melandai dengan cepat dari 5,95% (yoy) pada September 2022 menjadi 3,27% (yoy) pada Agustus 2023. Inflasi inti juga sudah melandai dari 3,36% (yoy) pada Desember 2022 menjadi 2,18% (yoy) pada Agustus 2023. Padahal, BI sebelumnya memproyeksi inflasi baru akan bergerak di angka 3% pada September 2023.
Ekonomi Indonesia di luar dugaan juga mampu tumbuh 5,17% (yoy) pada kuartal II-2023. Ekonomi yang masih kencang ini membuktikan permintaan dalam negeri sudah pulih setelah diterjang pandemi.
Head of Economic & Research UOB Indonesia, Enrico Tanuwidjaja menjelaskan suku bunga BI di level 5,75% masih memadai. Menurutnya, pelemahan rupiah saat ini lebih dikarenakan penguatan dolar AS bukan karena faktor fundamental dalam negeri.
Ekonom Bank Danamon Irman Faiz juga memperkirakan BI akan menahan suku bunga. BI kemungkinan akan berubah arah jika inflasi AS masih melaju kencang ke depan atau ada perubahan signifikan dalam kebijakan The fed.
"BI masih akan menahan suku bunga acuan karena nilai tukar rupiah cukup bergerak stabil. Kemungkinan perubahan arah bunga acuan kalau inflasi dan FOMC meeting memberikan hasil yg berlawanan arah dengan ekspektasi BI," ujar Irman kepada CNBC Indonesia.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(mae/mae)